Penggolongan | Protestant |
---|---|
Orientasi | Reformed |
Bentuk pemerintahan | Presbiterian Sinodal |
Moderator | Rev. Edward Tureay (Chairman), Rev. Ferly David (General Secretary), Rev. T. Adama (Deputy General Secretary), Hanny J. Dani (Treasurer). |
Wilayah | Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta |
Kantor pusat | Jl. Rd. Dewi Sartika no. 119, Bandung 40252 |
Pendiri | J. Iken, D. Abednego, Tan Goan Tjong |
Didirikan | 14 November 1934 Bandung, Jawa Barat |
Terpecah dari | Genootschap voor Inen Uitwendige Zending te Batavia |
Jemaat | 59 Jemaat dan 24 Pos Kebaktian |
Umat | +30.000 Jiwa |
Rohaniwan | 83 Orang |
Misionaris | 5 Orang (vikaris) |
Tempat ibadat | tidak diketahui |
Rumah sakit | R.S. Immanuel (Bandung) |
Panti jompo | Panti Asuhan Tanjung Barat |
Organisasi kemanusiaan | tidak diketahui |
Sekolah dasar | tidak diketahui |
Sekolah menengah | tidak diketahui |
Perguruan tinggi | Universitas Kristen Maranatha (Bandung) |
Nama lain | Pasundan Christian Church |
Situs web resmi | https://www.GKP.or.id |
[1] |
Gereja Kristen Pasundan (bahasa Inggris: Pasundan Christian Church) yang biasa dikenal dengan GKP adalah sebuah gereja yang tumbuh dan berkembang di daerah Pulau Jawa bagian barat, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Gereja ini resmi berdiri pada tanggal 14 November 1934 dengan Rad Ageng (Majelis Besar) pertama, yang diketuai oleh Penginjil J. Iken dari Nederlandse Zendelings Vereeniging (NZV) dari Belanda, penulis D. Abednego, dan bendahara Tan Goan Tjong.
Nama Pasundan berasal dari Tatar Pasundan, suatu wilayah di Jawa Barat maupun Banten yang mayoritas dihuni Suku Sunda, yang memiliki kearifan lokal Sunda atau Kerajaan Sunda.
Logo GKP terdiri dari:
Pada saat ini (2016), GKP mempunyai 6 Klasis, 59 Jemaat dan 24 Pos Kebaktian, antar lain di:
Keseluruhan jumlah anggota jemaat GKP diperkirakan mencapai 30.000 jiwa, dengan 60 orang pendeta yang melayani, terdiri atas 42 orang pendeta jemaat, 8 orang pendeta dengan bidang khusus, dan 10 orang pendeta emeritus.
Alur waktu |
Catatan sejarah |
---|---|
Tahun 1851 |
Lembaga Pekabaran Injil Genootschap voor Inen Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ) didirikan di Jakarta oleh beberapa orang Eropa dan beberapa Lembaga Pekabaran Injil. Lembaga ini bekerjasama antara lain dengan Lembaga Pekabaran Injil Zendeling Werkman di Negeri Belanda. Di antara tokoh-tokoh pendiri GIUZ adalah Mr. F.L. Anthing dan Pdt. E.W. King. Mr. F.L. Anthing adalah orang pertama yang melakukan Pekabaran Injil kepada penduduk asli di Jawa Barat, dengan prinsip kerja: 'Mengabarkan Injil oleh Penginjil Bumiputra'. Di kemudian hari Mr. F.L. Anthing berhasil mendirikan Pos-pos Pekabaran Injil di Jakarta dan sekitarnya, yang sering kali disebut sebagai 'Jemaat-jemaat Anthing', antara lain: Kampung Sawah, Pondok Melati, Gunung Putri, Cigelam, Cikuya (Banten), Tanah Tinggi, Cakung, dan Ciater (dekat Serpong). |
Tahun 1854 |
Zendeling Adolf Muhinickel dikirim oleh Zendeling Werkman ke Jakarta dan ditampung oleh GIUZ. Ia bekerja di Cikuya, Banten tahun 1854-1859 sebagai Guru Sekolah Swasta dan diberi keleluasaan untuk mengabarkan Injil kepada penduduk pribumi. |
Tahun 1855 |
Pada 11 Juli 1855, dua orang pribumi dari daerah Cikuya, yakni Minggu dan Sarma menerima Baptisan Kudus dalam sebuah pelayanan oleh Pdt. Bierhans di Jakarta. Pelayanan Baptisan Kudus dilakukan di Jakarta karena Muhinickel tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pelayanan tersebut. (Di kemudian hari, GKP meresmikan dan memperingati Tanggal 11 Juli sebagai Hari Pekabaran Injil GKP). |
Tahun 1856 |
Pada 7 Mei 1856, delapan orang lagi penduduk pribumi Cikuya-Banten menerima pelayanan Baptisan Kudus. |
Tahun 1862 |
Lembaga Pekabaran Injil Nederlandsche Zendelings Vereeniging (NZV) mulai mengirimkan para Zendelingnya ke Jawa Barat. (NZV didirikan di Rotterdam tanggal 2 Desember 1858 oleh orang-orang dari Gereja Hervormd). |
Tahun 1863 |
Pada 5 Januari 1863, Rombongan Zendeling NZV yang pertama yakni C.J. Albers, D.J. v.d. Linden, dan G.J. Grashuis tiba di Jakarta. Mereka melanjutkan perjalanan ke Bandung bulan Maret 1863. Tetapi mereka harus menunggu 2 tahun baru kemudian memperoleh izin kerja dari Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Belanda saat itu.
