Aspergillus terreus
| |
---|---|
Taksonomi | |
Superkerajaan | Eukaryota |
Kerajaan | Fungi |
Divisi | Ascomycota |
Kelas | Eurotiomycetes |
Ordo | Eurotiales |
Famili | Trichocomaceae |
Genus | Aspergillus |
Spesies | Aspergillus terreus Thom |
Aspergillus terreus, atau Aspergillus terrestris, adalah jamur yang ditemukan di seluruh dunia di dalam tanah, vegetasi membusuk serta debu, dan banyak ditemukan di daerah beriklim hangat seperti daerah subtropis dan tropis. A. terreus dapat bereproduksi secara seksual. A. terreus biasa digunakan dalam industri untuk menghasilkan asam organik dan enzim yang penting. A. terreus juga digunakan untuk produksi obat lovastatin.
Aspergillus terreus berwarna kecoklatan gelap.[2][3] Pada agar ekstrak malt (MEA) pada 25 °C (77 °F), koloni memiliki dinding bertekstur halus. Terkadang ditemui berumbai lembut seperti rambut.[4] Aspergillus terreus memiliki kepala konidia yang kompak, biseriate, dan kolumnar, memiliki diameter hingga 500 × 30–50 μm. Konidiofor A. terreus halus dan transparan, berdiameter hingga 100–250 × 4–6 μm. Konidia A. terreus berukuran kecil, dengan diameter sekitar 2 μm, berbentuk bulat, berwarna kuning muda hingga hialin atau transparan, seperti kaca).[5] Karakteristik unik spesies ini adalah memiliki aleurioconidia, spora aseksual yang diproduksi langsung pada hifa yang lebih besar dari phialoconidia (berdiameter 6-7 μm). Aleurioconidia dapat memicu peningkatan respons inflamasi.[6][7][8] A. terreus dapat dengan mudah dibedakan dengan spesies Aspergillus lainnya karena memiliki koloni berwarna cokelat kayu manis dan memproduksi aleurioconidia. A. terreus dapat tahan pada suhu tinggi dan optimal tumbuh pada suhu 35–40 °C (95–104 °F), dan tumbuh paling tinggi pada suhu 45–48 °C (113–118 °F) .[9]
Aspergillus terreus menghasilkan spora yang dilepaskan ke udara hingga mencapai jarak tertentu.[10][11] Morfologi jamur ini memungkinkan spora untuk menyebar secara luas melalui aliran udara atau angin.[12] Elevasi dari kepala spora di atas batang yang panjang pada atas permukaan yang tumbuh, dapat memfasilitasi penyebaran spora melalui udara.[13] Tangkai yang panjang pada A. terreus memungkinkan spora untuk dilepaskan ke dalam udara mengalir atau angin.[14] Oleh karena itu A. terreus memiliki peluang lebih tinggi untuk menyebarkan spora pada daerah yang luas. Spora A. terreus yang tersebar bersentuhan dengan material cair atau padat dan mengendap di atasnya, kemudian berkecambah pada kondisi yang ideal. Salah satu faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan jamur adalah kelembapan material. Aktivitas air terendah ( Aw ) yang dapat mendukung pertumbuhan fungi adalah sebesar 0,78.[6] Sehingga toleransinya terhadap kondisi A w yang relatif rendah menyebabkannya dapat ditemukan di berbagai tempat.[11] Tanah tanaman pot juga merupakan salah satu habitat umum yang mendukung pertumbuhan A. terreus, selain kapas, biji-bijian, dan kompos.Tanah yang terkolonisasi juga merupakan reservoir penting bagi infeksi nosokomial.[15]
The Broad Fungal Genome Initiative yang didanai oleh National Institute of Allergy and Infectious Disease melakukan sekuensing genom A. terreus pada tahun 2006. A. terreus mengandung 30-35 Mbp dan sekitar 10.000 gen penyandi protein.[16][17] Identifikasi gen faktor virulensi dalam genom A. terreus berguna dalam pengembangan teknik pengobatan baru pada infeksi A. terreus. Selain itu, mekanisme yang menyebabkan resistensi obat antifungi umum amfoterisin B juga dapat dianalisis dengan pendekatan genomik.[18]
Aspergillus terreus merupakan agen infeksi oportunistik pada hewan dan manusia.[19] A. terreus menyebabkan infeksi sistemik dan superfisial.[20] Spora jamur yang terhirup dan masuk ke saluran pernapasan, menyebabkan infeksi saluran pernapasan umum. Infeksi lainnya yang dapat terjadi yaitu onikomikosis dan otomikosis .[21]
Ketika menginfeksi sel inang, jamur patogen pada umumnya melakukan peralihan ke fase pertumbuhan yang berbeda, yaitu dari struktur miselium ke ragi uniseluler, untuk beradaptasi pada kondisi lingkungan baru. Namun proses ini tidak terjadi pada A. terreus sehingga tidak ada perubahan struktur ketika menginfeksi sel inang, melainkan tetap tumbuh sebagai filamen hifa.[13]
A. terreus dimanfaatkan sebagai agen pengendali jamur patogen perusak tanaman pada bidang pertanian selama beberapa dekade. Namun, pada akhir tahun 1980-an, para peneliti melaporkan A. terreus sebagai jamur patogen pada tumbuhan, seperti gandum dan ryegrass dan juga ditemukan dapat menyebabkan penyakit daun kentang.[22] Infeksi A. terreus mempunyai efek penting karena kentang merupakan tanaman pangan ketiga terpenting di dunia.[23]
