Gojek | |
Perusahaan swasta | |
Industri | Teknologi informasi Transportasi |
Didirikan | 5 Oktober 2010 |
Pendiri | |
Kantor pusat | |
Wilayah operasi | Indonesia Thailand Vietnam[1] Singapura Filipina |
Tokoh kunci |
|
Pemilik | GoTo |
Situs web | www |
Gojek (ditulis bergaya sebagai goȷek; sebelumnya ditulis GO-JEK) merupakan sebuah perusahaan teknologi asal Indonesia yang melayani angkutan melalui jasa ojek. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2009 di Jakarta oleh Nadiem Makarim.[3][4] Saat ini, Gojek telah tersedia di 50 kota di Indonesia.[1] Hingga bulan Juni 2016, aplikasi Gojek sudah diunduh sebanyak hampir 10 juta kali di Google Play pada sistem operasi Android,[5] dan telah tersedia di App Store. Gojek juga mempunyai layanan pembayaran digital yang bernama Gopay. Selain di Indonesia, layanan Gojek kini telah tersedia di Vietnam dan Singapura.
Pada 17 Mei 2021, Tokopedia dan Gojek mengumumkan resmi merger dan membentuk Grup GoTo.[6] Nama GoTo sendiri berasal dari singkatan Gojek dan Tokopedia dan juga berasal dari kata gotong-royong.[7]
Gojek didirikan oleh Nadiem Makarim, warga negara Indonesia lulusan Master of Business Administration dari Harvard Business School. Ide mendirikan Gojek muncul dari pengalaman pribadi Nadiem Makarim menggunakan transportasi ojek hampir setiap hari ke tempat kerjanya untuk menembus kemacetan di Jakarta.[8] Saat itu, Nadiem masih bekerja sebagai Co-Founder dan Managing Director Zalora Indonesia dan Chief Innovation Officer Kartuku.[9]
Sebagai seseorang yang sering menggunakan transportasi ojek, Nadiem melihat ternyata sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh pengemudi ojek hanyalah sekadar mangkal menunggu penumpang. Padahal, pengemudi ojek akan mendapatkan penghasilan lebih banyak bila terus mencari penumpang. Selain itu, ia melihat ketersediaan jenis transportasi ini tidak sebanyak transportasi lainnya sehingga sering kali cukup sulit untuk dicari. Ia menginginkan ojek yang bisa ada setiap saat dibutuhkan. Dari pengalamannya tersebut, Nadiem Makarim melihat adanya peluang untuk membuat sebuah layanan yang dapat menghubungkan penumpang dengan pengemudi ojek.[10]
Pada tanggal 5 Oktober 2010, Gojek resmi berdiri dengan 20 orang pengemudi. Pada saat itu, Gojek masih mengandalkan call center untuk menghubungkan penumpang dengan pengemudi ojek dengan GoKilat. Pada pertengahan 2014, berkat popularitas Uber kala itu, Nadiem Makarim mulai mendapatkan tawaran investasi. Pada tanggal 7 Januari 2015, Gojek akhirnya meluncurkan aplikasi berbasis Android dan iOS untuk menggantikan sistem pemesanan menggunakan call center.[11]
Gojek pertama kali mendapatkan kucuran dana dari NSI Ventures pada Juni 2015 dengan besaran dana yang tidak dipublikasikan.[12] Pada Oktober 2015, Gojek kembali mendapatkan kucuran dana.[12] Kali ini dari Sequoia Capital dan DST Global yang juga tidak disebutkan jumlahnya.
