Gereja Katolik dan peradaban manusia

Peran Gereja Katolik di dalam peradaban manusia sangat berkaitan erat dengan sejarah dan terbentuknya Masyarakat Barat. Sebagian besar dari 2000 tahun sejarahnya, Gereja telah menjadi sumber utama dari perkembangan pendidikan, ilmu pengetahuan dan ekonomi, dan menjadi penyumbang berbagai pelayanan sosial di banyak negara di seluruh dunia.

Doktrin Gereja dan ilmu pengetahuan

[sunting | sunting sumber]
Peta lokasi perguruan-perguruan tinggi abad pertengahan yang didirikan oleh para siswa, pendidik, bangsawan dan imam Katolik.

Para ahli sejarah ilmu pengetahuan, termasuk di antaranya orang-orang non-Katolik seperti J.L. Heilbron,[1] Alistair Cameron Crombie, David C. Lindberg,[2] Edward Grant, Thomas Goldstein,[3] dan Ted Davis, telah berpendapat bahwa pihak Gereja memiliki sebuah pengaruh yang penting dan positif terhadap perkembangan peradaban manusia. Mereka beranggapan bahwa, tidak saja para biarawan menyelamatkan dan menumbuh-kembangkan sisa-sisa peradaban kuno selama masa penjajahan kaum barbar, namun juga bahwa pihak Gereja memajukan pembelajaran dan ilmu pengetahuan melalui sokongannya pada banyak universitas abad pertengahan yang, dibawah kepemimpinannya, tumbuh berkembang dengan pesat di Eropa pada abad ke-11 dan ke-12. Santo Thomas Aquinas, sang teolog teladan gereja, tidak saja berargumen bahwa akal budi itu selaras dengan iman. Ia bahkan menerima keberadaan akal budi sebagai sesuatu yang dapat memberikan sumbangan kepada pengertian yang lebih jauh mengenai wahyu ilahi, dan oleh karenanya mendorong perkembangan intelektual.[4] Para imam yang juga cendekiawan Gereja Katolik, dimana kebanyakan di antara mereka adalah imam Yesuit, adalah para pelopor utama di bidang ilmu astronomi, genetika, geomagnetika, meteorologi, seismologi, dan fisika tenaga surya. Mereka menjadi "Bapak" dari cabang-cabang ilmu pengetahuan ini. Penting untuk disebutkan pula adalah nama-nama tokoh penting gereja seperti kepala biara Augustinian Gregor Mendel (pelopor dalam penelitian genetika), Roger Bacon (seorang biarawan Fransiskan yang merupakan salah satu pendukung terbentuknya metode ilmiah), dan imam Belgia Georges Lemaître (orang pertama yang mengajukan teori Big Bang dalam penciptaan alam semesta). Lebih banyak lagi adalah orang-orang awam Katolik yang terlibat dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan: Henri Becquerel yang menemukan radioaktivitas; Luigi Galvani, Alessandro Volta, Andre-Marie Ampere, Guglielmo Marconi, pelopor dalam bidang listrik dan telekomunikasi; Antoine Lavoisier, "bapak kimia modern"; Andreas Vesalius, pendiri ilmu anatomi tubuh manusia modern; dan Augustin Louis Cauchy, salah seorang ahli matematika yang meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kalkulus.

Kenyataan ini berada di sisi yang berlawanan dengan pandangan yang dipegang oleh beberapa filsuf abad penerangan, yakni bahwa doktrin-doktrin gereja sepenuhnya adalah takhyul belaka dan menghambat perkembangan peradaban manusia. Pandangan ini juga digunakan oleh negara-negara komunis dalam sistem pendidikan dan propagandanya untuk menampilkan pandangan yang negatif terhadap paham Katolik kepada warganegaranya.

