Gunka (軍歌 , terj. har. 'lagu militer') adalah istilah Jepang untuk musik militer. Dalam pemakaian standar di Jepang, istilah tersebut ditujukan kepada lagu Jepang dan lagu asing seperti "The Battle Hymn of the Republic". Namun dalam kategori bahasa Inggris, istilah tersebut merujuk kepada lagu-lagu yang dihasilkan oleh Kekaisaran Jepang antara 1885 dan 1943.
Selama Periode Restorasi Meiji, komposer dan guru Barat mengajar orang Jepang untuk menulis dan membuat musik dalam tradisi klasik Barat. Pawai militer diadopsi di Jepang, sebagai bagian dari tren kebiasaan Barat yang berintegrasi ke dalam budaya Jepang. Gunka adalah salah satu bentuk musik besar yang dipengaruhi Barat yang muncul pada periode ini dan digunakan untuk mendorong patriotisme di era pasca-restorasi.[1]
Pada tahun 1871, Jepang mendirikan band Angkatan Darat dan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Selama akhir abad kesembilan belas, konduktor Jepang membuat repertoar band menjadi japanisasi.[2] Pada masa ekspansi imperialis Jepang di Asia dan Pasifik, gunka digunakan untuk memuliakan siapa saja yang "berjuang" di depan rumah.[2]
Instrumen musik tradisional Barat yang umum digunakan pada lagu Gunka, seperti trompet, trombon, tuba, timpani, simbal, glockenspiel, snare, klarinet, seruling, pikolo sebagai instrumen musik tiup kayu[1]
Dikarenakan oleh asalnya yang adalah dari parade militer, gunka memiliki irama 4/4. Pun pola ritmik yang paling umum dalam gunka adalah 6/4 dan triplet pair. Selain itu, mars gunka dikomposisi dalam nada mayor.[1]
Tema dari lagu-lagu militer Jepang tidaklah begitu berbeda dengan mars-mars militer dari berbagai negara lain yang bernada patriotik.
Gunka dapat bertemakan pertempuran, tentang mengirimkan putranya ke sebuah perang, juga penantian akan orang tua yang tak kunjung kembali.[2]
Hampir semua lagu yang dibuat pada awal perang berupa epos yang mendeskripsikan situasi perang dalam narasi yang konkret. Namun, seiring berjalannya waktu, pola yang ada dalam lagu-lagu masa perang itu menyempit secara terbatas pada peningkatan dalam hal kekejaman dan moral... berdasarkan kepada fakta bahwa satu kali perekaman memakan waktu tiga menit.
— Gunka to Nipponjin, dikutip dalam Sugita 1972, 33