Pada Agustus 2016, Gojek secara resmi mengumumkan pendanaan senilai US$550 juta atau sekitar Rp7,2 triliun dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital, dan Capital Group Private Markets dan investor-investor sebelumnya.[13][14] Dengan adanya pendanaan tersebut, Gojek resmi berstatus sebagai unicorn pertama di Indonesia, yaitu startup dengan valuasi lebih dari US$1 miliar. Pada saat itu, valuasi Gojek telah mencapai US$1,3 miliar (sekitar Rp17 triliun).[15]
Pada Januari 2018, Google melalui situs blog resminya mengumumkan bahwa mereka telah memberikan pendanaan untuk Gojek.[16][17] Ini merupakan investasi pertama Google kepada startup di Asia.[18] Kucuran dana tersebut merupakan bagian dari seri pendanaan yang diikuti oleh Tencent, JD, Temasek, dan Meituan-Dianping yang mencapai angka US$1,2 miliar (sekitar Rp16 triliun). Dalam pengumumannya, Google tidak merinci besaran jumlah investasinya kepada Gojek namun sebuah sumber dari Reuters menyebutkan totalnya sekitar 100 juta dollar AS (sekitar 1,3 triliun).[18][19]
Tidak lama setelah Google, pada 12 Februari 2018 Astra Internasional yang merupakan salah satu perusahaan otomotif nasional mengumumkan investasinya kepada Gojek senilai US$ 150 juta atau sekitar Rp2 triliun.[20] Suntikan dana tersebut merupakan investasi terbesar sepanjang sejarah Astra di sektor digital.[21] Pada hari yang sama, Djarum Group melalui PT Global Digital Niaga (GDN) yang merupakan anak usaha perusahaan modal ventura Global Digital Prima (GDP) milik Djarum, juga mengumumkan investasinya kepada Gojek. Dalam pengumuman tersebut. GDN tidak bersedia mengungkapkan berapa dana yang mereka investasikan ke Gojek.[22]
Pada Juni 2020, Facebook dan PayPal turut berpartisipasi memberikan pendanaan untuk Gojek.[23]
Gojek | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Tipe | Perusahaan berbagi tumpangan, online taxi service (en) , aplikasi seluler dan Aplikasi Super | ||||||||
Versi pertama | 5 Oktober 2010 | ||||||||
Genre | Aplikasi super | ||||||||
Lisensi | Perangkat lunak milik perorangan | ||||||||
Bahasa | Daftar bahasa Bahasa Indonesia, Inggris, Vietnam | ||||||||
| |||||||||
| |||||||||
Sumber kode | |||||||||
| |||||||||
Dalam upaya melakukan pengembangan aplikasinya, Gojek mengakuisisi beberapa perusahaan di India dan membuka kantor di Bengaluru, sebuah daerah yang terkenal sebagai "Silicon Valley-nya India".[24] Hubungan Gojek dengan India bermula pada April 2015, saat Gojek menyewa C42 Engineering, sebuah perusahaan rekayasa perangkat lunak selama dua bulan di Jakarta untuk membereskan kekutu (bug) dalam aplikasi mereka.[24] Hubungan ini tercipta berkat Sequoia Capital yang merupakan salah satu investor Gojek.
Februari 2016, Gojek akhirnya mengakuisisi C42 Engineering beserta CodeIgnition, perusahaan pengembangan aplikasi di New Delhi yang sebelumnya juga pernah bekerja untuk Gojek.[25] Kedua perusahaan teknologi ini ditugaskan membantu meningkatkan sistem IT untuk menanggulangi jumlah pengguna yang makin banyak.[26] Pada saat itu, pertumbuhan Gojek melaju dengan cepat. Jumlah pengunduh aplikasinya mencapai 11 juta dengan 200 ribu sopir Gojek. Pada tahun yang sama, tepatnya pada September 2016 Gojek mengakusisi Pianta, sebuah startup lokal di India yang menyediakan layanan kesehatan seperti terapi fisik, perawat, hingga pengumpulan sampel untuk pemeriksaan di laboratorium.[27] Menutup tahun 2016, Gojek mengakuisisi startup keempatnya di India yaitu LeftShift, perusahaan yang bergerak di bidang aplikasi Android, iOS, dan situs internet.[28]
Gojek tidak ingin berhenti hanya sebagai perusahaan transportasi berbasis daring, namun bertransformasi sebagai sebuah perusahaan financial technology (fintech) melalui GoPay.[29] Pada akhir tahun 2016 Gojek mengakuisisi Ponselpay, sebuah perusahaan keuangan milik MVComerce yang telah memiliki lisensi uang elektronik (e-money) dari Bank Indonesia.[30] Gojek membutuhkan lisensi tersebut guna mengembangkan GoPay yang telah mereka kembangkan untuk menjadi e-money.[31][32]