Aspergillus terreus juga terbukti mengganggu siklus reproduksi seksual jantan pada organisme model tumbuhan Arabidopsis thaliana. Metabolit sekunder asam aspterrat dan 6-hidroksimelin, yang diekskresikan dapat menghambat produksi serbuk sari, sehingga menjadi steril dan tidak dapat menghasilkan keturunan. Hal ini berdampak pada keragaman genetik pada spesies tumbuhan.[24]
Aspergillus terreus dapat menginfeksi beberapa spesies hewan seperti anjing dan sapi. Umumnya, A. terreus menyebabkan aborsi mikotik pada sapi.[13][25][26] Selain itu, A. terreus yang ditemukan pada anjing, terutama German Shepherd, menyebabkan sinusitis. Penyebarannya dapat menginfeksi organ lainnya seperti limpa dan ginjal serta tulang sehingga menyebabkan osteomielitis tulang belakang.[16]
Pada manusia, A. terreus lebih jarang ditemui sebagai patogen dibandingkan spesies lainnya, terutama A. fumigatus, A. flavus dan A. niger.[19][21] Meskipun demikian, A. terreus terbukti resisten terhadap amfoterisin B. Hal ini berkorelasi dengan tingkat penyebaran yang tinggi dan prognosis penyakit yang buruk dari infeksi A. terreus secara keseluruhan.[27]
Aspergillus terreus menyebabkan infeksi oportunistik paling banyak pada orang immunocompromised seperti pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang menggunakan kortikosteroid, pasien kanker yang menerima pengobatan kemoterapi, atau pasien HIV/AIDS.[13] Selain itu, A. terreus mengeksresikan metabolit beracun yang menyerang sel-sel imunitas seperti neutrofil sehingga memberikan kondisi yang baik bagi jamur untuk berkembang.[21]
Infeksi Aspergillus terreus dapat menyebabkan infeksi superfisial pada manusia yang mempengaruhi lapisan luar tubuh. Biasanya diisolasi dari onikomikosis, sebuah infeksi pada kulit dan kuku manusia yang paling sering dilaporkan di klinik dan rumah sakit.[20][25][26] Infeksi superfisial lain yang umum disebabkan oleh A. terreus yaitu otomycosis (infeksi telinga), yang sebagian besar diisolasi dari pasien yang baru menjalani operasi bedah.[6]
Pengobatan klinis A. terreus menjadi tantangan karena kemampuan resistensinya terhadap amfoterisin B, obat infeksi jamur yang parah.[16][19] Namun, beberapa obat baru, seperti vorikonazol, posaconazole, dan caspofungin, memiliki potensi yang baik dalam mengobati agen infeksi ini.[28]
Identifikasi A. terreus dari spesimen klinis di laboratorium tergolong sulit dan belum ada tes imunologi cepat yang tersedia untuk spesies ini. Identifikasi yang akurat utamanya melalui morfologi biakan pada media kultur. Namun, galur dari A. terreus cenderung bermutasi saat berada dalam sel hewan, sehingga menyebabkan kehilangan atau menurunnya karakteristik kepala spora yang substansial dalam kultur primer. Galur yang demikian memiliki aleurokonidia kecil yang mirip dengan aleurioconidia Blastomyces dermatitidis .
Berdasarkan penelitian, hampir sepertiga dari infeksi A. terreus di rumah sakit ditemukan bersamaan dengan keberadaan tanaman dalam pot di area rumah sakit.[19] Menghilangkan tanaman pot di ruangan pasien yang mengalami imunodefisiensi mungkin berperan dalam pencegahan penyakit. A. terreus terbukti sebagai hal yang umum di lingkungan rumah sakit karena konstruksi dan renovasi rumah sakit di luar yang mana materi tanah dan puing-puing yang terlepas di udara dapat terbawa oleh udara hingga menyebabkan infeksi pada pasien yang sistem imunnya lemah.[29] Tindakan pencegahannya ialah dengan menyediakan filtrasi dan ventilasi udara yang baik pada seluruh ruangan di rumah sakit [30]
Aspergillus terreus menghasilkan beberapa metabolit sekunder dan mikotoksin, diantaranya: citrinin, gliotoxin, patulin, terrein, dan terretonin.[16] Selain itu dihasilkan juga metabolit sekunder lovastatin yang merupakan obat efektif untuk menurunkan kadar kolesterol darah pada manusia dan hewan, mode aksinya yaitu menghambat enzim yang mengkatalisis tahapan dalam biosintesis kolesterol. Lovastatin biasa diproduksi pada fermentasi. Untuk meningkatkan produksi metabolitnya, dibutuhkan nutrisi berupa karbon dan nitrogen yang berperan penting meningkatkan produktivitas fermentasi dan biomassa metabolit lovastatin.[31] Galur A. terreus menggunakan gliserol dan glukosa sebagai sumber karbon produksi lovastatin.[32] Selain itu, A. terreus juga digunakan untuk memproduksi obat simvastatin untuk menurunkan kolesterol.[33]
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |