Bambang Widjojanto | |
---|---|
Lahir | 18 Oktober 1959 Jakarta, Indonesia |
Almamater | Universitas Trisakti Universitas Jayabaya Universitas Padjadjaran |
Pekerjaan | Aktivis, pengacara |
Dikenal atas | Wakil Ketua KPK periode 2011-2015 |
Penghargaan | Kennedy Human Rights Award |
|
Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.H. (lahir 18 Oktober 1959) adalah seorang aktivis dan pengacara Indonesia. Ia pernah memimpin Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan merupakan pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Munir Said Thalib. Bambang Widjojanto termasuk pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), KontraS, dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Bambang Widjojanto meraih penghargaan Kennedy Human Rights Award. Bambang Widjojanto adalah alumnus Universitas Jayabaya tahun 1984.
Pada 23 Januari 2015, Bambang Widjojanto ditangkap oleh Bareskrim Polri terkait kasus keterangan palsu soal penanganan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2010.[1][2][3] Ia dikenakan dengan Pasal 242 juncto pasal 55 KUHP. Meskipun menurut Polri, penangkapan ini tidak ada kaitannya dengan penetapan Budi Gunawan (calon tunggal Kapolri) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi asumsi publik yang terbangun adalah Cicak versus Buaya jilid 2.[4]
Hal ini didasari keyakinan publik karena sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Budi Gunawan yang diusung sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai tersangka korupsi saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian oleh KPK. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan Komjen BG sejak lama sudah mendapatkan catatan merah dari KPK.
Belakangan, Bambang Widjojanto yang terkenal karena kiprahnya sebagai aktivis antikorupsi justru menjadi pengacara untuk tersangka korupsi yang juga mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming.
Di awal kariernya, Bambang banyak bergabung dengan lembaga bantuan hukum (LBH), seperti LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993). Bambang Widjojanto bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus pada periode 1995-2000. Bambang juga pernah menjadi panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 154/2009). Bambang pernah mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dan menjadi pengacara/Tim Penasihat Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengalaman Khusus Pencegahan dan atau Pemberantasan Korupsi, Bambang sempat menjadi anggota Gerakan Anti Korupsi (Garansi), anggota Koalisi untuk Pembentukan UU Mahkamah Konstitusi. Dia bahkan aktif dalam berbagai aktivitas Yayasan Tifa dan Kontras. Dia juga pernah menjadi anggota Tim Gugatan Judicial Review untuk kasus Release and Discharge, dan anggota Tim Pembentukan Regulasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu). Bambang Widjojanto sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.
Bambang diduga terlibat dalam kasus pemberian keterangan palsu sebagai pengacara pada tahun 2010. Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri pada tahun 2015, saat menjabat sebagai wakil ketua KPK, Bambang dituduh terlibat dalam kasus sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, di mana kesaksian palsu Ratna menjadi masalah utama. Meskipun Bambang diduga melanggar Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP, penangkapannya pada 23 Januari di Depok, Jawa Barat, juga memicu perdebatan publik terkait konflik antara KPK dan Polri.
Pada 4 Maret 2016, Jaksa Agung HM Prasetyo mengumumkan keputusan untuk mengesampingkan perkara dua mantan pemimpin KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Meskipun dianggap sebagai langkah yang tepat dalam upaya menanggulangi tindakan sewenang-wenang, keputusan ini masih menjadi kontroversi dan memicu tuntutan keadilan dari masyarakat.
Pada Kamis, 4 April 2024, Yusril mengkritik tindakan Bambang yang melakukan aksi WalkOut saat Eddy menjadi saksi ahli dalam Sidang Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 & 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Yusril menegaskan bahwa tindakan Bambang dianggap tidak tepat mengingat Eddy telah menang di praperadilan atas status tersangka yang menjeratnya, sementara Bambang masih berstatus tersangka hingga saat ini.