Dou Jiande (Hanzi: 窦建德, 573-621) atau juga dikenal sebagai Pangeran Xia (夏王), adalah seorang pemimpin pemberontakan petani pada akhir Dinasti Sui yang berkuasa atas wilayah Hebei. Ia dianggap sebagai pemimpin pemberontak terbaik saat itu. Setelah kekalahannya dalam Pertempuran Hulao dari Dinasti Tang, ia ditangkap dan dihukum mati. Sekalipun telah tiada, kharisma dan kenangan atas dirinya masih membekas dihati anak buahnya, sehingga tak lama setelah ia dihukum mati, Liu Heita, salah satu jenderal kesayangannya memberontak terhadap pemerintah Tang hingga akhirnya ditumpas tahun 623.
Dou Jiande dilahirkan di Kabupaten Zhangnan (sekarang Handan, Provinsi Hebei) pada masa Dinasti Sui. Sejak muda ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan suka menolong orang susah sehingga namanya terkenal di wilayah tempat tinggalnya. Pernah suatu ketika, seorang teman sekampungnya ditinggal mati orang tuanya, tetapi ia terlalu miskin untuk memakamkan mereka dengan layak. Saat itu Dou yang sedang mencangkul sawahnya segera meninggalkan pekerjaannya untuk mendatangi temannya itu dan membantunya menguburkan kedua orang tuanya. Ia menuai banyak pujian dari orang-orang sekampung karena kejadian ini. Ia pernah diangkat sebagai pemimpin di wilayahnya, tetapi sempat kabur untuk sementara waktu karena dituduh melakukan perbuatan kriminal, ia baru kembali setelah mendapat pengampunan dari pengadilan. Ketika ayahnya meninggal, ribuan orang menghadiri pemakamannya, tetapi Dou menolak semua sumbangan dukacita mereka.
Tahun 611, Kaisar Yang dari Sui merekrut banyak orang untuk kampanye militer menyerang Kerajaan Goguryeo, Korea. Dou masuk dalam daftar perekrutan dan ia mengepalai 2000 orang yang akan dikirim ke Korea. Pada saat yang sama banjir melanda wilayah timur Pegunungan Taihang. Salah satu teman sekampung Dou bernama Sun Anzu, yang juga masuk dalam daftar, kehilangan rumahnya akibat bencana itu, istrinya juga meninggal akibat kelaparan. Karena itu, Sun meminta pembebasan dari wajib militer pada seorang pejabat lokal, tetapi pejabat itu malah murka dan mencambukinya. Sun membunuh pejabat itu lalu melarikan ke rumah Dou yang bersedia menyembunyikannya. Dou berkata pada Sun, “Ketika Kaisar Wen memerintah, kekaisaran ini begitu makmur dan sejahtera. Kini Kaisar Yang merekrut jutaan orang untuk berperang sia-sia melawan Goguryeo, ditambah lagi kini kita harus menghadapi banjir dan kelaparan, orang-orang yang dipanggil tidak pernah kembali. Namun kaisar tidak pernah memedulikan semua ini malahan memimpin secara pribadi pasukannya menuju ke Goguryeo. Sungguh kekaisaran ini akan segera terjerumus dalam kekacauan. Barangsiapa yang lolos dari kematian hendaknya melakukan hal-hal besar, untuk apa kau disini sebagai buronan ?”
Kemudian ia mengumpulkan ratusan orang dari daerahnya untuk dipimpin oleh Sun, mereka pun menjadi bandit di wilayah pelabuhan Gaoji. Sementara itu di Qinghe (sekarang Xingtai, Hebei) yang masih satu provinsi juga berkuasa komplotan bandit lainnya yang dipimpin oleh Gao Shida dan Zhang Jincheng. Mereka tahu dan kagum akan reputasi Dou sehingga tidak pernah mengganggu wilayahnya. Para pejabat lokal dari wilayah sekitar mencurigai Dou berkomplot dengan para bandit itu sehingga pada suatu ketika Dou sedang tidak di rumah, mereka menyerbu rumahnya dan membunuh keluarganya. Bersama 200 orang, Dou melarikan diri ke wilayah Gao yang mengklaim diri sebagai Adipati Donghai, Gao mengangkatnya sebagai jenderal. Tak lama kemudian Sun Anzu dibunuh oleh Zhang dan sebagian besar bawahan Sun melarikan diri ke Dou. Kekuatan Dou pun kini bertambah besar yaitu lebih dari 10.000. Dou seorang yang terbuka dan menerima pendapat orang-orangnya sekalipun berbeda pandangan dengannya, ia juga adil dalam membagi barang rampasan dan tugas sehingga anak buahnya pun rela bertempur dan berkorban nyawa baginya.
