Anak-anak dalam konflik Israel–Palestina merujuk kepada dampak konflik Israel-Palestina terhadap orang-orang muda di Israel dan teritorial Palestina. Laurel Holliday, dalam buku 1999-nya Children of Israel/Palestine, menulis bahwa dua "bangsa beretnis berbeda – baik Palestina maupun Yahudi Israel – berusaha untuk mengklaim pasir, batu, sungai, vegetasi, pesisir, dan gunung yang sama" dan bahwa kisah yang dia hadirkan menampilkan bahwa "anak-anak Israel dan Palestina menumbuhkan rasa bahwa mereka sedang berada pada konflik antar tetangga mereka".[1]
Baik Pasukan Pertahanan Israel dan kelompok militan Palestina telah dituduh melanggar hak asasi anak dan menyebabkan luka dan kematian. Media digunakan secara manipulatif untuk membuat dukungan pada pihak yang berbeda. Anak-anak menjadi korban indoktrinasi, penutupan sekolah, masalah medis dan stres pasca-traumatik sebagai akibat dari konflik tersebut. Pada saat yang sama, berbagai proyek edukasional didirikan untuk melawan indoktrinasi dan stereotipe negatif. Joseph Massad berpendapat bahwa media Barat terlalu sensitif terhadap kematian anak-anak Yahudi ketimbang korban anak-anak dari Palestina,[2] sementara Giulio Meotti berpendapat pada posisi sebaliknya - bahwa antisemitisme telah menjadi penerimaan sosial di media Barat dan dunia mentoleransi pembunuhan anak-anak Yahudi.[3]
Pada akhir April 2015, Human Rights Watch meminta PBB untuk mengambil informasi dari pihak Israel dan Hamas tentang "Daftar Memalukan"-nya terkait pelanggaran mematikan terhadap hak asasi anak dalam sebuah konflik.[4]