Karena belum memperoleh izin kerja, Zendeling D.J. v.d. Linden pindah ke Cirebon, sedangkan Zendeling C.J. Albers pindah ke Cianjur, dan mulai melakukan Pekabaran Injil di daerah itu. Sementara Pdt. E.W. King mendirikan Jemaat Rehoboth di Jatinegara-Jakarta. Pada 26 Desember 1863 Dua orang (suami-isteri) penduduk pribumi, yakni Ismail dan Murti dibaptiskan di Cianjur. |
Tahun 1864 |
Zendeling A. Dijkstra mulai bekerja di Cirebon. |
Tahun 1868 |
Dua orang penduduk pribumi dan satu keluarga keturunan Tionghoa di Cirebon menerima pelayanan Baptisan Kudus oleh Dijkstra. Sementara pada tahun itu S. Coolsma mulai mengabarkan Injil di Bogor. (Sampai dengan tahun 1883 tercatat ada 4 orang penduduk pribumi dan 2 orang keturunan Tionghoa yang beragama Kristen di Bogor). |
Tahun 1870 |
A. Geedink mulai mengabarkan Injil di Bandung (sampai dengan tahun 1877 tercatat ada: 25 orang Kristen di Bandung). |
Tahun 1872 |
P.N. Gijsman mulai mengabarkan Injil di Sukabumi (sampai dengan tahun 1883 tercatat ada: 25 orang Kristen di Sukabumi). |
Tahun 1876 |
Zendeling J. Verhoeven mulai bekerja di Majalengka dan sekitarnya. |
Tahun 1878 |
Seminari Theologia Depok didirikan (Cikal-bakal dari STT Jakarta). Sekolah ini dimanfaatkan oleh para Zendeling NZV untuk mempersiapkan orang-orang pribumi untuk membantu mereka mengabarkan Injil. |
Tahun 1879 |
Alkitab Perjanjian Baru terjemahan dalam bahasa Sunda diterbitkan. |
Tahun 1882 |
Dua orang wanita pribumi di Majalengka dibaptiskan. Zendeling Verhoeven pindah ke Cideres, dekat Majalengka. |
Tahun 1883 |
Tujuh orang pribumi di Cideres menerima Baptisan Kudus. |
Tahun 1885 |
Jemaat di Cikuya-Banten yang dibina Mr. F.L. Anthing dan 'Jemaat-jemaat Anthing' lainnya serta jemaat peninggalan pelayanan Pdt. E.W. King dimasukkan dalam lingkup pelayanan NZV. Sejak tahun ini pelayanan Pekabaran Injil dikalangan masyarakat di Jawa Barat dilakukan oleh NZV dibantu oleh para Penginjil pribumi. |
Tahun 1886 |
S. Van Eendenburg mendirikan Desa Kristen Pangharapan di Cikembar-Sukabumi. Kebijaksanaan ini dilakukan karena kehidupan orang-orang Kristen pribumi pada waktu itu sangat berat, karena dipencilkan oleh masyarakat. (Di kemudian hari J. Verhoeven mendirikan juga Desa Kristen Palalangon di Ciranjang-Cianjur 1902, dan A. Vermeer mendirikan Desa Kristen Tamiyang di daerah Cirebon). |
Tahun 1891 |
Alkitab lengkap dalam bahasa Sunda hasil terjemahan Zendeling S. Coolsma diterbitkan. Ia memperoleh tugas itu dari Lembaga Alkitab Belanda dan dikerjakan dengan bantuan beberapa orang Penginjil pribumi. |
Tahun 1899 |
Di lapangan pekerjaan NZV di wilayah Jawa bagian Barat terdapat 11 Persekutuan umat Kristen dengan jumlah anggota: 677 Jiwa. |
Tahun 1908 |
Di Jawa Barat terdapat: 26 Sekolah yang didirikan oleh atau mempunyai hubungan dengan NZV dengan jumlah murid: 1.700 orang. Kehadiran sekolah-sekolah itu dari sejak semula merupakan bagian kegiatan NZV. |
Tahun 1910 |
