Distorsi kognitif

Distorsi kognitif adalah berpikiran secara berlebihan dan tidak rasional yang menyebabkan gangguan psikologis tertentu. Kognitif berasal dari bahasa Latin abad pertengahan cognitīvus, atau cognit yang artinya dikenal. Distorsi bermakna tindakan memutar atau mengubah sesuatu dari keadaan sebenarnya atau aslinya.[1] Teori distorsi kognitif pertama kali diajukan oleh David D. Burns, MD.[2] Individu yang mengalami distorsi kognitif menyebabkan pikirannya merasakan realitas secara tidak akurat. Menurut Aaron T. Beck, distorsi kognitif merupakan pandangan negatif tentang realitas, terkadang disebut skema negatif yang menjadi faktor dalam gejala disfungsi emosional dan kesejahteraan subjektif yang kurang baik.[3] Pola berpikir yang negatif akan memperkuat emosi dan pikiran negatif. Selama individu tersebut berada dalam keadaan sulit, pikiran-pikiran yang terdistorsi ini dapat berkontribusi pada pandangan negatif yang menyeluruh di realitas dan bahkan menyebabkan keadaan mentalnya depresi atau cemas.[4][5]

Tipe-tipe depresi yang merupakan gejala adanya distorsi negatif pada seseorang.

Sekitar tahun 1972, Aaron T. Beck yang merupakan seorang psikiater dan ahli terapi kognitif, melakukan penelitian terhadap gangguan psikologis seperti depresi. Berdasarkan penelitiannya tersebut, ia menulis sebuah buku yang berjudul Depression: Causes and Treatment.[6] Di buku tersebut dijelaskan model teoritis yang komprehensif dan didukung secara empiris terkait penyebab, gejala, dan perawatan terhadap gangguan psikologis depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Beck tersebut kemudian dilanjutkan oleh muridnya David D. Burn. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh gurunya dan melakukan beberapa penyesuaian, ia juga menerbitkan buku berdasarkan penelitiannya tersebut yang berjudul Feeling Good: The New Mood Therapy. Buku tersebut berisi pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh gurunya sebelumnya dan menggambarkan depresi hingga adanya distorsi kognitif. Selain itu, buku yang ditulis Burn menjadi rujukan untuk membantu sesorang yang mengalami gejala distorsi kognitif.[7][8]

Contoh dari beberapa jenis distorsi kognitif yang dialami oleh seseorang.

Distorsi kognitif memiliki beberapa jenis yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan yang berbeda.[9][10]

Pemikiran yang Terpolarisasi

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini melihat sesuatu dalam hitam atau putih, tidak terdapat ruang untuk abu-abu diantaranya.[11] Hal tersebut membuat seseorang sulit keluar dari gangguan psikologis yang dialaminya. Mereka merasa bahwa jika telah gagal sekali, maka selanjutnya akan gagal total sehingga tidak ada kemauan untuk memperbaikinya. Contohnya adalah ketika seseorang yang berkomitmen untuk membaca buku setiap hari, namun pada suatu hari ia melewatkannya. Hal itu membuat ia merasa telah melanggar komitmennya dan justru berhenti membaca buku untuk seterusnya.[3]

Generalisasi yang Berlebihan

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini menganggap suatu kejadian akan selamanya terjadi seperti itu, walaupun kejadiannya hanya satu kali atau pada satu pengalaman saja. Contohnya adalah ketika seorang pelajar gagal dalam satu ujian dan ia berpikir bahwa ia tidak akan pernah lulus dalam ujian berikutnya dan ia akan dikeluarkan dari sekolah.[9]

Filter Mental

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini terjadi ketika seseorang hanya melihat segala sesuatu dari sisi negatif dan menyangkal sisi positifnya.[12] Contohnya ketika seorang pekerja mendapat banyak pujian dalam presentasinya dan mendapat sedikit kritik, setelah presentasi itu ia hanya terus memikirkan kritik yang diterimanya tanpa melihat banyaknya pujian yang ia dapatkan. Dalam contoh tersebut, ia melupakan semua reaksi positif yang ia terima dan terus berpikiran negatif terhadap kritik yang dilayangkan padanya.[13]

Mendiskualifikasi hal positif

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini menganggap semua perbuatan, tindakan, hal-hal positif yang dilakukannya tidak berarti apa-apa. Pada jenis ini juga ditemukan indikasi seseorang yang kurang yakin dengan kemampuannya sendiri. Hal-hal seperti pujian, hadiah, atau penghargaan dari orang lain akan ditanggapi dengan negatif.[14] Contohnya ketika seseorang yang melakukan suatu pekerjaan dengan sangat baik, namun ia berpikir itu bukan berarti ia kompeten melainkan hanya beruntung.[12][15]

