Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.[1]
Gratifikasi dapat diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan dapat dilakukan dengan atau tanpa sarana elektronik [2]
Walaupun hingga sekarang masih belum ditetapkan batas minimum untuk gratifikasi, pemerintah pernah mengusulkan melalui Menkominfo pada tahun 2005 supaya pemberian di bawah Rp. 250.000,- tidak dimasukkan ke dalam kategori gratifikasi. Namun hal ini belum diputuskan dan masih sebatas wacana. Di lain pihak, masyarakat yang melaporkan gratifikasi di atas Rp. 250.000,- wajib diberikan perlindungan sesuai dengan ketentuan PP No 71/ 2000.
Gratifikasi termasuk tindak pidana. Landasan hukumnya adalah UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12. Penerima gratifikasi diancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan/atau paling lama seumur hidup dan/atau denda paling sedikit 200 juta rupiah dan/atau paling banyak 1 miliar rupiah. Gratifikasi dilarang karena dapat mendorong pegawai negeri bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak professional. Dengan demikian pegawai negeri tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Ketentuan UU No 20/2001 menyebutkan bahwa setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah suap, tetapi ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Istilah gratifikasi secara jelas dan gamblang dapat ditemukan dalam Pasal 12B dan Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 12B Ayat (1), Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pembuktian gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Ketentuan Pasal 12C Ayat (1) menyebutkan, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Ayat (2) menyatakan, Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Pasal 12C Ayat (3) menyebutkan, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.