Daniel Yusmic Pancastaki Foekh | |
---|---|
Hakim Konstitusi Republik Indonesia | |
Mulai menjabat 7 Januari 2020 | |
Ditunjuk oleh | Joko Widodo |
Presiden | Joko Widodo |
Pengganti Petahana | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 15 Desember 1964 Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia |
Almamater | |
Pekerjaan | Hakim |
Profesi | Akademisi |
Sunting kotak info • L • B |
Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.Hum. (lahir 15 Desember 1964) adalah seorang hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 7 Januari 2020. Sebelum berkarier sebagai hakim konstitusi, Daniel merupakan seorang akademisi yang mengajar di Universitas Atma Jaya Jakarta.
Daniel lahir dan besar di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ayahnya adalah seorang guru dan penilik sekolah yang pernah bertugas di Kefamenanu dan Pulau Rote. Ia lulus dari SMA Negeri 1 Kupang pada tahun 1985.[1]
Di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Daniel pada awalnya memilih jurusan hukum perdata. Namun, terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengenai Peradilan Tata Usaha Negara membuat ia memilih jurusan hukum tata negara.[1] Di kampus, ia aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), sampai menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum di PP GMKI. Ia lulus dengan gelar Sarjana Hukum pada tahun 1990.[1]
Selepas sempat gagal menjadi wartawan dan bekerja sebagai karyawan swasta, Daniel memutuskan untuk melanjutkan studi magisternya dalam bidang hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pada saat berkuliah di UI, ia mewakili GMKI di forum Kelompok Cipayung dan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia, yang terdiri atas aktivis-aktivis dari organisasi mahasiswa besar seperti GMKI, PMKRI, HMI, GMNI, dan PMII,.[1] Kesibukan kuliahnya membuat ia meninggalkan dunia aktivisme. Ia lulus pada tahun 1998 dengan dibimbing Jimly Asshiddiqie, yang pada saat itu menjabat sebagai asisten Wakil Presiden B.J. Habibie dan kelak menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi yang pertama.[1] Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di UI yang diselesaikannya pada tahun 2010.[1]
Setelah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Daniel diterima menjadi dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya di Jakarta. Di Atma Jaya, ia mengajar mata kuliah hukum tata negara, hukum tata negara darurat, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi. Ia juga pernah dipercaya menjadi Kepala Bagian Hukum Tata Negara[2] dan Wakil Dekan Fakultas Hukum.[1]
Sebagai akademisi, Daniel banyak meneliti tentang aspek darurat dalam hukum tata negara Indonesia dan tentang kekuasaan kepresidenan.[3][4] Tesis magisternya di UI berjudul "Pengaruh Kekuasaan Presiden terhadap Upaya Menegakkan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dalam Perspektif Yuridis-Politis: Suatu Analisis Lima Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945".[5] Sedangkan, disertasi doktoralnya berjudul "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang: Suatu Kajian dari Perspektif Hukum Tata Negara Normal dan Hukum Tata Negara Darurat".[6]
Selain itu, Daniel juga aktif di Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK).[7]
Pada tahun 2003, Daniel pernah mendaftar untuk menjadi hakim MK dari unsur pemerintah, namun gagal karena tidak memenuhi syarat.[7]
Daniel kembali mendaftar menjadi calon hakim MK pada tahun 2019 untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah akan habis masa jabatannya. Ia lolos menjadi salah satu dari delapan orang kandidat selepas seleksi administrasi dan tertulis pada bulan Desember 2019.[8] Bersama Komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan anggota Komisi Pemilihan Umum Ida Budhiati, Daniel menjadi salah satu dari tiga nama yang diajukan oleh panitia seleksi kepada Presiden.[9][10]
Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara bersama Suhartoyo pada 7 Januari 2020.[11][12]
Pada kontroversi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bulan September 2019, Daniel berpandangan bahwa Presiden tidak perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh karena tidak adanya kegentingan yang memaksa.[13][14][15]
Dari pernikahannya dengan Sumiaty, Daniel dikaruniai tiga orang anak.[1]
Selain di dunia hukum, Daniel aktif dalam beberapa organisasi dan lembaga sosial seperti Majelis Pendidikan Kristen, Yayasan Komunikasi Indonesia, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Gereja Protestan di Indonesia, dan di Komisi Hukum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.[1]