Membesarkan atau mengecilkan suatu hal

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini memiliki kecendrungan untuk membesarkan atau menganggap kecil suatu hal dan mengabaikan hal-hal positif. Distorsi kognitif jenis ini juga disebut sebagai Catastrophizing yang cenderung membesar-besarkan hal negatif yang terjadi pada seseorang. Contohnya ketika seseorang melihat keberhasilan orang lain sebagai hal yang perlu dibesar-besarkan, sedangkan kegagalan diri sendiri selalu dianggap hal yang negatif.[16]

Penalaran emosional

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini melakukan pembenaran terhadap apa yang diinginkannya menggunakan emosi atau perasaan saja. Pemikirannya hanya terpusat oleh perasaan atau emosi yang ada padanya dan mengacuhkan keadaan atau kondisi yang sebenarnya.[17] Contohnya ketika sesorang merasa sulit sekali menulis artikel tanpa pernah memikirkan cara membuat atau cara melakukannya dengan lebih mudah, sehingga ia merasa sia-sia saja untuk mencoba mengerjakannya.[14][18]

Langsung menyimpulkan

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini mudah menyimpulkan sesuatu tanpa adanya pembuktian, evaluasi yang rasional, dan tanpa adanya kemunginan lain.[19] Umumnya terdapat dua kebiasaan yang dilakukan penderita distorsi kognitif jenis ini, yaitu menyimpulkan berdasarkan membaca pikiran orang lain dan menerka-nerka suatu peristiwa. Membaca pikiran orang lain yang dimaksud adalah ketika seseorang menyimpulkan bahwa orang lain sedang memikirkan hal-hal negatif tentang dirinya, padahal ia tidak tau fakta yang sebenarnya. Contohnya ketika seseorang sedang berjalan sendirian, ia pasti berpikiran bahwa orang-orang menganggap dirinya seorang yang penyendiri dan tidak punya teman. Kebiasaan yang kedua yaitu memprediksi atau menerka hasil suatu peristiwa atau kejadian.[20] Contohnya seseorang berkata pada dirinya bahwa sejauh apapun ia berusaha, maka ia tak akan pernah mencapai atau meraih sesuatu.[21]

Merasa selalu benar

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini menganggap dirinya selalu benar dan pandangan orang lain salah. Distosi ini ditandai dengan mengutamakan pendapat atau pandangannya, membuktikan bahwa ia benar, dan lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan orang lain. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang menilai cara mengaduk kopi yang benar itu adalah searah jarum, jika ada pandangan selain itu, maka dianggap salah olehnya.[3]

Menyalahkan diri sendiri atau orang lain

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap peristiwa yang bukan salahnya atau malah menyalahkan orang lain. Ia juga akan melihat atau memandang sesuatu secara berlebihan. Ketika menyalahkan orang lain, ia akan lari dari tanggung jawabnya dan menunjuk orang lain sebagai penyebab suatu permasalahan. Contoh menyalahkan diri sendiri adalah ketika seorang anak yang tinggal di panti asuhan merasa bahwa ia belum juga diadopsi dikarenakan ia tidak cukup pantas untuk dicintai. Sedangkan contoh ketika menyalahkan orang lain adalah saat pasangan suami istri yang memiliki masalah perkawinan menyalahkan pasangannya dan menyuruh bertangungjawab.[9]

Memberi label

[sunting | sunting sumber]

Distorsi kognitif jenis ini memberikan penilaian kepada orang lain atau diri sendiri tanpa melihat keadaan, tindakan, dan alasannya. Ia akan langsung memberikan label atau menandai sesorang atau dirinya sendiri dengan karakter yang ada dipikirannya. Contohnya ketika seseorang menganggap dirinya jelek dan tidak mungkin ada yang suka.[13]

Restrukturisasi kognitif

[sunting | sunting sumber]
Depresi yang sudah parah dapat menyebabkan depresi penyebaran kortikal (Cortical Spreading Depression) yang merupakan gangguan psikologis pada penderita distorsi kognitif.

