Hukum menikahi pemerkosa (bahasa Inggris: marry-your-rapist law, marry-the-rapist law, rape-marriage law) adalah sebuah hukum terkait pemerkosaan yang menyatakan bahwa seorang pemerkosa tidak akan dihukum jika ia menikahi korbannya. Meskipun istilah untuk fenomena tersebut baru dicetuskan pada 2010an,[1][2][3][4][5] praktik tersebut telah didukung oleh hukum-hukum pemerkosaan di beberapa sistem hukum sepanjang sejarah.[6] Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, hukum dari jenis ini yang masih tersisa makin tertantang dan ditinjau dalam serangkaian negara.[3][7]
Beberapa organisasi HAM seperti Human Rights Watch,[7] and the Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia[8] sangat mengkritik hukum-hukum seperti Artikel 522 di belahan dunia lainnya. Organisasi tersebut bekerja terhadap peniadaan jenis hukum tersebut, dan dalam beberapa kasus, mereka berhasil.
Malaysia tak memiliki hukum menikahi pemerkosa manapun, namun pada 2015-16, terjadi satu kasus. Pengadilan Sesi memutuskan agar seorang pria yang dituduhkan pada dua pengadilan atas dakwaan pemerkosaan terhadap seorang gadis berusia 14 tahun asal Petra Jaya, bagian Malaysia dari Borneo pada Oktober 2015, terbebas dari hukuman karena ia mengklaim menikahi korbannya,[9] yang mendapatkan sorotan dari Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak pada Agustus 2016 setelah unjuk rasa berskala bersama yang menganggap hal ini akan menghindarkan bahaya bagi para pemerkosa anak untuk melarikan hukuman.[10]