Agama Kristen adalah agama yang paling dominan di Jerman. Total sekitar 60% pemeluk agama Kristen dari berbagai denominasi terdapat di Jerman.[1] Dua gereja terbesar di Jerman adalah Gereja Katolik Roma dan Gereja Injili di Jerman (bahasa Jerman: Evangelische Kirche in Deutschland, disingkat EKD). Gereja Injili di Jerman adalah kumpulan dari beberapa gereja berpaham Protestanisme yang terdiri dari Gereja Lutheran, Gereja reformasi (Calvinisme) dan Persatuan Gereja Prusia.[2] Selain Gereja Katolik Roma dan Gereja Injili di Jerman, terdapat juga pengikut Gereja Ortodoks di Jerman. Diperkirakan 3,3% penduduk Jerman adalah penganut Kristen Ortodoks.[1]
Sekitar 33% hingga 40 % dari total populasi Jerman menyatakan diri sebagai orang yang tidak tergabung dalam agama apapun. Mereka terdiri dari kaum ateis dan penganut paham agnostisisme.[3] Selain agama Kristen dan orang tanpa agama, di Jerman juga terdapat pemeluk agama lain. Mayoritas dari pemeluk agama lain ini terdiri dari Islam, 2,1 juta hingga 4,7 juta orang tersusun dari total 5% dari populasi Jerman.[4][5] Penganut agama Yudaisme, Buddha, dan Hindu menyusun kurang dari 1% dari total populasi penduduk Jerman.[4][5] Komposisi penganut Ortodoks yaitu Gereja Ortodoks Timur 1.9% dan Gereja Ortodoks Oriental 1.5%
Terdapat berbagai macam jenis aliran kepercayaan tradisional di Jerman. Sejarah mencatat pada tahun 10 dan dan 11 Masehi terdapat kepercayaan Norse di Utara Jerman. Agama Pagan Jerman termasuk kedalam kepercayaan politeisme dengan banyak kemiripan dengan agama-agama orang Indo-Eropa pada umumnya pada saat itu.[6] Para dewa dan dewi Pagan Jerman dikenal luas oleh orang Jerman dengan berbagai macam panggilan. Salah satu yang paling terkenal di Jerman adalah Wodan atau Wotan, orang Anglo-Saxon menyebutnya dengan panggilan Wōden, dan bagi penganut kepercayaan Norse mereka sebut dengan Odin. Orang Jerman kuno juga memuja dewa Thor dengan panggilan Donar, orang Anglo-Saxon menyebutnya Þunor dan bagi orang-orang Norse dikenal sebagai Þórr.[7]
Pada saat wilayah Jerman masih dalam kekuasaan Kekaisaran Romawi (Provinsi Jermania Besar dan Provinsi Jermania Kecil), ajaran Kekristenan mulai masuk dan berkembang setelah tahun ke 4 Masehi.[8] Meskipun kuil-kuil Romawi telah hadir terlebih dahulu, bangunan-bangunan bercorak Kristen juga mulai dibangun. Salah satu arsitektur Kekristenan awal di Jerman adalah Aula Palatina di kota Trier (kelak menjadi ibu kota Provinsi Gallia Belgica). Gereja ini selesai dibangun semasa pemerintahan Kaisar Konstantinus Agung (306-337 Masehi).[9][10]
Selama periode Kekaisaran Karoling, agama Kristen menyebar keseluruh Jerman, khususnya pada masa Kaisar Karel yang Agung (800-814 Masehi). Bangunan-bangunan religius yang dibangun pada masa Kekaisaran Karoling diantaranya adalah Kapel Palatin di kota Aachen salah satu bagian dari Istana Aachen.[11][12]
Wilayah yang kita sebut sekarang sebagai Jerman pada zaman dahulu merupakan wilayah penganut Katolik seperti kebanyakan bangsa Eropa lainnya pada waktu itu. Bangsa-bangsa di Eropa pada zaman itu sangat bergantung dan patuh pada Paus dan Kekaisaran Suci Romawi.[13][14] Paus memegang peranan penting dalam perpolitikan kerajaan-kerajaan di Eropa pada abad pertengahan.[15]