Pada 15 Desember 2017, Gojek mengumumkan akuisisinya terhadap tiga perusahaan financial technology yaitu Kartuku, Midtrans, dan Mapan untuk mendukung ekspansi GoPay di luar ekosistem Gojek.[33] Kartuku merupakan sebuah perusahaan Pemroses Pihak Ketiga atau Third Party Processor (TPP) dan Penyedia Layanan Pembayaran (PSP).[34] Kartuku yang telah mengoperasikan lebih dari 150 ribu alat pembayaran di gerai luring (offline) dan telah bekerja sama dengan sembilan bank acquirer ini, akan difokuskan untuk pengembangan penggunaan GoPay secara luring.[35]
Midtrans adalah salah satu perusahaan penyedia jasa pemrosesan pembayaran secara daring yang telah menjalin kemitraan dengan bank-bank di Indonesia, maskapai penerbangan, retail e-commerce, dan perusahaan-perusahaan fintech.[36] Sementara Mapan adalah jaringan layanan keuangan berbasis komunitas yang memungkinkan penggunanya mencicil barang yang mereka ingin beli dalam katalog barang Arisan Mapan.[34][36] Mapan yang telah tersedia di 100 kota tersebut difokuskan oleh Gojek untuk mengakselerasi inklusi keuangan bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked).[37]
Pada 8 Agustus 2017, Gojek mengakuisisi LOKET, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang event management & ticketing.[38] LOKET menghadirkan layanan pemesanan tiket secara daring, sampai menyediakan gelang RFID untuk pengunjung acara.[39] Langkah ini diambil Gojek untuk mendorong perkembangan fitur penjualan tiket bioskop dan acara yang telah mereka miliki melalui GO-TIX.[39]
Pada tahun 2018, setelah sukses berekspansi ke Vietnam Gojek memperluas jaringan bisnisnya ke sektor periklanan. Kali ini, Gojek mengakuisisi Promogo, sebuah layanan pemasangan iklan di kendaraan pada September 2018.[40][41] Pada tahun 2018 pula tepatnya pada bulan Agustus, Gojek mengonfirmasi kehadiran Goventures yang merupakan unit permodalan dari Gojek.[42] Hal ini sama dengan apa yang dilakukan oleh pesaing terdekatnya, Grab, yang telah memiliki Grab Ventures. Pasca mengumumkan kehadiran Goventures, Gojek memberi suntikan dana kepada Kumparan, sebuah startup media daring yang berdiri sejak tahun 2016 dengan nilai investasi yang tidak disebutkan.[43]
Januari 2019, Gojek mengakuisisi mayoritas saham Coins.ph, startup fintech asal Filipina senilai US$72 juta atau setara dengan Rp1 triliun.[44] Coins.ph merupakan fintech berbasis blockchain yang memiliki layanan dompet digital. Mereka telah memiliki lebih dari 100 ribu merchant yang menerima pembayaran via Coins.ph. Juli 2019, Gojek dikabarkan telah menyuntikkan dana sebesar US$5 juta atau sekitar Rp70 miliar pada startup bernama Rebel Foods di India.[45] Rebel Foods merupakan startup "cloud kitchen" yang menjalankan pengantaran makanan dari ribuan restoran.[46] Pasca mendapatkan suntikan dana dari Gojek, Rebel Foods juga dikabarkan akan menyiapkan bisnisnya di Indonesia. Pada September, Gojek menyalurkan dana sebesar US$3 juta atau sekitar Rp42 miliar pada perusahaan fintech Pluang yang sebelumnya bernama EmasDigi.[47]
Pada 24 Mei 2018, Gojek mengumumkan kepastiannya untuk berekspansi ke empat negara di Asia Tenggara yaitu Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina. Gojek mengaku menyiapkan dana sebesar USD500 juta atau sekitar Rp7,1 triliun untuk memuluskan langkahnya tersebut.[48] Sebulan kemudian tepatnya pada 25 Juni 2018, Gojek memperkenalkan GO-Viet di Vietnam dan GET di Thailand sebagai bagian dari ekspansinya.[49]
Selain tidak menggunakan nama mereknya seperti yang dilakukan Uber atau Grab, Gojek juga lebih memilih menggandeng tim lokal untuk menjalankan layanannya di luar negeri dan memberi kekuatan penuh untuk menetapkan kebijakan sesuai dengan karakteristik masing-masing negara.[50] Namun, mereka tetap mendapatkan dukungan teknologi, pengetahuan operasional, dan pendanaan dari Gojek. Sementara itu, kedua perusahaan tersebut berperan memberikan pengetahuan tentang kondisi pasar lokal.
