Hasil hutan nonkayu adalah bahan-bahan atau komoditas yang didapatkan dari hutan tanpa harus menebang pohon. Mencakup hewan buruan, rambut hewan, kacang-kacangan, biji, buah beri, jamur, minyak, daun, rempah-rempah, rempah daun, gambut, ranting untuk kayu bakar, pakan hewan ternak,[1] dan madu.[2] Selain itu, tumbuhan paku, kayu manis, lumut, karet, resin, getah, dan ginseng juga masuk ke dalam kategori hasil hutan nonkayu.
Hasil hutan nonkayu dihargai tinggi oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan sering kali merupakan sumber mata pencaharian mereka. Hasil hutan nonkayu juga banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil hutan nonkayu dipandang sebagai cara alternatif dalam menggerakkan perekonomian kehutanan selain dengan melakukan penebangan kayu. Hasil hutan nonkayu juga mampu menghasilkan diversitas perekonomian suatu wilayah.
Hasil hutan nonkayu berdasarkan sumbernya digolongkan menjadi dua bagian. Pertama, hasil hutan nabati nonkayu yang menghasilkan produk seperti minyak atsiri, minyak lemak, pati, buah, tannin, bahan pewarna, getah, tumbuhan penghasil obat-obatan, palma dan bambu, serta alkaloid. Kedua, hasil hutan nonkayu hewani yang dapat berupa satwa, penangkaran madu, dan sutra.
Hasil hutan nonkayu dimanfaatkan oleh manusia di seluruh dunia, tidak dibatasi oleh suku, tingkat usia, dan tingkat kemapanan. Penggunaan hasil hutan nonkayu oleh penduduk setempat dapat bernilai ekonomi, historis, prestise, dan religius. Hasil hutan nonkayu merupakan bahan baku industri, mulai dari industri tanaman hias, industri farmasi, industri pangan, dan sebagainya.
Kontribusi hasil hutan nonkayu terhadap perekonomian nasional dan regional sulit ditentukan karena kurangnya sistem untuk melacak nilai yang dihasilkan dari sekian banyaknya jenis produk yang mampu dihasilkan dari hasil hutan nonkayu. Namun beberapa komoditas seperti sirup maple mampu diketahui karena merupakan komoditas ekspor yang diproduksi secara besar-besaran, mencapai 1.400.000 galon AS (5.300 m3) dengan nilai 38,3 juta US$ di Amerika Serikat.[3] Selain itu, di hutan iklim sedang dihasilkan berbagai jamur. Jamur yang terkenal dihasilkan dari hutan jenis ini adalah jamur matsutake yang juga bernilai ekonomi tinggi. Tanaman obat seperti ginseng serta sayuran seperti salal dan tumbuhan paku juga bernilai ekonomi tinggi. Namun tingkat keekonomian hasil hutan nonkayu bervariasi seiring dengan beragamnya hasil hutan nonkayu di tempat yang berbeda.
Hasil penelitian di Peru membuktikan bahwa hasil nutan nonkayu memberikan hasil ekonomi lebih banyak per hektarenya dibandingkan jika hutan tersebut ditebang untuk mendapatkan kayunya. Selain menguntungkan secara ekonomi, juga menguntungkan scara ekologis.[4] Di banyak tempat, usaha pengumpulan dan penggunaan hasil hutan nonkayu dapat mengangkat kondisi kemiskinan bagi penduduk sekitar hutan jika diberdayakan dengan benar.[5]