Gereja Katolik Roma telah mengakar kuat di Jerman di bawah pemerintahan Kekaisaran Romawi Suci hingga kedatangan gerakan Reformasi Protestan yang mengubah dominasi Katolik di daratan Eropa.[14] Reformasi Protestan lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi Gereja Katolik, dipelopori oleh Martin Luther yang menentang hal-hal yang menurut anggapannya adalah doktrin-doktrin palsu dan malapraktik gerejawi. Beberapa diantaranya adalah penjualan indulgensi, serta simoni, jual-beli jabatan rohaniwan yang menurut para reformator merupakan bukti kerusakan sistemik Gereja Katolik, termasuk Sri Paus itu sendiri.[16]
Mulainya gerakan Reformasi Protestan ditandai saat Martin Luther mengirimkan 95 Tesis beserta sebuah surat kepada Albertus dari Brandenburg, Uskup Agung Mainz, pada 31 Oktober 1517, tanggal yang sekarang dianggap sebagai awal mula Reformasi Protestan dan dirayakan setiap tahun sebagai Hari Reformasi.[17] Martin Luther juga memasang 95 Tesisnya di pintu Gereja Semua Orang Kudus, dan gereja-gereja lainnya di Wittenberg. 95 Tesis dengan cepat dicetak ulang, diterjemahkan, dan disebarkan di seluruh Jerman dan Eropa. Hal ini menyebabkan dimulainya perang pamflet dengan pengkhotbah indulgensi Johann Tetzel, sehingga membuat nama Martin Luther semakin terkenal.[18]
Gereja Katolik menanggapi aksi Martin Luther dengan suatu gerakan yang disebut Kontra-Reformasi, diprakarsai oleh Konsili Trente. Banyak upaya dalam menghadapi Protestanisme dilakukan oleh kalangan Yesuit. Eropa pun terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu Katolik dan Protestanisme. Hampir semua wilayah Eropa Utara beralih ke paham Protestanisme, kecuali Irlandia bagian selatan yang tetap Katolik. Orang Eropa Selatan tetap setia kepada Katolik, sedangkan wilayah Eropa Tengah menjadi pusat lokasi konflik antar agama yang sengit, imbas dari serangkaian perang agama di Eropa yang memuncak pada Perang Tiga Puluh Tahun.[19]
Dua aliran agama baru terbentuk di Jerman setelah tahun 1814. Dua aliran tersebut adalah Gereja Lutheran dan sebagian lagi gereja reformasi protestan lainnya. Terdapat gerakan yang ingin menyatukan dua aliran ini. Raja Prusia pada saat itu Friedrich Wilhelm III juga berkeinginan untuk mengambil alih gerakan penyatuan ini.[20] Namun, Raja Friedrich Wilhelm III dalam proses penyatuan tidak melibatkan pihak lain dan cenderung memaksa untuk melakukan standardisasi liturgi, organisasi, bahkan arsitektur bangunan. Tujuan jangka panjang sang raja sesungguhnya untuk memegang kendali secara penuh atas Gereja Protestan yang ia bentuk.[21][22] Seiring dengan proses penyatuan tersebut dibentuklah Gereja Injili Prusia Bersatu dengan Raja Prusia sebagai Uskup Kepala. Gerakan perlawanan terhadap penyatuan gereja protestan ini muncul dari kalangan Lutheran Lama di Silesia yang memegang teguh kepada prinsip teologi dan liturgi yang mereka terapkan semenjak zaman Martin Luther masih hidup.[23] Kerajaan berusaha untuk menekan kalangan Lutheran Lama ini namun tidak berhasil. Mereka memilih untuk kabur daripada harus meninggalkan keyakinan yang mereka anut. tercatat sepuluh ribu kaum Lutheran Lama ini bermigrasi ke Australia Selatan dan Amerika Serikat, dimana mereka membentuk Gereja Evangelis Lutheran di Amerika yang berpaham Fundamentalis dalam memaknai Alkitab.[24] Hingga pada tahun 1845 Raja Friedrich Wilhelm IV mengiziknkan kaum Lutheran Lama ini berpisah dari gereja yang berada dibawah pemerintah.[25][26][27]