Pada 12 September 2018, GoViet secara resmi diluncurkan di Vietnam setelah sebelumnya mulai beroperasi di Kota Ho Chi Minh sejak 1 Agustus 2018.[51][52] Pemilihan Vietnam sebagai negara pertama dari rencana ekspansi Gojek bukannya tanpa alasan. Negara ini memiliki jumlah penduduk yang cukup besar yaitu sekitar 107 juta orang dengan penetrasi internetnya sekitar 54%.[53][54] GoViet dipimpin oleh Duc Nguyen yang pernah bekerja pada Uber sebagai International Launcher untuk membantu melakukan riset pasar, menjalin kemitraan, analitik pasokan, integrasi pembayaran, hubungan masyarakat, dan rekrutmen.[55]
Setelah sukses di Vietnam dan Thailand, Gojek mulai memasuki pangsa pasar Singapura. Secara resmi, Gojek memulai debutnya di Singapura pada 29 November 2018 dalam versi beta di wilayah terbatas yang mencakup Central Business District, Jurong East, Pungol, Ang Mo Kio, dan Sentosa.[56] Pada 10 Januari 2019, Gojek resmi beroperasi secara menyeluruh di wilayah Singapura.[57] Di sana, Gojek tidak menjalankan layanan GoRide lantaran Pemerintah Singapura tidak mengizinkan penggunaan sepeda motor untuk transportasi umum.[56] Hingga akhir tahun 2019, Singapura merupakan pasar terbesar kedua Gojek setelah Indonesia yang melayani lebih dari 30 juta perjalanan sejak memasuki negara tersebut.[58]
Gojek mengumumkan kerja sama dengan perusahaan taksi Blue Bird pada Mei 2016.[59] Melalui kerja sama tersebut, Gojek membuatkan aplikasi untuk pengemudi Blue Bird dan mulai Januari 2017 pengemudi Blue Bird bisa menerima pemesanan dari layanan Gocar milik Gojek.[59] Pada Maret 2017, kedua perusahaan tersebut meningkatkan kerja samanya dengan meluncurkan fitur GO-Blue Bird. Melalui fitur tersebut, pengguna bisa langsung memesan taksi Blue Bird di aplikasi Gojek, tidak akan mendapatkan mitra pengemudi lain seperti ketika melalui Gocar. Di Singapura, Gojek juga menjalin kerjasama dengan layanan taksi lokal bernama Trans-Cab.[58]
Pada akhir Juli 2019, Gojek mengumumkan kerja sama dengan Astra untuk melakukan uji coba motor listrik sebagai kendaraan pengemudi Gojek.[60] Langkah ini diklaim sebagai dukungan kedua perusahaan untuk gaya hidup ramah lingkungan. Sebelumnya, Gojek dan Astra juga mengumumkan kerja sama membentuk layanan GO-Fleet yang menyediakan kendaraan baru, layanan perawatan, hingga perbaikan di bengkel resmi Astra bagi mitra pengemudi Gocar.[61] GO-Fleet yang berdiri di bawah naungan PT Solusi Mobilitas Bangsa ini juga melakukan monetisasi melalui iklan pada badan kendaraan Gocar. Mitra pengemudi nantinya akan mendapat insentif dari pemasangan iklan ini. Sementara kompetitor utama Gojek, yaitu Grab sudah melakukan hal ini sejak beberapa tahun sebelumnya melalui kerja sama dengan Stickearn.[62]
Pada 22 Juli 2019, Gojek meluncurkan logo dan cara penulisan korporasi baru. Ikon barunya, yang dijuluki "Solv", melambangkan transformasi Gojek dari menjadi layanan ojek daring menjadi aplikasi super yang menyediakan berbagai cara cerdas untuk menghilangkan kerepotan. Sedangkan brand Gojek yang semula ditulis GO-JEK diganti dengan gojek saja tanpa ada tanda penghubung.