Tahun 616, Guo Xuan, gubernur dari pos militer Zhuo (sekarang Beijing) memimpin pasukan pemerintah untuk memerangi Gao. Gao yang sadar bahwa dirinya tidak sebaik Dou, mempromosikan Dou sebagai pemimpin tertinggi dalam pasukannya. Dou meminta Gao untuk memjaga markasnya, sementara ia bersama 7000 pasukannya menghadap Guo dengan berpura-pura membelot dari Gao dan menyerah pada pemerintah, untuk menambah kepercayaan musuh ia menyuruh Gao menghukum mati seorang wanita yang diklaim sebagai istri Dou di depan umum. Guo Xuan yang mulai percaya langsung menemui Dou dan menyusun rencana untuk menyerang Gao. Tanpa pernah diduga oleh Guo, Dou menyergap dan membunuhnya. Dari penyergapan ini Dou menawan banyak pasukan Guo dan mendapat tambahan kuda-kuda perang. Kemenangan ini makin mengangkat reputasinya.
Pada akhir tahun itu, Yang Yichen, salah satu jenderal terbaik Sui, membunuh Zhang Jincheng dalam sebuah pertempuran. Pasukannya yang selamat menyerahkan diri pada Dou. Selanjutnya Yang melanjutkan serangannya dengan mengincar Gao. Dou menyarankan agar Gao tidak menghadapi Yang secara langsung, ia berkata, “Tidak ada yang lebih hebat di antara jenderal-jenderal Sui daripada Yang Yichen. Dia baru saja mengalahkan Zhang Jincheng dan kini menyerang kita, sulit untuk menghalaunya sekarang ini. Saya mohon anda menghindarinya dan membiarkannya menunggu hingga semangat tempurnya surut. Begitu pasukannya lelah, kita akan menyergapnya dan meraih kemenangan besar. Bila anda meladeninya sekarang, saya khawatir anda tidak akan sanggup mengalahkannya.” Sayangnya saran itu ditolak oleh Gao, ia memerintahkan Dou menjaga markas sementara ia menghadapi Yang. Mulanya ia memang meraih kemenangan atas Yang sehingga membuatnya besar kepala, ia langsung mengadakan pesta padahal belum sepenuhnya menang.
Ketika Dou mendengar ini, ia terkejut dan berkata, “Sang Adipati Donghai belum juga mengalahkan musuh, tapi sudah begitu sombong. Bencana akan segera tiba, pasukan Sui akan segera menang dan menyerang ke sini, saya khawatir tidak akan mengampuni satupun dari kita.” Perkiraan Dou terbukti, beberapa hari kemudian, Yang berhasil mengalahkan Gao dan membunuhnya di medan perang. Setelahnya ia langsung menyerang markas Dou dan membuat pasukannya kocar-kacir. Dou berhasil lolos dan Yang yang merasa tidak sanggup mengejarnya, mundur. Dou kembali dan mengkonsolidasi sisa pasukan Gao, ia juga mengumumkan masa berkabung untuk Gao. Setelah memulihkan kekuatannya ia memulai langkahnya dengan mencaplok wilayah-wilayah sekitarnya. Kaum pemberontak pada masa itu sangat membenci pejabat Sui, sehingga dimanapun mereka menemui pejabat mereka akan menghabisinya. Namun Dou berbeda dengan pemimpin pemberontak lainnya, ia memperlakukan para pejabat Sui dan kaum terpelajar dengan baik sehingga banyak pejabat Sui yang secara sukarela menyerahkan diri dan kota mereka padanya. Kekuatannya makin bertumbuh hingga mencapai 100.000 lebih.
