Sebelum Nusantara didiami bangsa berkulit cokelat (Austronesia), bangsa proto Melanesia (berkulit hitam) menganut kepercayaan monoteistik yang sekarang dikenal dengan nama kapitayan. Seiring dengan datangnya orang-orang Austronesia, kepercayaan itu turut dianut oleh mereka.[2]
Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.
Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.[3]
Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll.[4] Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia[5] tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen kependudukan mereka dan memiliki hak yang sama-sama seperti para penganut enam agama.[6]
Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya (lihat tentang agama Hindu di Sulawesi).
Agama Hindu Bali (agama Tirtha) serta agama Hindu Jawa, secara resmi sebagai agama Hindu Dharma berasal dari India, namun mengandung banyak kepercayaan dan upacara leluhur pribumi.[39]
^Sunyoto, Agus (2017). Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Mengungkap Walisongo Sebagai Fakta Sejarah. Tangerang Selatan: Pustaka Iman. hlm. 13.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Agama Buhun". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2022-04-19.
^"Kepercayaan Jati Buhun". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2022-04-25. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-04. Diakses tanggal 2022-04-25.
^Riberu, Ade. [Jingtiu atau Jingi Tiu sebagai Agama Asli dari Kampung Namata, Kabupaten Sabu Raijua, Pulau Sabu, NTT "Jingtiu atau Jingi Tiu sebagai Agama Asli dari Kampung Namata, Kabupaten Sabu Raijua, Pulau Sabu, NTT"] Periksa nilai |url= (bantuan). Diakses tanggal 2024-01-13.
Ayatrohaedi; Saadah, Sri (1995). Jatiniskala: Kehidupan Kerohanian Masyarakat Sunda Sebelum Islam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Catatan singkat tentang organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. [Jakarta]: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997Proyek Inventarisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan, Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Maria, Siti (Dra.); Limbeng, Julianus, S.Sn., M.Si. (2007). Marapu di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur(PDF). Seri pengungkapan nilai-nilai kepercayaan komunitas adat. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film; Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Mulder, Niels (1980) [1978]. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa: Kelangsungan dan Perubahan Kulturil [Mysticism and Everyday Life in Contemporery Java: cultural persistence and change]. Jakarta: Gramedia.
Muttaqien, Ahmad (2013). "Spiritualitas Agama Lokal: Studi Ajaran Sunda Wiwitan Aliran Madrais di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat". Al-Adyan. 8 (1).
Subagya, Rakhmat (1969). Agama asli Indonesia: penelahan dan penilaian theologis. Seri Puskat, jld. 95. Medan: Pro Manuscripto.
Subagya, Rahmat (1973). Kepercayaan: Kebatinan–Kerohanian–Kejiwaan dan agama. Yogyakarta: Kanisius.
Sucipto, Toto (Drs.); Limbeng, Julianus, S.Sn., M.Si. (2007). Dra. Siti Maria, ed. Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes Provinsi Banten. Seri pengungkapan nilai-nilai kepercayaan komunitas adat. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film; Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Benda, Harry J.; Castles, Lance (1969). "The Samin Movement". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia. 125 (2): 207–40. ISSN2213-4379.
Koentjaraningrat, R. M. (1987). "Javanese Religion". Dalam Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. 7. New York: MacMillan. hlm. 559–63. ISBN0029094801.
Lansing, J. Stephen (1987). "Balinese Religion". Dalam Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. 2. New York: MacMillan. hlm. 45–49. ISBN0029094801.
Metcalf, Peter (1987). "Bornean Religion". Dalam Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. 2. New York: MacMillan. hlm. 290–92. ISBN0029094801.
Nooy-Palm, Hetty (1986). The Sa’dan-Toraja: A study of their social life and religion. II: Rituals of the East and West. Leiden; Boston: BRILL. ISBN978-90-67-65207-0.
Nooy-Palm, Hetty (1987). "Toraja Religion". Dalam Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. 14. New York: MacMillan. hlm. 565–67. ISBN0029094801.
Pelras, Christian (1987). "Bugis Religion". Dalam Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. 2. New York: MacMillan. hlm. 560–61. ISBN0029094801.
Prawiro, Abdurrahman Misno Bambang (2013). "Baduy Pluralism: From Myth to Reality". Al-Albab: Borneo Journal of Religious Studies. 2 (1): 111–24.
Rodgers, Susan (1987). "Batak Religion". Dalam Eliade, Mircea. The Encyclopedia of Religion. 2. New York: MacMillan. hlm. 81–83. ISBN0029094801.
Winzeler, Robert L., ed. (1993). The Seen and the Unseen: Shamanism, Mediumship and Possession in Borneo. Williamsburg, Va.: Borneo Research Council. ISBN978-0962956812.
dalam bahasa lain
Matthes, Benjamin F. (1872). Over de bissoe’s of heidensche priesters en priesteessen der Boeginezen [Tentang bissu atau pendeta pagan Bugis] (dalam bahasa Belanda). Amsterdam.
Schefold, Reimar (1980). Spielzeug für die Seelen — Kunst und Kultur der Mentawai-Inseln (Indonesien) [Mainan untuk Jiwa: seni dan budaya Mentawai (Indonesia)] (dalam bahasa Jerman). Zürich: Museum Rietberg.
Schefold, Reimar (1988). "De wildernis als cultuur van gene ziijde: tribale concepten van "natuur" in Indonesiο" [Hutan belantara sebagai budaya masa lalu: konsep suku "alam" di Indonesia]. Antropologische verkenningen (dalam bahasa Belanda). 7 (4): 5–22.
Schlehe, Judith (1998). Die Meereskönigin des Südens, Ratu Kidul. Geisterpolitik im javanischen Alltag [Ratu Laut Selatan, Ratu Kidul. Politik Roh dalam Kehidupan Sehari-hari Jawa] (dalam bahasa Jerman). Berlin: Dietrich Reimer. ISBN3-496-02657-X.
Vogelgesang, A. W. L. (1923). "Eenige aantekeningen betreffende de Sasaks op Lombok" [Beberapa catatan tentang Sasak di Lombok]. Koloniale Tijdschrift (dalam bahasa Belanda). 12 (4): 417–25.