Kulturkampf adalah upaya penindasan terhadap pemeluk agama Katolik di Jerman pada akhir abad ke-19.[28] Gerakan ini diprakarsai oleh Otto von Bismarck. Alasan utama Otto von Bismarck melakukan ini adalah karena kekhawatirannya akan pengaruh Gereja Katolik Roma yang dapat memecah belah kesatuan di Kekaisaran Jerman.[29] Para kaum Yesuit diusir dariJerman dan sekolah-sekolah yang diasuh gereja diambil alih oleh pemrintah.[29]
Banyak uskup dan kardinal yang dipenjarakan, Gereja Katolik Roma kehilangan semua bantuan finansial dari pemerintah dan semua anggota serikat diusir dari Jerman.[29] Tetapi ketika Otto von Bismarck berniat ingin mengalahkan Partai Demokrat Sosial Jerman, dia justru meminta bantuan dari Gereja Katolik Roma. Sehingga hal ini menimbulkan adanya perdamaian anatar Otto von Bismarck dengan Paus Leo XIII.[29] Pada tahun 1887, peraturan-peraturan yang bersifat melawan Gereja Katolik Roma dihapuskan. Namun, kaum Yesuit di Jerman tetap diusir.[29]
Konstitusi nasional Jerman tahun 1919 dan 1949 menjamin kebebasan beriman dan beragama. Konstitusi modern Jerman tahun 1949 juga menyatakan tidak satu orangpun boleh didiskrimasi karena keyakinan atau agamanya. Tidak ada gereja negara di Jerman.[30] Kelompok agama dengan jumlah penganut yang terbilang banyak, bersifat stabil (tidak mengganggu stabilitas keamanan nasional), dan setia kepada konstitusi dapat diakui sebagai Körperschaften öffentlichen Rechtes (badan hukum publik).[31] Dengan diakuinya secara hukum kelompok-kelompok agama ini diberikan beberapa keistimewaan, seperti diperbolehkan memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri (seperti yang tercantum pada konstitusi Jerman, meskipun beberapa negara bagian hal ini tidak berlaku) dan dikenakan biaya keanggotaan sebagai bentuk Pajak Gereja. Pajak yang dikenakan bervariasi mulai dari 8% hingga 9% dari pajak pendapatan. Kebijakan ini diberikan kepada Gereja Katolik Roma, Gereja Injili di Jerman (EKD), beberapa gereja beraliran Evangelis, dan kelompok penganut Yudaisme. Ada opini untuk memasukkan kelompok agama lain untuk menerima status sebagai Körperschaften öffentlichen Rechtes, seperti Islam.[32] Statistik menunjukkan bahwa penduduk di wilayah Jerman Timur termasuk ibu kota Berlin cenderung tidak religius dan lebih sekular daripada penduduk di wilayah Jerman Barat.[33][34]
Di abad ke-21 ini Islam merupakan agama yang paling pesat perkembangannya di Jerman. Jerman bersama dengan Prancis dan Rusia adalah tiga negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di benua Eropa.[35] Pertumbuhan umat Islam di Eropa dan Jerman pada khususnya sangat dipengaruhi oleh tingginya angka kelahiran di kalangan keluarga muslim.[36] Pada tahun 2013 hari besar keagamaan Islam mulai diakui di Hamburg.[37][38]
Kekristenan adalah agama yang paling dominan di Jerman dengan populasi sebasar 60% dari seluruh penduduk Jerman. Denominasi terbesar di Jerman adalah Katolik Roma dengan total populasi 29,5%, gereja aliran Protestanisme sebanyak 27,9%, dan pengikut Gereja Ortodoks sebanyak 3,3%. Agama lain non-kristen dengan populasi terbesar adalah Islam dengan jumlah persentase sebesar 5%.[1]