Musim semi 617, Dou menggelari dirinya sebagai Pangeran Changle, dan mengubah nama rezim Daye yang dipakai Kaisar Yang menjadi Dingchou sebagai tanda secara resmi memisahkan diri dari pemerintahan Sui.
Musim gugur tahun itu, Kaisar Yang memerintahkan Xue Shixiong yang berkedudukan di pos militer Zhuo untuk memimipin 30.000 pasukan menuju selatan memerangi Li Mi, yang saat itu dianggap sebagai pemimpin pemberontak terkuat. Ketika pasukan Xue melewati pos militer Hejian (sekarang Cangzhou, Hebei) dekat wilayah kekuasaan Dou, pasukan Dou merasa takut dan melarikan diri. Hal ini membuat Xue memandang enteng terhadap Dou, menganggapnya bukan sebagai ancaman. Sebaliknya Dou memanfaatkan kesempatan ini untuk melancarkan serangan dadakan. Ia memimpin 280 pasukan terbaiknya untuk menyerang di malam hari, sementara sisa pasukannya mengikuti dari belakang. Ia membuat kesepakatan dengan orang-orangnya, bila berhasil mencapai kemah Xue pada malam hari, mereka akan melancarkan serangan dadakan, tetapi bila sampai ketika fajar menyingsing mereka akan menyerah pada Xue. Fajar menyingsing ketika Dou hampir mencapai kemah Xue sehingga karena khawatir pasukannya bukan tandingan Xue, ia mulai berunding dengan para bawahannya mengenai rencana menyerah.
Tiba-tiba, kabut tebal datang menyelimuti daerah itu, Dou pun membatalkan rencana menyerahnya dan dengan yakin berkata, “Langit sedang menolong kita”. Kemudian ia menyerang kemah Xue, menyebabkan pasukan yang tidak siap itu panik dan kocar-kacir. Xue mundur ke wilayahnya hanya dengan kurang dari 100 sisa pasukannya dan disana ia meninggal dalam keadaan depresi. Dou yang menyadari Li Mi, yang telah menduduki Henan tengah dan timur, memiliki pasukan yang jauh lebih kuat darinya, mengirim utusan padanya untuk menyatakan menyerah. Musim semi 618, Li Mi memperoleh kemenangan besar atas Jenderal Wang Shichong yang dikirim pemerintah Sui untuk membantu mempertahankan ibu kota timur, Luoyang. Li menggelari dirinya sebagai Adipati Wei. Dou dan beberapa pemimpin pemberontak lainnya membujuk Li agar memakai gelar kekaisaran untuk mengukuhkan kedudukannya, tetapi Li menolak bujukan ini. Salah seorang bawahan Li, Fang Yanzao, menyurati Dou untuk menemui Li sebagai tanda kesetiaanya. Dou membalas surat itu yang berisi penolakan secara halus dengan alasan sedang sibuk mempertahankan diri dari serangan Luo Yi, seorang mantan jenderal Sui yang telah mencaplok pos militer Zhuo. Pada akhir tahun itu Wang balas mengalahkan Li dan memaksanya kabur ke barat dan menyerah pada Kaisar Tang Gaozu (Li Yuan), seorang mantan jenderal Sui yang memberontak tahun 617 dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Tang tahun 618. Namun tak lama kemudian Li dihukum mati karena mencoba memberontak.
Tak lama kemudian, datang kabar dari Jiangdu (sekarang Yangzhou, Jiangsu) bahwa Kaisar Yang telah terbunuh dalam sebuah kudeta yang dipimpin oleh jenderalnya sendiri, Yuwen Huaji. Seorang pejabat Sui bernama Wang Cong, yang sedang mempertahankan Hejian dari serbuan Dou mengumumkan masa berduka bagi kaisar. Mengetahui hal ini, Dou juga mengirim utusan untuk menyatakan turut berdukacita. Wang kemudian menyatakan menyerah pada Dou. Para prajurit Dou menginginkan agar Wang dihukum mati karena sebelumnya telah beberapa kali mengalahkan mereka, tetapi Dou malah menandaskan bahwa kesetiaan Wang terhadap Sui pantas dihargai, maka ia memberi jabatan pada Wang sebagai kepala prefektur. Sejumlah pos militer Sui juga menyerah padanya setelah mendengar kemurahan hatinya dan penghargaanya terhadap mereka yang setia dan mampu.