Rumah Sakit Immanuel didirikan di Bandung. (Kemudian hari, menyusul rumah-rumah sakit di tempat lain seperti Cibadak dan Purwakarta). Sejak semula, para misionaris terdorong untuk memberi pelayanan medis kepada masyarakat di Jawa bagian Barat. |
Tahun 1915 |
Tercatat: 24 Jemaat Kristen yang dilayani oleh NZV yang tersebar di Karesidenan Jawa Barat dengan jumlah anggota: 2956 jiwa. |
Tahun 1917 |
Tata Gereja yang diberi nama Atoeran Perkoempoelan Orang Kristen di Pasoendan disahkan dalam konferensi para Zendeling NZV di Jawa Barat. |
Tahun 1918 |
Pdt. Titus ditahbiskan menjadi Pendeta pribumi pertama dalam rangka kegiatan NZV. Sebelumnya dia adalah seorang Penginjil. |
Tahun 1932 |
Wilayah pelayanan NZV di Jawa bagian Barat terdapat: 5.497 orang Kristen Pribumi dan keturunan Tionghoa. |
Tahun 1933 |
Dr. H. Kraemer seorang utusan Lembaga Alkitab Belanda (Nederlands Bijbelgenootschap) sesudah meninjau Jawa Barat menganjurkan agar Jemaat-jemaat di Tanah Pasundan dipersatukan menjadi sebuah Gereja yang mandiri terlepas dari pemeliharaan sehari-hari oleh NZV. |
Tahun 1934 |
Pada hari Rabu, 14 November 1934 , Gereja Kristen Pasundan menjadi gereja yang berdiri sendiri. Dr. N.A.C Slotemaker de Bruine, konsul Zending yang bertindak mewakili pimpinan NZV di negeri Belanda dalam suatu upacara di Gedung Gereja Jemaat Bandung membacakan piagam penyerahan sekaligus melantik Rad Ageng (Majelis Besar) sebagai badan pimpinan semua jemaat Kristen di Jawa Barat.
Pada hari itu juga, diadakan Sidang pertama Rad Ageng terpilih sebagai Ketua Pengurus Harian Rad Ageng ialah Zendeling J. Iken dari NZV, Penulis D. Abednego, dan Tan Goan Tjong sebagai Bendahara. Sesudah menjadi Gereja yang mandiri, yang bernama Gereja Kristen Pasundan (GKP), maka ditahbiskan sejumlah Guru Injil Pribumi menjadi Pendeta. |
Tahun 1936 |
GKP yang pada waktu itu disebut de Christelijke Kerk van West Java disahkan menjadi Gereja dengan status Badan Hukum. |
Tahun 1938 |
Berdiri Gereja Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee (sekarang dikenal sebagai Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Barat. Dimulai di Cirebon tahun 1863 dan kemudian di banyak jemaat. Jemaat-jemaat Pasundan merupakan jemaat campuran orang-orang Sunda, Tionghoa dan suku-suku lainnya. Mulai tahun 1930 berangsur-angsur jemaat-jemaat keturunan Tionghoa berdiri di samping jemaat-jemaat Pasundan, tetapi masih tetap tergabung dalam GKP ketika dinyatakan berdiri sendiri tahun 1934).
Di Jawa Barat tercatat: 36 Sekolah Dasar dengan jumlah murid: 3.866 orang. 14 Hollandsh Inlandsche School (HIS), 1 Hollandsch Chineese School, 1 Meer Uitgebreid Leger Onderwijs (MULO), dan 1 Sekolah Guru yang didirikan atau yang ada hubungannya dengan NZV. |
Tahun 1942 |
Kepemimpinan GKP mulai dipegang sepenuhnya oleh orang-orang pribumi (Bumiputra) karena dalam masa pendudukan Jepang para Zendeling Belanda tidak lagi dapat melakukan kegiatannya. Pengurus Harian Rad Ageng saat itu, terdiri: Ketua Pdt. Aniroen, J. Elia sebagai Sekretaris, Martinus Abednego sebagai Bendahara, dan Pdt. Kasdo Tjokrosiswondo sebagai anggota.
