Andi Djemma | |
---|---|
Lahir | Andi Djemma 15 Januari 1901 Palopo, Celebes |
Meninggal | 23 Februari 1965 Makassar, Sulawesi Selatan | (umur 64)
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | Tokoh Kerajaan, Pejuang Kemerdekaan |
Penghargaan | Pahlawan Nasional Indonesia |
Andi Djemma (15 Januari 1901 – 23 Februari 1965) adalah seorang tokoh kerajaan di Kedatuan Luwu dan merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia asal Sulawesi Selatan yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 November 2002.
Wilayah kekuasaannya kemudian menjadi daerah setingkat kabupaten setelah beberapa wilayahnya memisahkan diri menjadi beberapa kabupaten, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Timur dan Tana Toraja, semuanya masih di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Kolaka menjadi sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara dan Poso di Sulawesi Tengah.
Kedatuan Luwu merupakan kerajaan pertama di Sulawesi Selatan yang menyatakan akan bergabung dengan Republik Indonesia. Andi Djemma menjabat setingkat wadana di Kolaka hingga 1923 sebelum diangkat menjadi Datu. Andi Djemma kembali ke Palopo dan mempersiapkan diri menjadi Datu. Beliau Datu Luwu Andi Djemma merupakan Tokoh Utama Pelopor Keberadaan Nahdlatul Ulama (NU) di Tanah Luwu. Bahkan Ketika Andi Djemma menjadi Datu, organisasi kebangsaan dan agama lainnya seperti Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Muhammadiyah berkesempatan menjalankan organisasinya di Kerajaan Luwu.
Menjelang kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Andi Djemma memimpin Gerakan Soekarno Muda dan memimpin Perlawanan Semesta Rakyat Luwu pada 23 Januari 1946. Saat ini, Tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Perlawanan Rakyat Semesta. Perlawanan semesta rakyat Luwu mencatat sejarah karena merupakan perlawanan terbesar dan terluas hingga sepanjang 200 km. Andi Djemma memimpin rakyat Luwu untuk berperang dengan tentara sekutu yang pada saat itu diboncengi tentara NICA (Nedelands Indiscehe Civic Administration).
Pada 5 Oktober 1945, Djemma sempat mengultimatum pihak Sekutu agar segera melucuti tentaranya dan kembali ke tangsinya di Palopo. Ultimatum itu dibalas Gubernur Jenderal Belanda, Van Mook, dengan ultimatum juga. Andi Djemma yang mempunyai lima putera itu baru tertangkap Belanda pada 3 Juli 1946 dan diasingkan ke Ternate. Ia akhirnya meninggal di Makassar pada 23 Februari 1965.
Kini nama Andi Djemma diabadikan sebagai nama jalan di kota Makassar, dahulu bernama jalan landak baru.[1] Pemberian nama ini dilakukan oleh Walikota Makassar Ir. H. Mohammad Ramdhan Pomanto atau biasa dikenal sebagai Danny Pomanto pada bulan oktober 2017.
Selepas Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Andi Djemma pun dibebaskan. Ia kemudian kembali ke Makassar pada Maret 1950.
Andi Djemma wafat di usia 64 tahun pada 23 Februari 1965. Datu Luwu ini pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang dengan upacara militer.
Berselang 37 tahun setelah kematiannya, pemerintah Indonesia mengangkat Andi Djemma sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hal itu diputuskan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 73/TK/2002 pada tanggal 6 November 2002.[2]
Andi Djemma diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan SK Presiden RI No. 073/TK/2002 tanggal 6 November 2002. Selain itu, Andi Djemma juga mendapat penghargaan dari Kementerian Pertahanan (1960) dan Satyalancana Karya tingkat II (1964).[3]