Dou mulai menata orang-orangnya seperti layaknya struktur pemerintahan, ia menetapkan ibu kotanya di Leshou (sekarang Cangzhou). Musim gugur 618, lima ekor burung besar muncul di Leshou di antara 10.000 lebih burung-burung kecil. Setelah mereka pergi, Dou merasa bahwa mereka adalah burung phoenix yang melambangkan sesuatu yang baik, maka ia mengubah nama rezimnya menjadi Wufeng (五凤, yang berarti lima phoenix). Kemudian atas saran pejabatnya yaitu Song Zhengben dan Kong Deshao, ia mengubah gelarnya menjadi Pangeran Xia. Tahun itu juga ia melakukan serangan dadakan dan membunuh seorang pemimpin pemberontak bernama Wei Dao’er, yang mengklaim dirinya sebagai Kaisar Wei. Ia lalu mengirim surat pada Luo Yi dan membujuknya untuk bergabung. Luo, yang sebelumnya juga menerima surat serupa dari Gao Kaidao, pemimpin pemberontak lainnya, menganggap Dou dan Gao hanyalah bandit dan ia tidak pantas tunduk pada mereka, maka ia menyerahkan diri pada pemerintah Tang. Dou memimpin pasukannya untuk menyerang Luo, tetapi ia gagal merebut markas Luo di Youzhou (bekas pos militer Zhuo) dan terpaksa mengundurkan diri.
Sementara itu di tempat lain, Yuwen Huaji setelah membunuh kaisar, memimpin pasukan elit Xiaoguo ke utara. Sebelumnya ia mengangkat keponakan Kaisar Yang, Yang Hao sebagai kaisar, tetapi tak lama kemudian ia meracuni Yang Hao. Setelah mengalami kekalahan berturut-turut dari Li Mi dan Li Shentong (jenderal Tang yang juga sepupu Kaisar Gaozu), Yuwen kabur ke kota Liaocheng, Shandong dan disana ia mengangkat dirinya sebagai Kaisar Xu. Pada musim semi 619, Dou mengeluarkan pernyataaan, “Aku adalah rakyat Sui dan kaisar Sui adalah tuanku.Karena Yuwen Huaji telah membunuh tuanku, maka ia adalah musuhku dan aku harus menyerangnya.” Ia lalu memimpin pasukan ke Liaocheng, kedua pasukan itu berhadapan di luar tembok kota dan Dou berhasil mengalahkan dan memaksanya mundur kembali ke kota. Dou mengepung Liaocheng dengan ketat, seorang pemimpin pemberontak bernama Wang Bo, yang pernah disuap Yuwen untuk membantunya mempertahankan kota, berkhianat, ia membukakan pintu kota bagi Dou dan menyambutnya.
Dou menangkap Yuwen dan secara resmi menemui permaisuri Kaisar Yang, Permaisuri Xiao, dihadapan permaisuri ia menyebut dirinya sebagai ‘hamba’. Ia lalu mengumumkan masa berkabung bagi Kaisar Yang sambil menenangkan para pejabat Sui yang dipaksa bergabung dengan Yuwen. Ia juga menghukum mati Yuwen dan kroni-kroninya, serta membubarkan pasukan Xiaoguo dan selir-selir Kaisar Yang yang dibawa serta oleh Yuwen. Kitab Tang yang ditulis berdasarkan sudut pandang pemerintah Tang pun, memuji tindakan Dou, “Setiap kali Dou Jiande memenangkan pertempuran ataupun menguasai suatu kota, ia akan membagi-bagikan harta rampasan perang di antara para prajuritnya dengan adil sementara ia sendiri tidak mengambil apapun. Kehidupan sehari-harinya sangat hemat dan bersahaja, ia tidak makan daging dalam pesta, ia hanya makan sayuran dan gandum kualitas rendah. Istrinya, Nyonya Cao, hanya memakai pakaian seadanya, bukan sutra, dan hanya memiliki kurang dari 100 dayang.”
