Evaluasi sensori

evaluasi sensory kualitas minuman anggur

Evaluasi sensori adalah suatu metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan yang ditangkap oleh indra manusia, seperti penglihatan, penciuman, perasa, peraba, dan pendengaran.[1]

Evaluasi sensori diharapkan mampu memberikan nilai tambah untuk perusahaan pangan, baik sebagai fungsi internal dalam penjaminan mutu pangan maupun sebagai dasar pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pemasaran produk pangan. Hasil evaluasi sensori juga dapat digunakan sebagai dasar argumen untuk mengklaim pentingnya suatu kegiatan pengembangan produk yang harus dilakukan atau mengupayakan penemuan produk baru yang berpotensi memiliki nilai komersial tinggi.[2]

Pada evaluasi sensori, segala macam faktor yang dapat mengganggu proses penilaian ditekan seminimal mungkin.[3] Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan setiap perserta evaluasi sensori agar tidak saling berkomunikasi sehingga penilaian yang dihasilkan benar-benar murni berasal dari pendapat pribadi masing-masing individu.[1]

Evaluasi sensori dapat digunakan untuk:[3]

  • menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi
  • mengidentifikasi area untuk pengembangan
  • menentukan apakah optimasi telah diperoleh
  • mengevaluasi produk pesaing
  • mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan
  • memberikan data yang diperlukan bagi promosi produk
  • penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen
  • pengukuran korelasi sensori dan kimia atau fisik

Terdapat berbagai metode evaluasi sensori.[1] Para peneliti harus mengetahui dengan jelas keuntungan dan kerugian metode-metode tersebut.[1] Peneliti dapat memilih metode yang paling cocok dan efisien untuk kasus yang dihadapi.[1] Tidak ada metode yang dapat digunakan secara umum atau untuk semua kasus.[3] Para peneliti harus memformulasikan dengan jelas tujuan dari pengujian dan informasi yang ingin diperoleh dari pengujian tersebut.[3]

Evaluasi sensori memiliki tiga jenis metode, yaitu:[4]

  1. Uji Diskriminatif
  2. Uji deskriptif
  3. Uji Afektif

Uji Diskriminatif

[sunting | sunting sumber]

Uji deskriminatif dilakukan untuk menguji secara statistika ada tidaknya perbedaan dari produk-produk yang diuji, yang mengukur kemampuan panelis untuk mendeteksi suatu sifat sensori.[3] Uji ini dapat berfungsi misalnya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rasa suatu produk jika bahan bakunya diganti dengan jenis yang lain.[3] Contohnya adalah: Uji segitiga, uji duo-trio, dan uji pasangan.[5]

Uji segitiga digunakan apabila akan dilakukan penggantian jenis produk dengan tujuan produk pengganti tidak berbeda secara signifikan terhadap produk standar.[3] Biasanya uji ini dilakukan oleh panelis yang terlatih.[5]

Uji pasangan adalah uji dimana para panelis diminta untuk menyatakan apakah ada perbedaan antara dua contoh yang disajikan.[4] Uji duo-trio adalah uji dimana ada 3 jenis contoh (dua sama, satu berbeda) disajikan dan para penelis diminta untuk memilih contoh yang sama dengan standar.[4]

Ada pula uji rangking yang meminta para panelis untuk merangking sampel-sampel berkode sesuai urutannya untuk suatu sifat sensori tertentu.[3] Uji sensitivitas terdiri atas uji treshold, yang menugaskan para penelis untuk mendeteksi ukuran batas deteksi suatu zat atau untuk mengenali suatu zat pada level batas deteksinya.[3] Uji lainnya adalah uji pelarutan yang mengukur dalam bentuk larutan jumlah terkecil suatu zat dapat terdeteksi.[3] Kedua jenis uji di atas dapat menggunakan uji pembedaan untuk menentukan batas deteksi.[3]

Uji Deskriptif

[sunting | sunting sumber]

Uji deskripsi didesain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat sensori.[3] Dalam kelompok pengujian ini dimasukkan rating atribut mutu dimana suatu atribut mutu dikategorikan dengan suatu kategori skala (suatu uraian yang menggambarkan intensitas dari suatu atribut mutu) atau dapat juga besarnya suatu atribut mutu diperkirakan berdasarkan salah satu sampel, dengan menggunakan metode skala rasio.[3]

Uji deskriptif merupakan uji yang membutuhkan keahlian khusus dalam penilaiannya karena dalam uji ini panelis harus dapat menjelaskan perbedaan antara produk-produk yang diuji.[5] Untuk melakukan uji ini, dibutuhkan penguji yang terlatih.[5]

Uji deskriptif terdiri atas Uji Pemberian skor atau pemberian skala.[3] Kedua uji ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk.[3] Dalam sistem pemberian skor, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun.[3]

Uji Afektif

[sunting | sunting sumber]
uji hedonik dilakukan untuk mengetahui apakah produk disukai atau tidak oleh konsumen.

Uji afektif merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui produk-produk mana yang disukai penguji dan produk-produk mana yang tidak disukai.[6] Salah satu contoh uji afektif adalah Uji hedonik.[6]

Uji hedonik dapat dilakukan oleh penguji baik yang terlatih ataupun konsumen biasa.[6] Tujuan dari metode ini adalah untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen atau penguji terhadap suatu produk.[4] Skala yang tersedia pada uji hedonik adalah mulai dari sangat tidak suka sampai sangat suka terhadap sampel yang diberikan.[6] Penguji diminta untuk mengevaluasi setiap sampel produk dan menentukan skala kesukaan mereka terhadap sampel produk tersebut.[6] Uji ini biasanya dilakukan oleh panelis umum, yang sudah maupun yang belum terlatih.[5]

Diskusi kelompok terarah

[sunting | sunting sumber]

Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion (FGD) merupakan salah satu bentuk wawancara dalam grup.[7] Biasanya dilakukan dengan jumlah panelis 8-12 orang dengan latar belakang relatif sama, seperti asal daerah, status sosial, dan usia.[8]

Dalam metode ini juga dibutuhkan seorang moderator atau fasisitator untuk memimpin jalannya diskusi.[8] Diskusi ini dapat berlangsung selama 1-2 jam.[8] Informasi yang didapatkan dari metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi pengemasan produk, tema iklan yang digunakan, dan untuk pengembangan produk lainnya seperti rasa, penyajian produk, perkiraan harga, dan lain-lain.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e (Inggris) Lawless HT, Heymann H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and Practices. New York: Chapman & Hall. Page.15.
  2. ^ Rahayu, Winiati P. (2019). Evaluasi Sensori. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 1. ISBN 9786023923892. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Ebookpangan. 2006. Pengujian Organoleptik dalam Industri Pangan Diakses pada 20 Apr 2010.
  4. ^ a b c d Winarno FG. 1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Bogor:IPB.
  5. ^ a b c d e Wahyudi T, et. al. Panduan Lengkap Kakao Diakses pada 4 Apr 2010.
  6. ^ a b c d e (Inggris) Coetzee H. 2001. Market testing new food products with illiterate and semi-literate consumers[pranala nonaktif permanen]Diakses pada 4 Apr 2010.
  7. ^ a b (Inggris) Hui YH. 2006. Handbook of food science, technology, and engineering. Boca Raton: CRC Press.Page.24-26
  8. ^ a b c Pramudito TE. 2010. Handout Laboratorium Teknologi Pangan.Hlm.7-10.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]