Imam Ath-Thahawi (239-321 H) adalah Imam, pakar penghafal hadits dari Mazhab Hanafi. Penulis kitab akidah "Al-Aqidah Ath-Thahawiyah" yang diakui dan digunakan seluruh mazhab Ahlus Sunnah.
Dia adalah Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Abdil Malik al-Azdy al-Mishri ath-Thahawi Al-Hanafi. Al-Azdy adalah qabilah terbesar Arab, Dia adalah Al-Qahthani dari sisi bapaknya dan Al-Adnani dari sisi ibunya karena ibunya seorang Muzainah, yakni saudara al-Imam Al-Muzanni sahabat Imam Syafi’i. Dan Ath-Thahawi dinasabkan pada Thaha sebuah desa di Sha’id, Al-Mishr.
Imam Thahawi lahir tahun 239 H. Imam ath-Thahawi adalah sezaman dengan para imam ahli Huffazh para pengarang/penyusun enam buku induk hadits (Kutubus Sittah), dan bersama-sama dengan mereka dalam riwayat hadits. Umur dia ketika imam Bukhari wafat adalah 17 tahun, ketika imam Muslim wafat ia berumur 22 tahun, ketika imam Abu Dawud wafat ia berumur 36 tahun, ketika imam Tirmidzi wafat berumur 40 tahun dan ketika Nasa’i wafat ia berumur 64 tahun, dan ketika imam Ibnu Majah wafat ia berumur 34 tahun. Imam Ath-Thahawi wafat pada bulan Dzul-Qa'idah tahun 321 H, dalam usia delapan puluh tahun lebih.
Bapaknya, Muhammad bin Salaamah adalah seorang cendekiawan ilmu dan bashar dalam syi’ir dan periwayatannya. Sedangkan ibunya termasuk dalam Ash-haab asy-Syafi’i yang aktif dalam majlisnya. Kemudian pamannya adalah Imam Al-Muzanni, salah seorang yang paling faqih dari Ash-haab asy-Syafi’i yang banyak menyebarkan ilmunya.
Sebagian besar menduga bahwa dasar kecendekiawanannya adalah di rumah, yang kemudian lebih didukung dengan adanya halaqah ilmu yang didirikan di masjid Amr bin al-‘Ash. Menghafal al-Qur’an dari Syeikhnya, Abu Zakaria Yahya bin Muhammad bin ‘Amrus, yang diberi predikat: “Tidak ada yang keluar darinya kecuali telah hafal al-Qur’an.” Kemudian bertafaquh (belajar mendalami agama) pada pamannya –al-Muzanni, dan sami’a (mendengar) darinya kitab Mukhtasharnya yang bersandar pada ilmu Syafi’i dan makna-makna perkataannya. Dan dia adalah orang pertama yang belajar tentang itu. Ia juga menukil dari pamannya itu hadits-hadits, dan mendengar darinya periwayatan-periwayatannya dari Syafi’i tahun 252 H. Dia juga mengalami masa kebesaran pamannya, al-Muzanni. Pernah bertamu dengan Yunas bin Abdul A’la (264 H), Bahra bin Nashrin (267 H), Isa bin Matsrud (261 H) dan lain-lainnya. Semuanya adalah shahabat Ibn Uyainah dari kalangan ahlu Thabaqat.
Al-Imam ath-Thahawi belajar pada pamannya sendiri Al-Muzanni dan mendengar periwayatan pamannya dari Al-Imam Asy-Syafi'i. Tatkala dia menginjak usia 20 tahun, dia meninggalkan madzhab Al-Imam Asy-Syafi'i, dan beralih ke Imam Abu Hanifah, disebabkan beberapa faktor:
Akan tetapi perlu diketahui bahwa perpindahan madzhabnya itu tidaklah bertujuan untuk mengasingkan diri dan mengingkari madzhab yang ia tinggalkan, karena hal ini banyak terjadi di kalangan ahli ilmu ketika itu yang berpindah dari satu madzhab ke madzhab lainnya tanpa meningkari madzhab sebelumnya. Bahkan pengikut Syafi’i yang paling terkenal sebelumnya adalah seorang yang bermadzhab Maliki, dan di antara mereka ada yang menjadi syeikhnya (gurunya) ath-Thahawi. Tidak ada tujuan untuk menyeru pada ‘ashabiyah (fanatisme) atau taklid, tetapi yang dicari adalah dalil, kemantapan, dan hujjah yang lebih mendekati kebenaran.