Setelah kemenangannya, Dou berdamai dengan Wang Shichong dan menyatakan tunduk pada Yang Tong, cucu kaisar Yang yang dinobatkan setelah tersiar berita terbunuhnya kaisar namun pada kenyataannya hanya sekadar boneka yang dikendalikan oleh Wang. Yang Tong mengkukuhkan gelar Dou sebagai Pangeran Xia. Dou mempekerjakan pejabat-pejabat kunci Dinasti Sui dalam pemerintahannya. Ia sangat menaruh kepercayaan pada Pei Ju yang ditugasinya mengorganisasi pemerintahannya seperti bentuk kekaisaran.
Musim panas 619, Wang Shichong mendepak Yang Tong dari tahta dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar Zheng. Dou menanggapinya dengan memutuskan hubungan dengan Wang, lalu ia mulai menggunakan tata cara kerajaan dalam hal pengeluaran titah dan upacara ritual, tetapi ia tetap memakai gelarnya sebagai Pangeran Xia dan tidak mengubahnya menjadi kaisar. Ia mengangkat cucu kaisar Yang yang masih balita, Yang Zhengdao sebagai Adipati Xun dan memberi nama anumerta Min bagi almarhum Kaisar Yang. Dou menjalin persekutuan dengan Shibi Khan (Ashina Duojishi) dari Tujue Timur (suku Turki), atas permintaan istri Ashina, Putri Yicheng dari Sui, ia mengirimkan Permaisuri Xiao, Pangeran Yang Zhengdao, dan kepala Yuwen Huaji padanya. Beberapa bulan selanjutnya, Dou memperluas wilayahnya hingga ke bagian utara Sungai Kuning yang saat itu masih belum dikuasai Wang Shicong maupun pemerintah Tang.
Musim gugur 619, Jenderal Li Shentong yang bertanggung jawab atas operasi militer di wilayah itu kalah dan mengundurkan diri ke Liyang (sekarang Hebi, Henan) dimana ia bergabung dengan jenderal Tang lainnya, Li Shiji, mantan pengikut Li Mi. Pada musim dingin tahun itu, ketika sedang dalam perjalanan ke Weizhou (sekarang Xinxiang, Henan), Dou disergap oleh Li Shiji sehingga dengan murka ia membalas dengan menyerbu Liyang dan berhasil menawan Li Shentong, Li Gai (ayah Li Shiji), Wei Zheng, dan Putri Tong’an (saudari Kaisar Gaozu). Li Shiji walaupun berhasil lolos, kembali beberapa hari kemudian untuk menyerah karena ayahnya berada di tangan Dou. Dou mengangkat Wei Zheng sebagai salah satu staffnya, dan Li Shiji ditugasi menjaga Liyang, ia tetap menyandera Li Gai, Li Shentong, dan Putri Tong’an namun tetap memperlakukan mereka dengan hormat. Ia memindahkan ibu kotanya dari Leshou ke Mingzhou (sekarang Handan, Hebei). Hingga saat itu, sebagian besar wilayah utara Sungai Kuning dan timur Pegunungan Taihang telah berada di bawah kekuasaannya. Wilayah-wilayah itu telah bebas dari pengaruh Luo Yi (yang kini telah berganti marga menjadi Li atas anugerah Kaisar Gaozu) dan Gao Kaidao.