Pengikut gereja aliran Protestan di Jerman terkonsentrasi di bagian utara dan timur sedangkan umat Katolik Jerman banyak terdapat di wilayah selatan dan barat. Joseph Alois Ratzinger atau banyak dikenal dengan gelar Paus Benediktus XVI adalah Paus yang berasal dari Jerman. Paus Benediktus XVI dilahirkan di Bavaria, Jerman bagian selatan. Orang-orang Jerman yang tidak tergabung dalam kelompok agama apapun erkonsentrasi di wilayah bekas negara Jerman Timur. Sebagian dari mereka penganut paham ateisme dan agnostisisme. Agama Kristen Ortodoks di Jerman banyak dibawa oleh imigran dari Serbia dan Yunani. Kantong populasi Yahudi dapat ditemukan di kota besar seperti Berlin, Frankfurt, dan München.[40]
Pada tahun 2016, lembaga survei Politbarometer melakukan survei terhadap penduduk Jerman diatas 18 tahun untuk mengetahui data jumlah pemeluk agama tiap negara bagian di Jerman. Seperti yang disajikan pada tabel dibawah ini Kristen adalah agama mayoritas di hampir seluruh negara bagian di Jerman. Orang-orang yang tidak tergabung dalam kelompok agama tertentu banyak terdapat di negara bagian di wilayah Jerman Timur. Populasi muslim terbesar dapat ditemukan di Hamburg dengan persentase 10,9% dari keseluruhan penduduk kota Hamburg.[41]
Negara bagian[41] | Protestanisme | Katolik | Tidak Beragama | Islam | Lainnya |
---|---|---|---|---|---|
Baden-Württemberg | 37.6% | 40.6% | 16.4% | 2.5% | 3.0% |
Bavaria | 23.4% | 58.6% | 15.6% | 1.1% | 1.3% |
Brandenburg | 24.9% | 3.5% | 69.9% | 0.0% | 1.5% |
Bremen | 51.8% | 7.8% | 39.1% | 0.0% | 1.3% |
Berlin Timur | 14.3% | 7.5% | 74.3% | 1.5% | 2.4% |
Berlin Barat | 32.0% | 12.4% | 43.5% | 8.5% | 3.5% |
Hamburg | 34.3% | 9.0% | 44.1% | 10.9% | 1.7% |
Hesse | 50.2% | 21.7% | 22.2% | 3.8% | 2.1% |
Niedersachsen | 53.8% | 18.7% | 24.1% | 2.5% | 0.9% |
Mecklenburg-Vorpommern | 24.9% | 3.9% | 70.0% | 0.3% | 0.9% |
Nordrhein-Westfalen | 30.9% | 44.6% | 18.1% | 4.4% | 2.0% |
Rhineland-Palatinate | 34.8% | 42.4% | 19.6% | 1.0% | 2.1% |
Saarland | 22.3% | 68.1% | 8.2% | 1.4% | 0.0% |
Saxony | 27.6% | 4.0% | 66.9% | 0.3% | 1.1% |
Saxony-Anhalt | 18.8% | 5.1% | 74.7% | 0.3% | 1.2% |
Schleswig-Holstein | 61.5% | 3.2% | 31.3% | 2.2% | 1.7% |
Thuringia | 27.8% | 9.5% | 61.2% | 0.0% | 1.5% |
Jerman | 34.5% | 32.2% | 29.0% | 2.5% | 1.8% |
Pada tahun 1871 diperkirakan penduduk Kekaisaran Jerman dua pertiga populasinya memeluk ajaran protestanisme, sepertiganya adalah pengikut Katolik, dan sebagian kecil lainnya adalah orang-orang Yahudi.[42]
Menurut survei tahun 2016 total sekitar 60% pemeluk agama Kristen dari berbagai denominasi terdapat di Jerman.[1] Dua gereja terbesar di Jerman adalah Gereja Katolik Roma dan Gereja Injili di Jerman (bahasa Jerman: Evangelische Kirche in Deutschland, disingkat EKD). Gereja Injili di Jerman adalah kumpulan dari beberapa gereja berpaham Protestanisme yang terdiri dari Gereja Lutheran, Gereja reformasi (Calvinisme) dan Persatuan Gereja Prusia.[2] Selain Gereja Katolik Roma dan Gereja Injili di Jerman, terdapat juga pengikut Gereja Ortodoks di Jerman. Diperkirakan 3,3% penduduk Jerman adalah penganut Kristen Orthodox.[1]
Dua gereja Kristen besar (Katolik dan Protestan) di Jerman mencatat penurunan besar dalam keanggotaan tahun lalu. Ini adalah tren yang telah berlangsung lama, meskipun pada tahun 2019, untuk perubahan, lebih banyak umat Katolik meninggalkan gereja daripada Protestan. Secara keseluruhan, lebih dari 540.000 orang Kristen berpaling dari agama yang terorganisir. Tidak sejak awal 1990-an jumlah keanggotaan turun begitu drastis