Restrukturisasi kognitif merupakan bentuk terapi yang sering digunakan dalam mengidentifikasi dan juga mencegah distorsi kognitif atau depresi.[22] Prosedur yang dilakukan oleh terapis di tahap awal adalah mengidentifikasi jenis stres atau depresi yang diderita oleh pasien.[23][24] Selanjutnya adalah membuat pasien merasakan hal-hal yang terjadi padanya adalah kenyataan yang tidak selamanya buruk. Pasien menganggap hal-hal negatif pada dirinya adalah sesuatu yang tidak dapat diacuhkan, terapis membantunya melihat kenyataan dengan sisi positifnya. Terapi kognitif membantu menghilangkan mengurangi pemikiran pasien yang selalu menganggap semua hal yang terjadi padanya adalah sesuatu yang buruk dan negatif.[25] Menurut Beck, terapi kognitif juga membantu mengurangi perasaan tidak berharga, perasaan cemas yag berlebihan, dan gejala lain yang menunjukkan kelainan pada mental seseorang.[26][27][28]

Terapi jenis ini juga dapat membantu gejala distorsi kognitif seperti gangguan kepribadian narsistik. Seseorang dengan gangguan kerpibadian ini cenderung tidak realistis, menganggap diri mereka superior, dan tidak melihat kelemahan yang ada pada dirinya.[29] Jika ia berdebat dengan seseorang, ia akan menonjolkan kehebatan dirinya dan berusaha melindungi dirinya jika merasa disalahkan. Gangguan kepribadian ini juga termasuk gangguan psikologis yang berujung adanya indikasi distorsi kognitif.[30]

Dekatastropik

[sunting | sunting sumber]