Di antara guru-gurunya selain pamannya adalah, Al-Muzanni, juga Al-Qadhi Abu Ja'far Ahmad bin Imran Al-Baghdadi, Al-Qadhi Abu Khazim Abdul Hamid bin Abdul 'Aziz al-Baghdadi, Yunus bin Abdul 'Ala Al-Mishri dan lain-lain.
Di antara murid-muridnya adalah: Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Manshur, Ahmad bin Al-Qasim bin Abdillah Al-Baghdadi yang dikenal dengan Ibnul Khasysyab Al-Hafizh, Abul Hasan Ali bin Ahmad Ath-Thahawi dan lain-lain.
Al-Imam Ath-Thahawi adalah orang berilmu yang memiliki keutamaan. Dia menguasai sekaligus Ilmu Fikih dan Hadits, serta cabang-cabang keilmuan lainnya. Baliau menjadi wakil dari Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin 'Abdah, seorang qadhi di Mesir.
Ibnu Yunus memberi pernyataan tentang dia: Dia orang yang bagus hafalannya dan tepercaya, alim, jenius dan tak ada yang menggantikan dia. Ibnul Jauzi dalam Al-Muntazham menyatakan: seorang penghafal yang tepercaya, bagus pemahamannya, alim dan jenius. Ibnu Katsir juga menyatakan dalam Al-Bidayah wa Nihayah: Dia adalah seorang penghafal yang tepercaya sekaligus pakar penghafal hadits.[1]
Ath-Thahawi telah menyusun berbagai macam dan jenis kitab, baik dalam bidang aqidah, tafsir, hadits, fiqih, dan tarikh. Sebagian ahli tarikh menyatakan lebih dari tiga puluh kitab. Diantaranya sebagai berikut:
1. Syarh Ma’ani al-Atsar
2. Ikhtilaaf al-Fiqhiyah.
3. Mukhatashar ath-Thahawi.
4. Sunan asy-Syafi’i.
5. Al-Aqidah ath-Thahawiyah, kitabnya yang terbaik.
6. Naqdlu kitab al-Mudallisin li Faqih Baghdad al-Husain bin Ali bin Yazid al-Karabisi.
7. Taswiyatu baina Hadtsana wa Akhabarana.
8. Asy-Syurut ash-Shaqhir.
9. Asy-Syurut al-Ausath.
10. Asy-Syurut al-Kabir.
11. At-Tarikh al-Kabir
12. Ahkamul Qur’an.
13. Nawadirul Fiqhiyah.
14. An-Nawadir Wal Hikayaat.
15. Juz-un fi hukmi ardli Makkah.
16. Juz-un fi qismi al-fay`i wal Ghanaa-`im.
17. Ar-Raddu ‘ala Isa bin Abbaan fi KitaAbuhi alladzi sammaahu Khatha’u al-Kutub.
18. Al-Raddu ‘ala Abu Ubaid fiima Akhtha a fiihi fi KitaAbu an-Nasab.
19. Ikhtilaaf ar-Riwayaat ‘ala Madzhab al-Kuufiyiin.
20. Syarh al-Jami’ al-Kabir lil imam Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani.
21. Kitab al-Mahadlir wa as-Sijillaat.
22. Akhbar Abu Hanifah wa ash-haabuhu.
23. Kitab Aal-Washaya wal Faraidl.
24. Dan lain-lain.