Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Eceng | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | Plantae |
Klad: | Tracheophyta |
Klad: | Angiospermae |
Klad: | Monokotil |
Klad: | Komelinid |
Ordo: | Commelinales |
Famili: | Pontederiaceae |
Genus: | Monochoria |
Spesies: | M. vaginalis
|
Nama binomial | |
Monochoria vaginalis | |
Sinonim | |
sinonim selengkapnya: The Plant List[3] |
Eceng, eceng padi atau wewehan adalah sejenis tumbuhan air yang biasa menjadi gulma di area persawahan. Nama ilmiahnya adalah Monochoria vaginalis. Tumbuhan ini memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia. Ikau lada atau si korpuk adalah sebutan Monochoria vaginalis di daerah Batak; orang Betawi menyebutnya ecèng padi; orang Sunda menyebutnya ecèng leutik atau ecèng lĕmbut; orang Jawa memanggilnya wéwéhan, wéwéyan, bĕngok; orang Bali menyebutnya wéwéhan, biah-biah; orang Lombok menyebut mĕmadèng, mĕmarèng, orang Makassar menamainya balang-balang dan orang Bugis menyebutnya balĕmpalĕng. Di Minahasa namanya tumpĕng.[4][5]
Herba dengan tinggi antara 5-50 cm, semusim atau menahun, tumbuh mengelompok di tanah bencah.[6] Wewehan memiliki rimpang (batang semu) berukuran pendek; bagian seperti batang yang terlihat panjang adalah perpanjangan dari pelepah dan tangkai daun.[5] Akar tanaman ini termasuk jenis akar serabut, warna akarnya putih dan mudah dicabut.[5] Daun-daun tunggal, bertepi rata, umumnya bertangkai panjang, tersusun dalam roset; bentuk sangat berubah-ubah: lanset, bundar telur lonjong, bundar telur, hingga hampir bundar, 2-12,5 × 0,2–10 cm; dengan ujung runcing dan pangkal tumpul, terpangkas, atau melekuk, pada daun dewasa bentuk jantung, dengan lobus membundar.[6] Daun berwarna hijau mengkilat dengan tulang daun berbentuk melengkung.[5]
Bunga-bunga bertangkai, berkelamin ganda, tersusun dalam tandan berisi 3-25 kuntum, awalnya berada dalam pelepah daun yang paling atas, kemudian melengkung ke bawah setelah selesai bermekaran. Tenda bunga berwarna ungu kebiruan, panjang 11-15 mm, ujungnya menutup memuntir setelah mekar, tidak rontok. Benang sari 6, tidak sama panjang, yang lima pendek dengan kepala sari berwarna kuning, yang satu lagi lebih besar dengan kepala sari berwarna biru. Buah kapsul bentuk elipsoid, lk. 1 cm panjangnya, dengan 3 kampuh yang memecah kuat dan melemparkan biji-bijinya ke dalam air. Biji sekitar 1 mm.[6]
Habitat wewehan adalah pada daerah yang becek seperti rawa dan sawah berair[5]. Selain itu, tumbuhan ini juga bisa hidup di selokan, lumpur, dan tanah basah; dan tumbuh subur di lahan berair yang terbuka.[7] Bila sawah mengering, gulma ini mati, namun akan tumbuh kembali di musim basah melalui biji-bijinya yang berkecambah. Di Jawa, eceng tumbuh pada ketinggian 0-1.550 m dpl.[6]
Eceng berasal dari Asia, dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia.[6] Selain itu, gulma ini juga didapati di wilayah Iran, Vietnam, Taiwan, China, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia dan Australia Utara.[8] Wewehan, memiliki sebutan yang berbeda-beda pula untuk setiap negara, orang Bangladesh biasa menyebut wewehan dengan sebutan Panee kachu; Kamboja: Chrach; Jepang: Konagi, Korea: Mooldalgebi, Nepal: Piralay, Malaysia: Chacha layar, keladi agas, kelayar; Filipina: Biga-bigaan, gabi-gabi; Taiwan: Ya-she-tsau, Thailand: Ka-kiad, Phak-khait; Vietnam: Rac mác lá thon.[7]
Dalam populasi yang besar, eceng dapat mengganggu tanaman khususnya tanaman padi.[7] Ia menjadi gulma utama bagi pertanian padi di wilayah Filipina, Malaysia dan Korea.[7] Wewehan yang hidup pada area pertanian padi akan ikut menyerap nutrisi yang seharusnya untuk tanaman padi[7] Di samping itu, gulma ini juga menghambat akar padi untuk menembus tanah lebih dalam, yang pada gilirannya akan mengganggu padi dalam penyerapan nutrisi dari tanah[7] Pengamatan di Filipina mendapatkan bahwa kepadatan alami eceng sebanyak 366 individu dalam 1 meter persegi dapat mengurangi hasil panen padi sebesar 35%. Penanganan gulma wewehan dapat dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut tanaman dan secara kimia menggunakan herbisida atau obat pembasmi gulma.[6]
Meskipun wewehan terkenal sebagai gulma, tumbuhan ini juga memiliki manfaat bagi kehidupan manusia.[7] Daun wewehan dapat dimanfaatkan untuk dimasak menjadi sayuran.[7] Rumphius melaporkan bahwa balang-balang (ia menulisnya sebagai balla balla[9]) ini di Makassar pada masa lalu dimakan sebagai sayuran, mentah atau dimasak; sementara Heyne mencatat bahwa di Bogor eceng leutik dimakan hanya setelah dikukus terlebih dahulu.[4] Daun wewehan mengandung serat yang baik untuk pencernaan.[7]
Akar eceng dapat digunakan untuk mengobati penyakit lambung, hati, sesak nafas dan sakit gigi; sementara daun-daunnya untuk obat demam.[4] Daun wewehan yang ditumbuk halus dapat digunakan untuk obat sakit perut.[10] Semua bagian tanaman juga dapat digunakan untuk pakan ternak.[7] Ekstrak eceng-eceng telah diteliti dapat dijadikan obat pembunuh hama keong mas (Pomaceae canaliculata L.) yang sering merusak tanaman padi di sawah.[11] Batang wewehan yang dikeringkan dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam kerajinan tangan.[7]