Musim dingin 619, Li Shiji mempertimbangkan hendak melarikan diri ke wilayah Tang, tetapi ia takut ayahnya yang disandera dihukum mati oleh Dou, maka ia menyerang Zheng, wilayah Wang Shichong untuk meraih kepercayaan Dou. Dalam suatu pertempuran melawan Zheng, Li berhasil menangkap seorang perwira bernama Liu Heita. Dou sangat terkesan pada Liu dan mengangkatnya sebagai Adipati Handong. Liu segera menjadi salah satu tangan kanan Dou, ia sering berperan dalam serangan kejutan dan misi mata-mata. Sekitar awal tahun 620, Li Shiji menyarankan agar Dou menyerang Caozhou dan Daizhou (keduanya sekarang merupakan wilayah Heze, Shandong) yang dikuasai pemimpin pemberontak bernama Meng Haigong yang menyerah pada Wang Shichong. Li berencana untuk menyergap Dou begitu ia menyeberangi Sungai Kuning, tetapi kedatangan Dou tertunda karena istrinya, Nyonya Cao, sedang melahirkan. Namun seorang sekutu Li, Li Shanghu, tidak sabaran dan ia menyergap saudara Nyonya Cao, Cao Dan, tapi gagal membunuhnya. Mendengar kabar ini, Li Shiji kabur ke wilayah Tang, Para bawahan Dou mendesak agar Li Gai dihukum mati karena pengkhianatan anaknya, tetapi Dou berkata, “Li Shiji adalah orang Tang yang kita tangkap dan ia tidak melupakan bekas atasannya, ia adalah seorang yang setia, kesalahan apa yang diperbuat oleh ayahnya ?” Maka iapun menyelamatkan nyawa Li Gai. Tak lama kemudian ia mengalahkan dan membunuh Li Shanghu. Pada masa ia memerintah ia mengembangkan pertanian, rakyat aman dan tenteram tanpa dihantui oleh bandit-bandit lokal yang merupakan hal yang biasa pada masa transisi Sui-Tang yang kacau, pedagang dan pengelana merasa aman ketika harus melewati malam dalam perjalanan.
Musim panas 620, Dou sekali lagi menyerang Li Yi namun kembali gagal merebut Youzhou. Pada saat yang sama, Wang Fubao, salah seorang jenderal terbaiknya, terlibat perselisihan dengan jenderal lainnya yang iri akan prestasinya. Wang difitnah berkhianat dan Dou yang termakan fitnah itu menghukum mati Wang. Konon katanya, sejak itu Dou mulai mengalami banyak kekalahan militer. Pada musim gugur tahun itu, Kaisar Gaozu menawarkan negosiasi damai yang disetujui oleh Dou, sebagai tanggapannya ia membebaskan Putri Tong’an, tetapi Li Shentong masih dijadikan sandera. Musim dingin tahun yang sama kembali ia melancarkan serangan terhadap Li Yi dan untuk kesekian kalinya kembali gagal merebut Youzhou. Pada saat yang hampir bersamaan, Chuluo Khan, Ashina Qilifu, yang adalah saudara dan penerus Ashina Duojishi berencana melakukan serbuan besar-besaran terhadap Tang. Sebagai bagian dari rencananya ia mengundang Dou menemuinya di Jinzhou (sekarang Linfen, Shanxi) dan Jiangzhou (sekarang Yuncheng, Shanxi), tetapi Ashina Qilifu meninggal tak lama kemudian sehingga rencana itu pun urung terjadi. Tahun yang sama, Dou menghukum mati Song Zhengben, yang sering berterus-terang memberi kritik padanya karena sebuah tuduhan palsu. Sejak itu tak seorangpun berani mengkritiknya sehingga rezimnya mulai mengalami kemunduran. Pada musim semi 621, Dou berhasil mengalahkan Meng Haigong, Meng ditangkap dan dijadikan jenderal olehnya.
