Bilis | |
---|---|
Bilis, Mystacoleucus padangensis Lukisan menurut Weber dan De Beaufort (1916) | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | M. padangensis
|
Nama binomial | |
Mystacoleucus padangensis | |
Sinonim | |
Capoeta padangensis Bleeker, 1852[2] |
Bilis, bilih atau bako (Mystacoleucus padangensis) adalah sejenis ikan air tawar anggota suku Cyprinidae yang menyebar terbatas (endemik) di pulau Sumatra, terutama di Danau Singkarak dan Danau Maninjau di Sumatera Barat serta sungai-sungai kecil di sekitarnya, termasuk Batang Kuantan di Kabupaten Kuantan Singingi yang berhulu ke Danau Singkarak.[4] Kini ikan bilis juga diintroduksi ke Danau Toba di Sumatera Utara.[5]
Ikan putihan berukuran kecil, panjang total mencapai 116 mm. Sisik-sisik dengan gurat sisi 37–39 buah; moncong dengan dua sungut kecil atau tak ada. Terdapat duri kecil yang mengarah ke depan di muka sirip punggung (procumbent dorsal spine), yang kadang-kadang tersembunyi di bawah sisik.[4][6]
Tinggi tubuh di awal sirip punggung 3½ kali berbanding panjang standar (yakni panjang tanpa sirip ekor). Panjang kepala 4–5 kali berbanding panjang standar. Pangkal sirip punggung kurang lebih sejajar dengan awal sirip perut, kira-kira berbetulan dengan sisik gurat sisi ke-12 atau ke-13, dan terpisah dari belakang kepala oleh 12 sisik.[4]
Rumus sirip punggung IV (jari-jari keras, duri).8–9 (jari-jari lunak, bercabang); sirip dubur III.8; sirip dada I.14–15; dan sirip perut II.9. Jari-jari keras terakhir (yakni duri yang terbesar) pada sirip punggung dengan gerigi di sisi belakangnya. Sirip perut kurang lebih sepanjang sirip dada, tidak mencapai anus, dipisahkan oleh tiga deret sisik dari gurat sisi. Batang ekor dikelilingi 18 sisik.[4]
Ekor menggarpu dalam; sirip-siripnya dengan ujung meruncing. Sisik-sisik berwarna perak, dengan sirip punggung dan sirip ekor bermargin kehitaman.[4]
Bilis merupakan ikan penghuni danau, tetapi beruaya (migrasi) ke arah hulu ketika hendak memijah. Makanan utama ikan ini adalah detritus dan zooplankton; akan tetapi bilis juga mau memakan fitoplankton dan bahan nabati lain yang jatuh ke badan air.[5]
Ikan bilih memijah dengan cara menyongsong aliran air sungai yang bermuara ke danau. Di sekitar Danau Singkarak, sungai-sungai tersebut di antaranya adalah Batang Sumpur, Paninggahan, dan Muaro Pingai. Tampaknya tidak ada musim memijah yang tertentu, karena selalu ada saja induk yang beruaya masuk ke sungai dan bertelur. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar sungai. Ikan ini memilih perairan sungai yang jernih dengan suhu air yang relatif rendah, antara 24–26 °C, dan dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir. Telur-telur dikeluarkan induk-induk ikan di dasar sungai, dibuahi oleh ikan jantan, dan tenggelam ke dasar untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau.[7][8]
Ikan bilis merupakan ikan konsumsi yang penting, setidaknya secara lokal di Sumatera Barat. Ikan ini mendominasi hingga 73,8% produksi ikan Danau Singkarak pada tahun 2003, yang totalnya mencapai 352,3 ton.[7] Namun produksi ini sebetulnya sudah banyak menyusut, apabila dibandingkan dengan produksi pada tahun 1998 sebesar 736,46 ton; dan penyusutan produksi ini sudah diramalkan sebelumnya.[9]
Umumnya ikan bilih diolah dengan cara dikeringkan dan diasinkan sehingga awet untuk waktu yang lama. Ikan ini sempat menjadi komoditas ekspor hingga dijual ke negeri jiran Malaysia dan Singapura. Sayangnya penangkapan yang tidak berwawasan lingkungan inilah yang sempat membawa ikan bilih menuju kepunahan.
Di habitat aslinya, selain upaya penebaran ikan bilih yang dihasilkan dari pembenihan, penyediaan suaka buatan dianggap menjadi alternatif lebih baik untuk menyelamatkan populasinya dari kepunahan. Oleh karena itu, pada tahun 2003 model suaka buatan untuk ikan bilih telah dibangun di Batang Sumpur di Kabupaten Pasaman Barat, salah satu sungai yang bermuara ke Danau Singkarak. Suaka tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk memproduksi benih ikan bilih secara alami. Hasil evaluasi rnenunjukkan bahwa suaka buatan dapat berfungsi baik, sehingga suaka sejenis perlu dibangun di beberapa lokasi penangkapan seperti di Sungai Paninggahan dan Muara Pingai sebagai sentra penangkapan ikan bilih dengan sistem alahan.[7]
Awalnya, Ikan bilih dianggap hanya bisa hidup di Danau Singkarak, tetapi sejak tahun 2003, ikan bilih mulai dicoba untuk diperkenalkan untuk dibudidayakan di luar danau tersebut. Melalui penelitian Institut Pertanian Bogor dihasilkan bahwa ikan bilih dengan penanganan tertentu dapat diperkenalkan ke habitat danau lain. Hingga saat ini danau lain sebagai tempat budidaya baru ikan bilih adalah Danau Toba di Sumatera Utara.
Bilih dalam bahasa Minangkabau juga berarti ‘iblis’ atau ‘setan’. Namun asal nama ikan ini sebetulnya adalah pelafalan Minang untuk ‘bilis’, yakni ikan-ikan kecil sebangsa teri; dikarenakan bentuk yang menyerupai satu sama lain walau sebenarnya sangat jauh kekerabatannya.
Bilis berkerabat dekat dengan genggehek (Mystacoleucus marginatus) yang sebarannya lebih luas. Genggehek bertubuh lebih besar, hingga 200 mm.