Angampora adalah seni bela diri Sinhala yang menggabungkan teknik pertarungan, pertahanan diri, olahraga, gerak badan, dan meditasi.[1][2] Komponen utama dari angampora adalah angam, yang mencakup pertarungan tangan kosong, dan illangam, yang melibatkan penggunaan senjata asli seperti ethunu kaduwa, tongkat, pisau, dan pedang.[3][4] Komponen lain yang dikenal sebagai maya angam, yang menggunakan mantra dan mantera untuk berperang, juga dikatakan telah ada.[5]
Nama 'Angampora' berasal dari bahasa Sinhala anga- akar kata dari 'tubuh', yang berarti pertarungan fisik dan pora, yang berarti pertarungan. Secara longgar berarti bela diri, yang menggunakan anggota tubuh tanpa menggunakan senjata.[6][5]
Ciri khas Angampora terletak pada penggunaan serangan titik tekanan untuk menimbulkan rasa sakit atau melumpuhkan lawan secara permanen. Petarung biasanya menggunakan teknik menyerang dan bergulat, dan bertarung sampai lawan terjebak dalam kuncian penyerahan sehingga mereka tidak dapat melarikan diri. Penggunaan senjata adalah sebuah kebijaksanaan. Batas pertempuran ditentukan sebelumnya, dan dalam beberapa kasus berupa lubang.[7][5]
Sejumlah lukisan yang berhubungan dengan angampora ditemukan di kuil Buddha di Sri Lanka. Ini termasuk Embekka Devalaya, Viharaya Gadaladeniya Rajamaha, Kuil Gigi, Saman Devalaya (Ratnapura) dan Viharaya Lankathilaka Rajamaha.[8][9]