Pada tahun itu juga, Li Shimin, putra Kaisar Gaozu melakukan serbuan besar terhadap ibu kota Zheng, Luoyang. Wang Shichong yang tidak sanggup menahan serangan itu sendirian meminta bantuan Dou walaupun hubungan keduanya memburuk sejak Wang membunuh Yang Tong. Seorang pejabat Dou, Liu Bin menyarankan agar ia membantu Wang dengan alasan bila Tang berhasil mengalahkan Zheng, maka akan terjadi efek domino dan Xia pun akan terancam, dan bila menang mereka dapat memakai kesempatan ini untuk mencaplok wilayah Zheng. Dou menyetujui saran ini dan mengirim utusan pada Wang untuk menjanjikan bala bantuan, pada saat yang sama ia juga mengirim Li Dashi, sebagai utusan untuk menghadap Li Shimin, memintanya agar menghentikan serangan terhadap kota Luoyang. Namun Li Shimin menawan Li Dashi dan tidak membalas pesan Dou.
Dou menggabungkan pasukannya dengan pasukan dua orang pemimpin pemberontak yang telah tunduk padanya, Meng Haigong dan Xu Yuanlang. Dari markas Meng di Caozhou mereka bertolak ke Luoyang untuk bergabung dengan pasukan Zheng yang dikomandani Jenderal Guo Shiheng. Mereka berhasil mengalahkan beberapa kota yang dikuasai pasukan Tang. Ia memberitahu Wang bahwa pasukannya sedang dalam perjalanan dan sekali lagi mengirim pesan pada Li Shimin agar menarik mundur pasukan dan mengembalikan beberapa kota Zheng yang telah direbutnya. Li mendiskusikan proposal ini dengan jenderal-jenderalnya yang sebagian besar berpendapat mereka harus menghindari Dou. Namun salah seorang jenderal Tang, Guo Xiaoke, berpendapat lain, ia yakin bahwa ini adalah kesempatan emas untuk mengalahkan Wang dan Dou. Guo menyarankan pada Li Shimin agar ia memimpin pasukannya ke Terusan Hulao, di timur Luoyang dan mempertahankannya dari serbuan Dou. Li setuju, ia memerintahkan adiknya, Li Yuanji dan Jenderal Qutu Tong untuk tetap di Luoyang melanjutkan pengepungan, sementara ia dan pasukannya menuju ke Terusan Hulao. Wang sebenarnya telah melihat pergerakan pasukan Li, tetapi ia tidak tahu apa tujuannya, sehingga tidak berani bertindak.
Pasukan Li Shimin segera berhadapan dengan pasukan garis depan Dou. Li Shimin yang sedang berada di atas angin mengirim pesan pada Dou agar ia menarik dukungannya terhadap Wang, tetapi Dou tetap ngotot dan memimpin sendiri pasukannya ke Hulao. Kedua pasukan kini dalam posisi tidak maju dan tidak mundur di Hulao. Ahli strategi Dou, Ling Jing menyarankan agar membatalkan gerak pasukan ke Luoyang dan mengalihkannya ke Fenzhou (sekarang Luliang, Shanxi) dan Jinzhou milik Tang sehingga menyeimbangkan situasi, lalu menyerang ibu kota Tang, Chang’an (sekarang Xi'an, Shaanxi), dengan demikian pasukan Li yang sedang mengepung Luoyang terpaksa harus ditarik mundur untuk mempertahankan ibu kota. Namun utusan Wang Shichong, Wang Wan (keponakannya) dan Zhangsun Anshi mendesak Dou agar segera membantu Luoyang karena situasi semakin genting dan kota hampir jatuh. Nyonya Cao yang kebetulan mendengarnya, mencoba membujuk suaminya agar mengikuti saran Ling Jing, katanya, “Strategi sekretaris jenderal (Ling Jing) harus diterima, saya tidak mengerti mengapa Yang Mulia tidak menerimanya. Seharusnya Yang Mulia masuk lewat Fukou (sekarang Handan, Hebei) dan mengarah ke titik lemah pasukan Tang, menggabungkan kekuatan dan menguasai wilayah utara Pegunungan Taihang. Kemudian bergabung dengan suku Tujue dan menyerang Guanzhong (wilayah dekat ibu kota Tang) sehingga akan memaksa mereka mundur untuk menyelamatkan ibu kota. Untuk apa mengkhawatirkan tidak bisa membebaskan Luoyang dari kepungan ? Bila kita tetap disini, para perwira dan prajurit akan kelelahan dan menghabiskan banyak sumber daya, dan kita tidak akan menang.”
