Distribusi pangan adalah proses di mana populasi manusia dipasok dengan pangan. Food and Agricultural Organization memandang bahwa distribusi pangan merupakan bagian dari sistem pangan.[1] Proses dan metode distribusi pangan dapat berbeda-beda di setiap lokasi. Distribusi pangan telah sejak ribuan tahun yang lalu menentukan karakter perilaku manusia di seluruh lapisan masyarakat. hampir seluruh pemerintahan dan masyarakat memiliki kekhasan yang terbentuk oleh sistem yang mendukung distribusi pangan.
Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas distribusi pangan, di antaranya peperangan, kegagalan ekonomi, masalah politik, dan kondisi cuaca.[1] Dua contoh kasus di mana peperangan dan kegagalan ekonomi mempengaruhi secara negatif distribusi pangan yaitu runtuhnya Kekaisaran Jepang setelah perang dunia kedua, dan resesi di Sub-Sahara Afrika pada tahun 1970an dan 1980an. Pada kedua kasus, distribusi pangan terganggu dan populasi di kawasan tersebut mengalami penderitaan.[2][3]
Berbagai organisasi khusus hadir saat ini untuk mencegah keruntuhan total sistem distribusi pangan, membantu mengembangkan sistem distribusi pangan di kawasan yang kurang terbangun, serta merespon krisis pangan yang sedang berlangsung. Pada tingkat internasional, FAO memiliki peran penting dalam memfasilitasi pertumbuhan sistem distribusi pangan di seluruh dunia.[4] Pada tingkat nasional, masing-masing negara mengembangkan sistem pendukung yang cukup kompleks, dapat melibatkan banyak pihak seperti di Amerika Serikat di mana pengamanan sistem distribusi pangan dapat melibatkan pemerintah federal, organisasi nirlaba, dan organisasi sukarelawan sekaligus.[5] Di dalam Amerika Serikat sendiri, masalah pada sistem distribusi pangan dapat menyebabkan kerawanan pangan. "Industri serupa bank pangan" secara alamiah terbentuk di dalam negara tersebut di mana berbagai organisasi menggunakan strategi bisnis dan perdagangan di dalam sektor distribusi pangan untuk menyalurkan makanan kepada komunitas yang membutuhkan.[6]
Dokumentasi sejarah yang paling jelas mengenai distribusi pangan datang dari Republik Romawi dan Kekaisaran Romawi. Banyak penguasa Romawi yang diminta untuk menentukan metode distribusi pangan terbaik untuk kawasan Mediterania. Dikarenakan keinginan orang-orang Romawi dapat berubah-ubah seiring waktu, begitu pula rencana distribusi pangan pemimpin mereka. Di beberapa abad setelah kematian Yesus Kristus, sistem Annona menjadi penting dalam distribusi pangan Romawi. Dengan luas kekaisaran yang semakin luas dan akses terhadap bahan pangan berubah, permintaan terhadap serealia dan minuman anggur meningkat secara drastis hingga keduana menjadi ikon dalam budaya pangan Romawi.[7]
Komoditas pangan yang paling dicari masyarakat setelah keruntuhan Romawi terus menemukan kendalam di dalam distribusinya. Di tempat lain, sistem distribusi di Amerika Utara dan Amerika Latin telah berkembang dengan cara yang berbeda dan menghadapi masalah yang berbeda pula. Sistem distribusi pangan di Amerika Serikat amatlah luas dalam hal ukuran dan jumlah, dan didominasi oleh industri dan korporasi. Sedangkan metode distribusi pangan di Amerika Serikat saat ini amat bergantung pada jaringan infrastruktur dan transportasi yang maju.[5][8] Di negara-negara yang kurang berkembang seperti di Amerika latin, sistem distribusi pangannya tidak serupa dengan Amerika Serikat.[9]
Diet tradisional Romawi terdiri dari serealia, buah-buahan, minyak zaitun, daging, dan minuman anggur. Di antara semua itu, serealia merupakan yang paling penting.[7] Saat Roma mencapai taraf tertingginya, diperkirakan 150 ribu ton serealia dan jutaan liter air dan minuman anggur didistribusikan di dalam kota tersebut.[10] Secara tradisional, distribusi pangan merupakan tanggung jawab pemerintah Romawi demi menjamin ketersediaan bahan pangan di tengah-tengah masyarakat. Pejabat pemerintah terkadang akan membeli makanan dan menjualnya kembali tanpa mencari keuntungan.[7] Saat Romawi menjadi kekaisaran, tanah yang terjajah akan membayar pajak dengan menggunakan serealia, yang sangat membantu mencegah krisis pangan di dalam kekaisaran.[10]
Annona, yang memiliki makna "pengembalian tahunan", menjadi bukti pertama sebuah distribusi pangan yang solid dan terorganisasi di dalam Republik Romawi. Awalnya annona mencatat distribusi serealia dan roti di dalam masyarakat. Seiring waktu, annona menjadi sinonim dengan distribusi segala macam jenis bahan pangan yang menjadi bahan di dalam hidangan Romawi Kuno. Annona awalnya berfungsi pada tahun 500 SM hingga 50 SM dan mendapatkan pengaruh lebih banyak di abad-abad setelahnya. Praktek yang secara khusus mencatat distribusi serealia kepada masyarakat kelas plebeian, yang disebut dengan frumentationes, mendapatkan pengaruh di sekitar tahun 120 SM dan melengkapi sistem annona dalam menyalurkan bahan pangan kepada orang Romawi. Kaisar Augustus di antara tahun 8 M dan 14 M mengganti sistem annona. Ia secara resmi membentuk jabatan prefectus annonae, pejabat yang bertanggung jawab kepada pemerintah pusat dalam hal ini. Sebelum prefectus annonae terbentuk, sistem annona ditangani pejabat pemerintah lokal yang disebut dengan aedile. Pejabat annona kaisar Augustus mengawasi transportasi, penimbangan, inspeksi, dan penyimpanan bahan pangan.[7]
Distribusi fisik bahan pangan di seluruh kawasan kekaisaran Romawi bervariasi berdasarkan lokasi dan jenis makanannya. Beberapa bahan pangan dibawa menggunakan kapal dan kemudian didistribusikan begitu bahan pangan mencapai pelabuhan. Lainnya, terutama daging, dibawa melalui jalur darat. Peraturan khusus diterapkan pada distribusi minyak zaitun karena kekaisaran membuat kontrak dengan produsen minyak zaitun di seluruh kawasan Mediterania. Sistem distribusi bebas pajak harian khusus minyak zaitun diterapkan pada era Kaisar Severus Alexander. Sistem distribusinya berlangsung selama beberapa abad setelahnya. Sedangkan minuman anggur tidak sebebas minyak zaitun meski mereka dijual dengan harga yang murah.[7]