Contoh yang paling terkenal yang dirujuk oleh para filsuf kritikus abad pencerahan ini adalah Galileo Galilei yang pada tahun 1633 dicela atas bersikerasnya untuk tetap mengajarkan bahwa alam semesta adalah heliosentris (berputar pada matahari), suatu pandangan yang diajukan oleh Nicolaus Copernicus yang kemungkinan besar adalah juga seorang imam.[5] Setelah melalui penyelidikan selama bertahun-tahun, berbagi konsultasi dengan para Sri Paus, janji-janji yang ditepati untuk kemudian dilanggar oleh Galileo, dan akhirnya sebuah pengadilan oleh Peradilan Inkuisisi Romawi dan Seluruh Dunia, Galileo diputuskan sebagai seseorang yang "dicurigai menentang ajaran Gereja" - dan bukannya seseorang yang terbukti bersalah melawan ajaran Gereja, seperti yang sering kali diceritakan. Walau nantinya ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa dua dari empat hipotesis yang dijunjung dengan teguh oleh Galileo ternyata salah, yaitu hipotesis bahwa matahari adalah pusat alam semesta, dan bahwa bumi mengelilingi matahari dalam sebuah orbit lingkaran yang benar-benar bundar, Paus Yohanes Paulus II, pada tanggal 31 Oktober 1992, secara publik menyatakan penyesalan atas tindakan-tindakan umat Katolik yang memperlakukan Galileo dengan buruk pada masa pengadilan tersebut.[6] Sebuah gambaran dari tindakan-tindakan dalm usaha untuk menjatuhkan Galileo tersedia di Arsip Rahasia Vatikan, yang mencetak ulang sebagian dari gambaran ini di situs internetnya. Kardinal John Henry Newman, pada abad ke-19, menyatakan bahwa mereka yang menyerang Gereja hanya bisa merujuk pada kasus Galileo, yang bagi kebanyakan ahli sejarah sama sekali tidak membuktikan penentangan Gereja terjadap ilmu pengetahuan semenjak banyak anggota Gereja pada masa itu justru didorong oleh pihak Gereja untuk melanjutkan penelitian mereka.[7]

Baru-baru ini, Gereja telah dikritik dan dipuji atas ajarannya bahwa penelitian batang sel embrio adalah sebuah bentuk percobaan pada diri manusia, dan, oleh karenanya, menyebabkan pembunuhan terhadap seorang manusia. Kritik-kritik dilontarkan atas dasar anggapan bahwa doktrin ini menghalangi penelitian ilmiah. Pihak Gereja berpendapat bahwa perkembangan di bidang obat-obatan bisa terjadi tanpa pembunuhan manusia (yang masih dalam tahap kehidupan embrio); contohnya, bisa saja menggunakan batang sel dewasa atau batang sel ari-ari menggantikan batang sel embrio.

Gereja, kesenian, sastra, dan musik

[sunting | sunting sumber]

Beberapa ahli sejarah memberikan penghargaan kepada Gereja Katolik atas sumbangsihnya terhadap kehebatan dan keagungan kesenian dunia Barat. Mereka merujuk pada penentangan konsisten Gereja terhadap ikonoklasme Byzantium - yakni sebuah gerakan yang menentang penggambaran kasatmata terhadap unsur ilahi, keteguhan Gereja pada pendirian bangunan-bangunan yang pantas sebagai tempat ibadah, Referensi berulang-kali Santo Agustinus dari Hippo pada ayat-ayat Kitab Kebijaksanaan 11:20 (Tuhan meng-"atur menurut ukuran, jumlah dan timbangan") yang menyebabkan lahirnya konstruksi-konstruksi geometris arsitektur Gothik, sistem pemikiran akademiah yang logis bernama Summa Theologiae yang memengaruhi tulisan-tulisan Dante Alighieri yang konsisten secara intelektual, karya kreasi Gereja dan teologi sakramen Gereja yang mengembangkan imajinasi Katolik yang memengaruhi penulis-penulis seperti J. R. R. Tolkien,[8] C.S. Lewis, dan William Shakespeare,[9] dan tentunya, perlindungan para paus zaman Renaisans terhadap karya-karya agung seniman-seniman Katolik seperti Michelangelo, Raphael, Bernini, Borromini and Leonardo da Vinci. Disamping semua hal ini, kita mesti juga memperhitungkan kekayaan musik-musik religi yang diciptakan bagi Gereja Katolik, sebuah kekayaan yang sangat erat dengan kelahiran dan perkembangan tradisi Eropa akan musik klasik, dan tentunya juga, semua musik yang telah dipengaruhi olehnya.