Namun Dou menolak saran istrinya dan berkata, “Engkau perempuan tidak akan pernah mengerti masalah beginian. Kita akan bergerak menyelamatkan Luoyang yang sedang kritis dan hampir jatuh. Bila kita mengabaikannya dan kabur, itu akan menunjukan kita takut pada musuh dan itu sangat bertentangan dengan kesetiaan dan kebenaran. Aku tidak akan melakukan seperti itu.” Satu hari dalam musim panas 621, Dou melancarkan serbuan besar-besaran terhadap Terusan Hulao, tetapi Li Shimin tidak melayani tantangannya dengan maksud membiarkan semangat tempurnya menurun. Barulah ketika Pasukan Xia mulai kelelahan, Li melakukan serbuan balasan yang menyebabkan pasukan Xia dilanda kepanikan dan kocar-kacir. Dou terluka terkena tombak namun berhasil lolos, sayangnya ketika tiba di Sungai Kuning dan hendak menyeberanginya ia terjatuh dari kudanya. Dua jenderal Tang, Bai Shirang dan Yang Yuwei yang mengejarnya akhirnya menangkapnya dan membawanya menghadap Li Shimin. Li memarahinya, “Aku hanya menyerang Wang Shichong, apa yang kuperbuat padamu sampai kau harus mencampuri urusan ini ?” Dou menjawab dengan sinis, “Bila aku tidak datang membantu, kampanye militermu tentu akan terus berlanjut.” Mendengar berita penangkapan Dou, istrinya bersama pejabat Qi Shanxing melarikan diri ke Mingzhou.
Li Shimin membawa Dou, Wang Wan, dan Zhangsun Anshi ke garis depan untuk diperlihatkan pada Wang Shichong. Wang berpikir hendak melakukan upaya terakhir menerobos kepungan dan kabur ke Xiangyang (sekarang Xiangfan, Hubei), tetapi para jenderalnya mengatakan bahwa bantuan Dou diperlukan untuk itu, dengan tertangkapnya Dou tidak banyak yang bisa dilakukan. Wang pun terpaksa menyerah pada Li Shimin. Seluruh wilayah Zheng dan Xia kini dianeksasi oleh pemerintah Tang. Li membawa Wang dan Dou ke Chang’an untuk dihadapkan pada ayahnya, Kaisar Gaozu. Wang mendapat pengampunan namun Dou dihukum mati. Ketika berita kematiannya tersiar, para mantan jenderalnya, yang telah menyerah pada Tang maupun yang bersembunyi di wilayah pelosok, memberontak dibawah pimpinan Liu Heita. Liu mengumumkan masa berkabung dan berhasil merebut kembali wilayah Xia, tetapi akhirnya ia dikalahkan oleh Li Shimin dan berikutnya oleh kakak Li, Li Jiancheng dan dihukum mati tahun 623.
Liu Xu, penulis Kitab Tang, yang ditulis berdasarkan perspektif Dinasti Tang, memuji Dou dalam karyanya, ia menulis, “Dou Jiande seorang yang menjunjung tinggi kesetiaan dan kebenaran sehingga orang-orang menghormatinya. Dengan kehebatannya ia menaklukan wilayah utara Sungai Kuning. Ia melatih dan memerintah prajuritnya dengan baik, juga merekrut orang-orang berbakat. Ia memutus hubungan dengan Wang Shichong dan menghukum mati Yuwen Huaji. Ia mengampuni Xu Gai (Li Gai sebelum berganti marga) dan membebaskan Li Shentong. Ia seorang yang hati-hati dan tangkas, penuh pengertian dan mampu mengambil keputusan. Ketika rezimnya baru akan bangkit, sangat disayangkan ia menghukum mati Song Zhengben dan Wang Fubao karena fitnah, dan tidak menerima strategi cemerlang Ling Jing dan Nyonya Cao. Akhirnya ia harus jatuh dan menemui akhir yang buruk. Semua ini bukanlah karena Langit telah berpihak pada yang lain, tetapi karena strateginya lah yang tidak sempurna.”