Fokus layanan Gojek tak lagi pada kendaraan roda dua. Inilah yang mendorong perusahaan itu untuk mengganti logonya. Jika dulu mereka menggunakan logo pengendara motor dengan ikon sinyal di atas helmnya, kini Gojek menggunakan logo yang jauh lebih sederhana.
Logo baru bernama Solv ini digambarkan dengan lingkaran tak sempurna dengan titik pada bagian tengah. Nama Solv sendiri diambil dari kata "Solve" yang artinya menyelesaikan. Gojek merasa, ini sesuai dengan misi mereka, yaitu menjadi "aplikasi super" yang bisa menyelesaikan berbagai masalah pelanggan.[63]
Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) adalah organisasi non-profit yang didirikan oleh Gojek untuk membantu para mitra mereka yang terdampak oleh pandemi COVID-19. Pendanaan untuk yayasan yang mulai beroperasi pada bulan Maret 2020 ini berasal dari sebagian gaji tahunan tim manajemen senior Gojek dan anggaran kenaikan gaji seluruh karyawan Gojek.[64]
Sebuah riset Diarsipkan 2019-11-26 di Wayback Machine. yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyebut Gojek telah memberi kontribusi Rp8,2 triliun per tahun bagi perekonomian Indonesia melalui penghasilan mitra pengemudi. Gojek juga berkontribusi Rp1,7 triliun per tahun bagi perekonomian Indonesia melalui penghasilan mitra UMKM. Penelitian yang melibatkan 3.315 responden di 9 wilayah tersebut menunjukkan rata-rata penghasilan mitra pengemudi mencapai Rp3,31 juta lebih tinggi dari UMK 9 wilayah itu yang hanya Rp2,8 juta.[65]
Gojek telah tersedia di Indonesia, Singapura, Vietnam, dan Thailand secara resmi pada tanggal 25 Juni 2018. Di sisi lain, Gojek kini telah tersedia di 167 kabupaten dan kota di Indonesia,[66] 2 kota di Vietnam dan 14 distrik di Bangkok,[67] Thailand.
Menjamurnya penggunaan jasa Gojek membuat adanya kecemburuan di antara tukang ojek pangkalan. Pada tanggal 9 Juni 2015 seseorang dalam akun Path menuliskan insiden bahwa pengemudi Gojek yang dipesannya diusir oleh tukang ojek pangkalan di Kuningan, Jakarta Selatan yang tidak terima rezekinya dirampas.[68] Dua kali dia memanggil sopir Gojek, dua kali pula pengemudi Gojek lari karena takut dipukuli tukang ojek pangkalan. Akhirnya dia naik ojek pangkalan dengan tarif jauh lebih mahal dibanding tarif sopir Gojek. Sekadar diketahui, tarif ojek Gojek lebih pasti karena ditentukan lewat aplikasi sehingga tidak perlu tawar-menawar.[68]
Munculnya ojek daring sebagai salah satu transportasi umum juga menuai pro dan kontra dari aspek hukum. Secara tradisional, ojek memang sudah menjadi salah satu pilihan transportasi umum masyarakat di Indonesia meski keberadaannya tidak diakui secara hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), kendaraan roda dua tidak termasuk sebagai sarana transportasi umum.[69] Karena alasan itulah Kementerian Perhubungan yang pada saat itu dijabat Ignasius Jonan sempat melarang beroperasinya ojek daring pada 9 November 2015, meski larangan itu hanya berlaku selama kurang lebih 12 jam.[70]
Larangan yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 itu langsung mendapatkan protes keras dari pengguna ojek daring. Lebih dari 12 ribu orang menandatangi petisi daring untuk memprotes kebijakan Kemenhub tersebut.[71] Presiden Joko Widodo yang mendengar kabar tersebut, memanggil Ignasius Jonan ke Istana. Setelah pemanggilan tersebut, keputusan melarang ojek daring pun dibatalkan.
Menjamurnya penggunaan layanan Gojek di Jabodetabek membuat perusahaan layanan transportasi pemesanan taksi asal Singapura, Grab, juga turut meluncurkan layanan pemesanan ojek yang bernama GrabBike.[72] Layanan tersebut diluncurkan pada bulan Mei 2015.[72]