Gereja dan perkembangan ekonomi

[sunting | sunting sumber]

Francisco de Vitoria, salah seorang murid dari Santo Thomas Aquinas dan seorang pemikir Katolik yang mempelajari masalah-masalah mengenai hak-hak asasi manusia penduduk asli daerah-daerah yang dikolonialisasi, dipandang oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai Bapak Hukum Internasional, dan saat ini oleh ahli-ahli sejarah ekonomi dan demokrasi dirujuk sebagai pelopor utama dari demokrasi dan perkembangan ekonomi yang sangat cepat di dunia Barat.[10]

Sejarawan rumah sakit, Guenter Risse, mengatakan bahwa Gereja mempelopori perkembangan suatu sistem rumah sakit yang ditujukan untuk melayani kaum papa.

Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi pada abad ke-20, sembari merujuk pada unsur-unsur akademiah, menulis "adalah mereka (pihak gereja) yang berada di posisi paling berhak akan gelar 'pendiri' ilmu ekonomi ilmiah dibandingan dengan kelompok-kelompok lainnya".[11] Ahli-ahli ekonomi dan sejarah lainnya, seperti Raymond de Roover, Marjorie Grice-Hutchinson, dan Alejandro Chafuen, juga mengeluarkan pernyataan yang senada. Sejarawan Paul Legutko dari Universitas Stanford mengatakan bahwa Gereja Katolik "berada di pusat perkembangan berbagai nilai, ide, ilmu pengetahuan, hukum dan institusi yang mendasari apa yang kita kenal sebagai peradaban dunia Barat".[12]

Keadilan sosial, perawatan, dan sistem rumah sakit

[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik telah menyumbangkan kepada masyarakat doktrin-doktrin sosialnya yang telah membimbing para pemimpin untuk memajukan keadilan sosial dan mengembangkan sistem rumah sakit untuk merawat seseorang di Eropa pada abad pertengahan yang berbeda dengan konsep kesediaan untuk merawat berdasarkan balas jasa dari adat Yunani dan kewajiban merawat seseorang atas dasar hubungan keluarga dari adat Romawi. Rumah sakit-rumah sakit ini didirikan untuk melayani "kelompok-kelompok sosial tertentu yang tersisihkan akibat kemiskinan, penyakit, dan usia" menurut ahli sejarah rumah sakit Guenter Risse.[13]

Pada tanggal 14 Nopember 2006, Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat juga mengeluarkan dokumen Ministry to Persons with a Homosexual Inclination (Pelayanan bagi Orang-orang dengan kecenderungan homoseksual) untuk memberikan "garis pedoman terhadap pelayanan gerejawi terhadap orang-orang dengan kecenderungan homoseksual".

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "J.L. Heilbron". London Review of Books. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-08. Diakses tanggal 2006-09-15. 
  2. ^ Lindberg, David C. (2003). When Science and Christianity Meet. University of Chicago Press. ISBN 0-226-48214-6. 
  3. ^ Goldstein, Thomas (1995). Dawn of Modern Science: From the Ancient Greeks to the Renaissance. Da Capo Press. ISBN 0-306-80637-1. 
  4. ^ Pope John Paul II (1998). "Fides et Ratio (Faith and Reason), IV". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-01. Diakses tanggal 2006-09-15. 
  5. ^ "Catholic Encyclopedia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-20. Diakses tanggal 2008-08-31. 
  6. ^ Choupin, Valeur des Decisions Doctrinales du Saint Siege
  7. ^ "How the Catholic Church Built Western Civilization". Catholic Education Resource Center. 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-12. Diakses tanggal 2008-08-31. 
  8. ^ Boffetti, Jason (2001). "Tolkien's Catholic Imagination". Crisis Magazine. Morley Publishing Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-21. Diakses tanggal 2008-08-31. 
  9. ^ Voss, Paul J. (2002). "Assurances of faith: How Catholic Was Shakespeare? How Catholic Are His Plays?". Crisis Magazine. Morley Publishing Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-22. Diakses tanggal 2008-08-31. 
  10. ^ de Torre, Fr. Joseph M. (1997). "A Philosophical and Historical Analysis of Modern Democracy, Equality, and Freedom Under the Influence of Christianity". Catholic Education Resource Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-20. Diakses tanggal 2008-08-31. 
  11. ^ Schumpeter, Joseph (1954). History of Economic Analysis. London: Allen & Unwin. 
  12. ^ "Review of How the Catholic Church Built Western Civilization by Thomas Woods, Jr". National Review Book Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-22. Diakses tanggal 2006-09-16. 
  13. ^ Risse, Guenter B (1999). Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals. Oxford University Press. hlm. 59. ISBN 0-19-505523-3.