Dekatastropik atau decatastrophizing merupakan salah satu terapi kognitif yang dapat membantu penderita distorsi kognitif. Tujuan dari terapi ini adalah membantu seseorang melakukan evaluasi terhadap situasi permasalahannya agar ia tidak memandang masalah tersebut secara berlebihan.[31] Terapis juga dapat membantu pasien atau penderita distorsi kognitif ini agar mengubah persepsi pasien terhadap cara pandangnya dalam melihat suatu masalah. Jenis distorsi kognitif yang biasanya terjadi untuk dilakukan terapi kognitif ini adalah jenis catastrophizing atau dikenal juga dengan membesarkan dan mengecilkan suatu peristiwa yang dialami seseorang.[32][33] Selain itu, kondisi seseorang yang mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan dan psikosis juga dapat diminimalisir dengan terapi kognitif ini.[34][35]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Definition of DISTORTION". www.merriam-webster.com. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  2. ^ Beck, Aaron T (1975). Cognitive Therapy and the Emotional Disorders. International Universities Press Inc. hlm. 63. ISBN 0-8236-0990-1. 
  3. ^ a b c "15 Common Cognitive Distortions | Psych Central". web.archive.org. 2009-07-07. Archived from the original on 2009-07-07. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  4. ^ "APA PsycNet". psycnet.apa.org. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  5. ^ Helmond, Petra; Overbeek, Geertjan; Brugman, Daniel; Gibbs, John C (2015). "A meta-analysis on cognitive distortions and externalizing problem behavior" (PDF). CRIMINAL JUSTICE AND BEHAVIOR. 42 (3): 245–262. doi:10.1177/0093854814552842. 
  6. ^ Beck, Aaron T. (1972). Depression; Causes and Treatment. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. hlm. 18. ISBN 978-0-8122-7652-7. 
  7. ^ Burns, David D. (1980). Feeling Good: The New Mood Therapy. New York: Morrow. hlm. 155. ISBN 978-0-688-03633-1. 
  8. ^ Roberts, Joe. "History of Cognitive Behavioral Therapy". National Association of Cognitive Behavioral Therapists Online Headquarters. National Association of Cognitive Behavioral Therapists. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-06. 
  9. ^ a b c Burns, David D. (1989). The Feeling Good Handbook: Using the New Mood Therapy in Everyday Life. New York: W. Morrow.
  10. ^ Tagg, John (1996). "Cognitive Distortions." Diarsipkan 2011-11-01 di Wayback Machine.
  11. ^ "15 Cognitive Distortions to Blame for Your Negative Thinking". Psych Central. 2021-05-06. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  12. ^ a b David D. Burns (1989). The feeling good handbook. Internet Archive. W. Morrow. ISBN 978-0-688-01745-3. 
  13. ^ a b Dinisari, Mia Chitra (2021-10-26). Anggela, Ni Luh, ed. "5 Jenis Distorsi Kognitif yang Perlu Anda Ketahui, Agar Tak Menyesal di Kemudian Hari". Bisnis.com. Diakses tanggal 2021-12-11. 
  14. ^ a b Hanafi, Habib. "Kenali 11 Jenis Distorsi Kognitif, Salah Satunya Mungkin Kamu Alami - Kabar Lumajang - Halaman 3". kabarlumajang.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 2021-12-11. 
  15. ^ "Disqualifying the Positive". www2.palomar.edu. Diakses tanggal 2021-12-16. 
  16. ^ Nugroho, Andreas Rian (2019). "Konsep Creative Counseling untuk Mengatasi Irrational Belief" (PDF). SELARAS. 2 (1): 61. ISSN 2621-0614. 
  17. ^ Yusuf, Umar; Setianto, R. Luki (2013). "Efektivitas Cognitive Behavior Therapy terhadap Penurunan Derajat Stres" (PDF). MIMBAR. 29 (2): 182. ISSN 0215-8175. 
  18. ^ "How to Positively Conquer Common Cognitive Distortions". Verywell Mind. Diakses tanggal 2021-12-16. 
  19. ^ Siregar, Elna Yuslaini; Siregar, Rodiatul Hasanah (2013). "Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Terhadap Pengurangan Durasi Bermain Games Pada Individu Yang Mengalami Games Addiction" (PDF). Jurnal Psikologi. 9 (1): 22. 
  20. ^ Knapp, Paulo; Beck, Aaron (2008-08-08). "Cognitive Therapy foundations, conceptual models, applications, research". Revista brasileira de psiquiatria (São Paulo, Brazil : 1999). 30 Suppl 2: 58. 
  21. ^ "Cognitive Distortions: Mind Reading". Cognitive Behavioral Therapy Los Angeles. Diakses tanggal 2021-12-16. 
  22. ^ Gil, Pedro J. Moreno; Carrillo, Francisco Xavier Méndez; Meca, Julio Sánchez (2001). "Effectiveness of cognitive-behavioural treatment in social phobia: A meta-analytic review" (PDF). Psychology in Spain. 5 (1): 17–25. 
  23. ^ Martin, Ryan C.; Dahlen, Eric R. (2005). "Cognitive emotion regulation in the prediction of depression, anxiety, stress, and anger". Personality and Individual Differences. 39 (7): 1249–1260. doi:10.1016/j.paid.2005.06.004. 
  24. ^ Nalini, N. R; Kumaraiah, V; Subbakrishna, D K (1996). "Cognitive behaviour therapy in the treatment of neurotic depression" (PDF). NIMHANS Journal. 14 (1): 31–35. 
  25. ^ Hans, Eva; Hiller, Wolfgang (2013). "Effectiveness of and Dropout From Outpatient Cognitive Behavioral Therapy for Adult Unipolar Depression: A Meta-Analysis of Nonrandomized Effectiveness Studies". Journal of Consulting and Clinical Psychology. 81 (1): 75– 88. doi:10.1037/a0031080. 
  26. ^ Diagnostic and statistical manual of mental disorders : DSM-5. Internet Archive. Arlington, VA : American Psychiatric Association. 2013. hlm. 155. ISBN 978-0-89042-554-1. 
  27. ^ Powell, Vania Bitencourt; Abreu, Neander; Oliveira, Irismar Reis de; Sudak, Donna (2008). "Cognitive-behavioral therapy for depression". Brazilian Journal of Psychiatry. 30 (2). 
  28. ^ Clark, David A; Beck, Aaron T (2010). Cognitive Therapy of Anxiety Disorders (PDF). New York: The Guilford Press. hlm. 404. ISBN 978-1-60623-434-1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-17. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  29. ^ Beck, Judith S. (2011). Cognitive Behavior Therapy (PDF). New York: The Guilford Press. hlm. 364. ISBN 978-1-60918-504-6. 
  30. ^ Millon, Theodore; Carrie M. Millon; Seth Grossman; Sarah Meagher; Rowena Ramnath (2004). Personality Disorders in Modern Life (PDF). John Wiley and Sons. hlm. 337. ISBN 978-0-471-23734-1. 
  31. ^ Dobson, Keith S (2008). Cognitive Therapy for Depression (PDF). New York: The Guilford Press. hlm. 15. 
  32. ^ Theunissen, Maurice; Peters, Madelon L.; Bruce, Julie; Gramke, Hans-Fritz; Marcus, Marco A. (2012). "Preoperative Anxiety and Catastrophizing". The Clinical Journal of Pain. 28 (9): 819–841. doi:10.1097/ajp.0b013e31824549d6. PMID 22760489. 
  33. ^ Cully, Jeffrey A; TETEN, Andra L. (2008). A Therapist's Guide to Brief Cognitive Behavioral Therapy (PDF). Washington, DC: Department of Veterans Affairs. hlm. 45. 
  34. ^ Moritz, Steffen; Schilling, Lisa; Wingenfeld, Katja; Köther, Ulf; Wittekind, Charlotte; Terfehr, Kirsten; Spitzer, Carsten (2011). "Persecutory delusions and catastrophic worry in psychosis: Developing the understanding of delusion distress and persistence". Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry. 42 (September 2011): 349–354. doi:10.1016/j.jbtep.2011.02.003. PMID 21411041. 
  35. ^ Theunissen, Maurice (2017). Understanding factors affecting postoperative quality of life (PDF). Maastricht: Universitaire Pers Maastricht. hlm. 26. ISBN 978 94 6159 701 4. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]