Lebih dari setengah dari semua orang yang tinggal di Jerman — 43,3 juta orang, tepatnya — masih menjadi anggota gereja Protestan atau Katolik. Tapi itu penurunan sekitar 5 juta dibandingkan 10 tahun lalu. Keanggotaan gereja juga menurun karena jumlah anggota gereja yang meninggal jauh melebihi jumlah pembaptisan[43]
Penduduk Jerman yang tidak tergabung dalam kelompok agama manapun terkonsentrasi di wilayah bekas negara Jerman Timur. Sebagian dari mereka penganut paham ateisme dan agnostisisme. Agama Kristen Ortodoks di Jerman banyak dibawa oleh imigran dari Serbia dan Yunani. Kantong populasi Yahudi dapat ditemukan di kota besar seperti Berlin, Frankfurt, dan München.[40]
Wilayah dengan jumlah populasi tidak beragama yang dominan terdapat di Hamburg, Berlin, Brandenburg, Saxony, Saxony-Anhalt, Thuringia, dan Mecklenburg-Vorpommern. Di Negara Bagian Saxony-Anhalt hanya sekitar 19,7% dari total populasi yang menjadi pengikut Gereja Protestan ataupun Gereja Katolik. Saxony-Anhalt adalah negara bagian dimana pelopor Reformasi Protestan, Martin Luther dilahirkan dan dibesarkan.[44]
Islam adalah agama non-Kristen terbesar di Jerman. Menurut survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Pew tahun 2016 diperkirakan jumlah umat muslim di Jerman berjumlah 4,7 juta orang atau sebesar 5,8% dari total populasi Jerman.[35] Islam adalah agama yang paling berkembang pesat di Jerman sehingga menyebabkan jumlah populasi muslim di Jerman terus meningkat setiap tahunnya.[45] Faktor utama pesatnya perkembangan Islam di Eropa khususnya di Jerman adalah karena tingginya angka kelahiran di kalangan keluarga muslim jika dibandingkan dengan keluarga penganut agama lainnya.[35]
Umat Islam di Jerman datang dari berbagai denominasi. Diantaranya adalah Sunni, Syi'ah, Ahmadiyyah, Alevi, Zaidiyah, dan lain-lain. Sebagian besar muslim di Jerman adalah imigran dari berbagai negara Islam. Mayoritas diantaranya adalah imigran asal Turki, Pakistan, Iran, dan pecahan negara Yugoslavia. Sebagian dari imigran ini telah memegang kewarganegaraan Jerman. Kehadiran muslim pertama kali ke Jerman terjadi pada abad ke-18 Masehi ketika Kesultanan Utsmaniyah membangun relasi terhadap pihak Jerman.[46] Populasi muslim terbesar dapat ditemukan di Hamburg dengan persentase 10,9% dari keseluruhan penduduk kota Hamburg.[41] Bersama dengan Prancis dan Rusia, Jerman adalah negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di benua Eropa.[35]
Komunitas Yahudi telah hadir lama di Jerman sejak abad ke-4 Masehi.[47] Pada tahun 1910 terdapat sekitar 600.000 jiwa orang Yahudi tinggal di Jerman. Komunitas Yahudi di Jerman banyak terdapat di kota-kota besar seperti seperti Berlin, Frankfurt, dan München.[40]
Terdapat penganut agama Buddha, Hindu, Sikh, dan kelompok agama lainnya yang total dari pemeluk agama-agama ini kurang dari 1% dari keseluruhan populasi Jerman. Sebagian besar pemeluk agama tersebut adalah imigran dari negara-negara Asia.[5]
[...] it was not primarily a religious war. [...] Religion certainly provided a powerful focus for identity, but it had to compete with political, social, linguistic, gender and other distinctions. most contemporary observers spoke of imperial, Bavarian, Swedish, or Bohemian troops, not Catholic or Protestant, which are anachronistic labels used for convenience since the nineteenth century to simplify accounts. The war was religious only to the extent that faith guided all early modern public policy and private behaviour.