Agama dan kekayaan

Rata-rata pendapatan tahunan negara yang dikorelasikan dengan tingkat relijiusitas nasional.[1]

Korelasi antara agama dan kekayaan telah menjadi bahan penelitian akademik. Kekayaan adalah status manfaat atau kepemilikan sejumlah besar kapital dan kekuatan ekonomi. Agama adalah sebuah sistem budaya yang sering kali melibatkan kepercayaan akan unsur supranatural dan bertujuan untuk menyediakan sistem moral atau arti hidup.

GDP negara umumnya dikorelasikan secara negatif dengan relijiusitas mereka, seperti populasi orang kaya berada di negara yang paling sekuler.[2]

Statistik

[sunting | sunting sumber]

Menurut kajian dari tahun 2015, Kristen memegang jumlah kekayaan terbesar (55% dari total kekayaan dunia), disusul oleh Muslim (5.0%), Hindu (3.3%), dan Yahudi (1.1%). Menurut kajian yang sama, para kalangan di bawah klasifikasi Irelijius atau agama lainnya memegang sekitar 34.8% dari total kekayaan global.[3]

Sebuah kejian yang dilakukan oleh firma riset kekayaan nonpartisan New World Wealth menyatakan bahwa 56.2% dari 13.1 juta jutawan di dunia adalah Kristen,[4] sementara 6.5% adalah Muslim, 3.9% adalah Hindu, dan 1.7% adalah Yahudi; 31.7% diidentifikasikan sebagai kalangan agama "lain" atau "tak beragama".

Sebuah grafik yang menggambarkan pemasukan menurut kelompok agama di AS pada 2001

Penjelasan

[sunting | sunting sumber]

Sebuah kajian yang diterbitkan dalam American Journal of Sociology oleh Lisa Keister, menemukan bahwa "agama berdampak pada kekayaan secara tak langsung melalui pencapaian pendidikan, kesuburan dan partisipasi tenaga kerja perempuan" selain juga menemukan beberapa bukti dampak langsung dari agama pada pencapaian kekayaan.[5] Keister menyatakan bahwa kepercayan agama tertentu ("orang harus memiliki banyak anak", "wanita tak harus bekerja") memiliki pendapatan kekayaan yang rendah, baik pada skala mikro dan makro.[5][6]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ WIN-Gallup. "Global Index of religion and atheism" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-11-09. Diakses tanggal 21 October 2012. 
  2. ^ Survey Reports. "World Publics Welcome Global Trade — But Not Immigration | Pew Global Attitudes Project". Pewglobal.org. Diakses tanggal 2011-10-21. 
  3. ^ "Christians hold largest percentage of global wealth: Report". deccanherald.com. 2015-01-14. 
  4. ^ The religion of millionaires
  5. ^ a b Keister 2008.
  6. ^ Keister, Lisa A. (2 November 2011). "How Religion Contributes to Wealth and Poverty". The Huffington Post. Diakses tanggal 19 November 2017. 

JuliaspraDaftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
Allen, Irving Lewis (1975). "WASP: From Sociological Concept to Epithet". Ethnicity. 2 (2): 153–162. 
Keister, Lisa A. (2003). "Religion and Wealth: The Role of Religious Affiliation and Participation in Early Adult Asset Accumulation". Social Forces. 82 (1): 175–207. doi:10.1353/sof.2003.0094. ISSN 0037-7732. JSTOR 3598143. 
 ⸻  (2008). "Conservative Protestants and Wealth: How Religion Perpetuates Asset Poverty". American Journal of Sociology. 113 (5): 1237–1271. CiteSeerX 10.1.1.485.120alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1086/525506. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
Van Biema, David; Chu, Jeff (2006). "Does God Want You to Be Rich?". Time. Vol. 168 no. 12. Diakses tanggal 19 November 2017. 
Weber, Max (1930) [1905]. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Diterjemahkan oleh Parsons, Talcott. New York: Charles Scribner's Sons. OL 17967952M.