Pada tahun ini pula NZV menyerahkan pekerjaan pelayanan dan semua harta milik seperti: Sekolah-sekolah dan Rumah-rumah sakit kepada GKP. |
Tahun 1945-1949 |
Pada masa transisi setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), dalam keberadaan RI yang masih muda usia, terjadi pengacauan terhadap jemaat-jemaat GKP, antara lain: di Cigelam, Gunung Putri dan Kampung Sawah. Banyak anggota jemaat yang terpaksa mengungsi atau pindah ke tempat-tempat lainnya.
Dalam masa itu, Pdt. J. v.d.Weg yang sudah dibebaskan dari Kamp tawanan tentara Jepang pergi kembali ke Juntikebon; sebelum pendudukan tentara Jepang ia sudah bekerja di sana. Setibanya di Juntikebon, dia malah dibunuh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Antara tahun 1946-1947, kedudukan Pengurus Harian Darurat GKP dipindahkan ke Garut sehubungan dengan gencarnya pertempuran antara Pasukan RI dengan pasukan Belanda di Bandung yang menyebabkan pengungsian besar-besaran pada penduduk kota itu. Pada bulan Mei 1946, GKP ikut mengambil bagian dalam upaya pembentukan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Jawa (DPG) yang diadakan di Yogyakarta. DPG merupakan wadah oikumenis 6 gereja di Pulau Jawa. |
Tahun 1950 |
Persidangan VIII Rad Ageng di Bandung memutuskan istilah Rad Ageng diubah menjadi Sinode, dan istilah pengurus harian diubah menjadi Badan Pekerja sehingga nama lengkap pengurus hariannya menjadi Badan Pekerja Sinode GKP.
GKP juga mengambil bagian dalam Konferensi pembentukan dan menjadi anggota Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kini dikenal dengan nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). |
Tahun 1951 |
NZV diintegrasikan ke dalam Nederlandse Hervormde Kerk (Gereja Hervormd Belanda). Sejak itu GKP berhubungan dengan NHK melalui Dewan Pekabaran Injil NHK di Oegstgeest, negeri Belanda. Pada pemberontakan DI/TII, beberapa jemaat GKP di pedesaan mengalami gangguan dan yang paling parah dialami oleh jemaat di Tamiyang, dimana Pdt. Usman Sarin ditembak mati oleh gerombolan pengacau. |
Tahun 1953 |
Harta milik GKP selama bekerja di Jawa bagian Barat (Gedung Gereja, Rumah Sakit, bangunan sekolah dan lainnya) dihibahkan kepada GKP dan GKI Jawa Barat. |
Tahun 1956 |
Sidang Sinode X GKP di Bandung mengesahkan Tata Gereja GKP sebagai pengganti Tata Gereja yang diadakan sejak tahun 1934. |
Tahun 1959 |
GKP menjadi anggota Dewan gereja-gereja di Asia Timur; East Asian Christian Conference, yang di kemudian hari berubah menjadi Dewan Gereja-gereja Asia - Christian Conference of Asia. Pada tahun tersebut GKP tercatat ada: 32 Jemaat, dengan: 9.127 jiwa. |
Tahun 1961 |
GKP menjadi anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia (World Council of Churches). |
Tahun 1967 |
GKP menjalin hubungan kerjasama dengan Presbyterian Church of New Zealand. |
Tahun 1968 |
GKP memulai hubungan kerjasama dengan Basel Mission, Swiss. |
Tahun 1970 |
GKP menjadi anggota Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (World Alliance of Reformed Churches - WARC). |
Tahun 1990 |
Dalam lingkungan GKP terdapat 45 jemaat dan 35 Pos Kebaktian yang tersebar di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. |
Tahun 1999 |
GKP menetapkan pelayanannya sebagai dasawarsa menuju kepada kemandirian gereja. |
Tahun 2002 |
Jemaat-jemaat GKP berjumlah 50 jemaat, 30 Pos Kebaktian yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten dan DKI Jakarta. |
Tahun 2006 |
Saat ini GKP mempunyai 5 Klasis, 54 Jemaat dan 30 Pos Kebaktian. |
Sumber: Buku Informasi Sidang Sinode ke-25
GKP adalah anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI): Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah Jawa Barat (PGIW-JABAR), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah DKI Jakarta (PGIW-DKI Jakarta), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah Banten (PGIW-Banten), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA), Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (WARC) dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC)
GKP bekerja sama dengan Basel Mission dari Swiss, Nederlandse Hervormde Kerk dari Belanda, dan Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jabar.
GKP turut merintis berdirinya Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (cikal bakal Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga). Hingga saat ini, GKP mengirimkan utusannya dalam organ Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana, yang merupakan yayasan pengelola UKSW.
GKP memiliki hubungan kerja sama oikoumenis dengan salah satu gereja presbiterial di korea Selatan, yaitu. PROK (Presbyterial Church Republic of Korea).