Gamal
| |
---|---|
Gliricidia sepium | |
Status konservasi | |
Risiko rendah | |
IUCN | 136055124 |
Taksonomi | |
Superkerajaan | Eukaryota |
Kerajaan | Plantae |
Divisi | Tracheophytes |
Ordo | Fabales |
Famili | Fabaceae |
Genus | Gliricidia |
Spesies | Gliricidia sepium Walp., 1842 |
Tata nama | |
Basionim | Robinia sepium (en) |
Ex taxon author (en) | Kunth |
Gamal (Gliricidia sepium) adalah nama sejenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku Fabaceae alias Leguminosae). Sering digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh, perdu atau pohon kecil ini merupakan salah satu jenis leguminosa multiguna yang terpenting setelah lamtoro (Leucaena leucocephala).[1] Nama-nama lainnya adalah kerside, gliriside (kolokial), sliridia, liriksidia, sirida (Jw.); cebreng (Su.); kh’è: no:yz, kh’è: fàlangx (Laos (Sino-Tibetan)); bunga Jepun (Mly.); kakawate (Filipina); madre de cacao (Portugis); mata raton (Honduras); dan gliricidia, Nicaraguan coffee shade (Ingg.).[1][2][3][4]
Gamal berasal dari daerah Amerika Tengah dan Brazil. Di daerah asalnya digunakan sebagai pelindung tanaman kakao/coklat dan dikenal dengan nama madre cacao. Oleh penjajah Eropa tanaman ini dibawa ke benua Asia dan ditanam di India dan Srilangka sebagai tanaman pelindung teh sejak tahun 1870-an.[5] Gamal masuk ke Indonesia melalui perusahaan perkebunan Belanda yang tertarik untuk menggunakannya sebagai tanaman pelindung di perkebunan teh di Medan pada tahun 1900-an. Namun, gamal hanya belum menyebar dan hanya ditemukan di daerah Medan saja. Pada tahun 1958 gamal ditemukan oleh Bapak R. Soetarjo Martoatmodjo. Dialah yang memberinya nama Gamal yang diambil dari nama cucunya dan sama seperti nama presiden Mesir Gamal Abdul Nasser. Gamal atau Kemal atau jamal artinya halus. Bapak Soetarjo menafsirkan gamal sebagai unta yang sanggup menundukkan sahara di Indonesia, yaitu padang alang-alang. Menteri pertanian Indonesia waktu itu Bapak Frans Seda mengartikan gamal sebagai Ganyang Mati Alang-alang, karena gamal digunakan untuk membasmi alang-alang.
Bapak Soetarjo mempopulerkan tanaman gamal ini ke seluruh Indonesia. Sekarang tanaman gamal bisa temui hampir di seluruh Indonesia.
Perdu atau pohon kecil, biasanya bercabang banyak, tinggi 2–15m dan gemang (besar batang) 15–30 cm. Pepagan coklat keabu-abuan hingga keputih-putihan, kadang kala beralur dalam pada batang yang tua. Menggugurkan daun di musim kemarau.[2]
Daun majemuk menyirip ganjil, panjang 15–30 cm; ketika muda dengan rambut-rambut halus seperti beledu. Anak daun 7–17 (-25) pasang yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan, bentuk jorong atau lanset, 3–6 cm × 1.5–3 cm, dengan ujung runcing dan pangkal membulat.[6] Helaian anak daun gundul, tipis, hijau di atas dan keputih-putihan di sisi bawahnya.
Karangan bunga berupa malai berisi 25-50 kuntum, 5–12 cm panjangnya. Bunga berkelopak 5, hijau terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang berwarna putih.[6] Umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau, tatkala pohon tak berdaun. Buah polong berbiji 3-8 butir, pipih memanjang, 10–15 cm × 1.5–2 cm, hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman, memecah ketika masak dan kering, melontarkan biji-bijinya hingga sejauh 25 m dari pohon induknya.[6]
Gamal mempunyai bunga, sehingga sebagian orang menanamnya sebagai tumbuhan yang eksotik. Bunga gamal sering Tampak di seluruh pohon, meskipun dalam kondisi daun yang sangat sedikit.
Gamal terutama ditanam sebagai pagar hidup, peneduh tanaman (kakao, kopi, teh), atau sebagai rambatan untuk vanili dan lada. Perakaran gamal merupakan penambat nitrogen yang baik. Tanaman ini berfungsi pula sebagai pengendali erosi dan gulma terutama alang-alang.[2] Namanya dalam bahasa Indonesia, gamal, merupakan akronim dari: ganyang mati alang-alang. Bunga-bunga gamal merupakan pakan lebah yang baik, dan dapat pula dimakan setelah dimasak.
Daun-daun gamal mengandung banyak protein dan mudah dicernakan, sehingga cocok untuk pakan ternak, khususnya ruminansia.[7] Daun-daun dan rantingnya yang hijau juga dimanfaatkan sebagai mulsa atau pupuk hijau untuk memperbaiki kesuburan tanah.[8]
Gamal merupakan sumber kayu api yang baik; terbakar perlahan dan menghasilkan sedikit asap, kayu gamal memiliki nilai kalori sekitar 4900 kcal/kg. Kayu terasnya awet dan tahan rayap, dengan BJ antara 0,5- 0,8, kayu ini baik untuk membuat perabot rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, dan lain-lain.[9]
Daun-daun, biji dan kulit batang gamal mengandung zat yang bersifat racun bagi manusia dan ternak, kecuali ruminansia. Dalam jumlah kecil, ekstrak bahan-bahan itu digunakan sebagai obat bagi berbagai penyakit kulit, reumatik, sakit kepala, batuk, dan luka-luka tertentu. Ramuan bahan-bahan itu digunakan pula sebagai pestisida dan rodentisida alami (gliricidia berasal dari bahasa Latin yang berarti kurang lebih racun tikus).[4][10] Di Wonogiri, irisan batang gamal direbus dalam air dan diteteskan ke mata untuk mengobati penyakit belekan.[3]
Habitat asli gamal adalah hutan gugur daun tropika, di lembah dan lereng-lereng bukit, sering di daerah bekas tebangan dan belukar. Pada elevasi 0–1600 m dpl.[11] Tumbuh pada berbagai habitat dan jenis tanah, mulai pasir sampai endapan aluvial di tepi danau, pada curah hujan 600–3500 mm/tahun.[4]
Gamal bisa diperbanyak dengan vegetatif dan generatif.[4] Biji-biji itu, khususnya yang segar (baru), dapat ditanam tanpa perlakuan pendahuluan, langsung di lahan atau di persemaian.[2]
Cara lain ialah dengan menanam stek batangnya, panjang maupun pendek. Stek panjang sepanjang 1–2,5 m dan dengan diameter 6–10 cm, diruncingkan kedua ujungnya dan digores-gores potongan sebelah bawahnya untuk merangsang tumbuhnya akar. Stek panjang ditanam sedalam lk 50 cm agar kuat.[2][8][12]
Stek pendek 30–50 cm panjangnya dan diperlakukan serupa dengan stek panjang. Stek pendek ditanam lebih kurang sepertiganya dalam tanah.[2]
Tumbuhan ini asli Meksiko, Amerika Tengah, Hindia Barat, Kolombia. Diintroduksi dan mengalami naturalisasi di pelbagai daerah, termasuk Indonesia.[2]
Cerita tanaman gamal Diarsipkan 2023-06-20 di Wayback Machine.