Barus | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sumatera Utara | ||||
Kabupaten | Tapanuli Tengah | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | Khairunnisa Marbun, S.STP[1] | ||||
Populasi | |||||
• Total | 18,919 jiwa | ||||
• Kepadatan | 801/km2 (2,070/sq mi) | ||||
Kode pos | 22564 | ||||
Kode Kemendagri | 12.01.01 | ||||
Kode BPS | 1204070 | ||||
Luas | 21,81 km² | ||||
Kepadatan | 801 | ||||
Desa/kelurahan | 11 desa 2 kelurahan | ||||
|
Barus adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kota kecamatan ini berada di Kelurahan Padang Masiang. Barus sebagai kota Emporium dan pusat peradaban pada abad 1 – 17 Masehi. Nama lain Barus saat itu yaitu Fansur. Kecamatan Barus berada di Pantai Barat Sumatera dengan ketinggian antara 0 – 3 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Barus terletak pada Koordinat 02° 02’05” - 02° 09’29” Lintang Utara, 98° 17’18” - 98° 23’28” Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Andam Dewi, sebelah Selatan dengan Kecamatan Sosorgadong, sebelah Timur dengan Kecamatan Barus Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas wilayah kecamatan ini 21,81 km², dan memiliki penduduk pada tahun 2021 berjumlah 18.919 jiwa.[3]
Penduduk kabupaten Tapanuli Tengah berasal dari beragam suku, dan kabupaten ini termasuk yang paling beragam dibanding kabupaten lainnya di kawasan Tapanuli, Sumatera Utara. Hingga abad ke-19, mayoritas etnis yang bermukim di Barus merupakan suku bangsa Minangkabau dan Aceh.[4] Namun sejak terbentuknya Keresidenan Tapanuli di pertengahan abad ke-19, banyak pula etnis Batak Toba dan Pakpak yang bermukim disini.[5] Adanya percampuran budaya antara Minangkabau, Aceh, dan Batak, kemudian membentuk budaya Pesisir yang dipersatukan dalam identitas Islam.[6] Bahasa yang digunakan di Barus adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Minangkabau logat Pesisir, serta Bahasa Batak.
Nilai-nilai kebudayaan Pesisir telah melekat di dalam kehidupan masyarakat, hal ini dilihat dari ragam budaya dan bahasa yang digunakan masyarakat sehari-hari. Penduduk yang tinggal di daerah Pesisir umumnya mempunyai marga sesuai dengan suku induknya. Masyarakat yang berasal dari Batak Toba umumnya memiliki marga, Sitorus, Sibarani, Sarumpaet, Manalu, Situmeang, Pasaribu, Sinaga, Sinambela, Tarihoran, Sitanggang, Sihombing, Pohan, Samosir, dan Limbong. Dari Mandailing ada yang bermarga Nasution, Lubis, Batubara, dan Matondang. Sedangkan orang Minang sebagian besar bersuku/marga Tanjung dan Caniago. Dari etnis Nias ada marga Harefa dan Lase. Begitu juga dari marga Pakpak yakni Gaja dan Tumanggor.
Menurut sejarah, Barus merupakan wilayah awal masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia. Masyarakat di Barus umumnya menganut tiga agama yakni Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Penduduk Barus yang mayoritas berada di daerah Pesisir sebagian besar menganut agama Islam. Bentuk keyakinan lainnya adalah kepercayaan Parmalim yang merupakan agama nenek moyang suku Batak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Tapanuli Tengah 2021 mencatat keberagaman penduduk berdasarkan agama yang dianut. Penduduk di kecamatan ini yang memeluk agama Islam berjumlah 73,03%, yang umumnya dipeluk penduduk Pesisir, Jawa, Minangkabau dan sebagian suku Batak. Kemudian pemeluk agama Kekristenan berjumlah 26,02%, dimana Protestan 15,84% dan Katolik 10,18%, yang umumnya dipeluk penduduk dari suku Batak dan Nias. Sebagian kecil lagi memeluk kepercayaan Parmalim 0,95% dan Hindu kurang dari 0,01%[2] Sementara untuk sarana rumah ibadah, terdapat 18 masjid, 18 musala, 9 gereja Protestan dan 5 gereja Katolik.[2]
Julukan "Kota Tua" seolah telah melekat pada daerah Barus, hal ini karena Barus memiliki sejarah panjang di Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa dulunya Barus merupakan pelabuhan internasional yang disinggahi oleh berbagai pedagang yang berlabuh dari berbagai negeri di belahan dunia dengan berbagai etnis dan suku untuk mendapatkan kapur barus dan rempah-rempah. Untuk menunjang kehidupan yang layak maka perekonomian sangat menentukan tingkat kemakmuran suatu daerah. Profesi masyarakatnya ada yang menjadi nelayan, pegawai, petani dan berdagang. Mata pencarian ini dapat dibagi menjadi berbagai sektor di antaranya sektor perikanan atau kelautan, sektor perindustrian, sektor Jasa dan perdagangan.
Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 247 orang guru SD, mengajar sebanyak 2.728 orang murid pada 22 sekolah. Sementara pada tingkat SLTP terdapat 142 orang guru, mengajar 1.533 orang murid pada 7 sekolah. Selanjutnya pada tingkat SLTA terdapat 84 guru mengajar 1.202 orang murid pada 3 sekolah. Sementara untuk tingkat perguruan tinggi terdapat 42 tenaga pengajar, yang mengajar 792 mahasiswa pada 2 Perguruan Tinggi Swasta di Kecamatan ini. Selain Sekolah negeri di Kecamatan ini juga terdapat sekolah swasta. Dari 22 SD/Sederajat terdapat 14 sekolah negeri dan 8 sekolah swasta. Dari 7 SMP/Sederajat terdapat 2 sekolah negeri dan 5 sekolah swasta sedangkan untuk tingkat SMA/ sederajat hanya ada 2 sekolah negeri dan 1 sekolah swasta.
Untuk tigkat pendidikan tinggi, Barus telah memiliki dua perguruan tinggi yakni Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Alfansuri Sibolga Barus (STIT HASIBA), dan Sekolah Tinggi Kependidikan Ilmu Ilmu Pendidikan (STKIP).
Daerah Barus sekitarnya ditinjau dari segala aspek mempunyai potensi yang sangat besar terutama potensi pariwisatanya. Sektor pariwisata bahari dan keindahan alam lainnya. Hal ini didukung dengan kondisi alam dan masyarakat Barus yang ramah tamah serta banyak objek wisata yang tersebar diwilayahnya. Objek wisata pantai adalah primadona tersendiri yang dimiliki Barus. Disamping itu Kecamatan Barus juga memiliki objek wisata sejarah berupa Benteng Portugis dan makam-makam kuno yang merupakan makam para penyebar agama Islam tempo dulu. Makam yang terkenal adalah Makam Mahligai dan Papan Tinggi.