Johar | |
---|---|
Bunga dan daun-daun johar, Senna siamea Darmaga, Bogor | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Klad: | Tracheophyta |
Klad: | Angiospermae |
Klad: | Eudikotil |
Klad: | Rosid |
Ordo: | |
Famili: | |
Subfamili: | |
Genus: | |
Spesies: | S. siamea
|
Nama binomial | |
Senna siamea | |
Sinonim | |
Johar atau juar adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras yang termasuk suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan). Pohon yang sering ditanam sebagai peneduh tepi jalan ini dikenal pula dengan nama-nama yang mirip, seperti juwar (Btw., Jw., Sd.), atau johor (Mly.). Di Jawa sering juga disebut jati wesi. Di Sumatra, pohon ini dinamai pula bujuk atau dulang. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut dengan beberapa nama seperti black-wood cassia, Bombay blackwood, kassod tree, Siamese senna dan lain-lain. Nama ilmiahnya, siamea, merujuk pada tanah asalnya, yakni Siam atau Thailand.
Pohon, tinggi 2 - 20 (-30)m; dengan batang lurus dan pendek, gemang jarang melebihi 50cm.[3][4] Pepagan (kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda; percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat.[5]
Daun menyirip genap, 10–35 cm panjangnya; dengan tangkai bulat torak sepanjang 1,5—3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya; poros daun tanpa kelenjar; daun penumpu meruncing kecil, lk. 1 mm, lekas rontok. Anak daun 4—16 pasang, agak menjangat, jorong hingga jorong-bundar telur, 3–8 cm × 1—2,5 cm, panjang 2—4 × lebarnya, pangkal dan ujungnya membulat atau menumpul, gundul dan mengkilap di sisi atas, dengan rambut halus di sisi bawah.[5]
Bunga terkumpul dalam malai di ujung ranting, panjang 15–60 cm, berisi 10—60 kuntum yang terbagi lagi ke dalam beberapa tangkai (cabang) malai rata. Kelopak 5 buah, oval membundar, 4–9 mm, tebal dan berambut halus. Mahkota bunga berwarna kuning cerah, 5 helai, gundul, bundar telur terbalik, bendera dengan kuku sepanjang 1–2 mm. Benang sari 10, yang terpanjang lk. 1 cm; kurang lebih sama panjang dengan bakal buah dan tangkai putiknya.[3][5]
Buah polong memipih, 15–30 cm × 12–16 mm, berbiji 20—30, dengan tepi yang menebal, pada akhirnya memecah. Biji bundar telur pipih, 6.5–8 mm × 6 mm, coklat terang mengkilap.[5]
Johar sering ditanam dalam sistem pertanaman campuran (agroforestri), baik sebagai tanaman sela, tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini acap ditanam sebagai penaung di perkebunan-perkebunan teh, kopi atau kakao. Akan tetapi perakarannya yang luas dapat berpotensi sebagai pesaing tanaman utama dalam perolehan unsur hara dan air, sehingga penanamannya harus dilakukan dengan hati-hati.[6] Sekarang johar juga kerap ditanam sebagai pohon peneduh tepi jalan dan pohon hias di taman-taman, bahkan juga untuk merehabilitasi lahan pertambangan.[5]
Kayu johar termasuk ke dalam kayu keras dan cukup berat (B.J. 0,6—1,01 pada kadar air 15%). Gubalnya berwarna keputihan, jelas terbedakan dari kayu terasnya yang coklat gelap hingga kehitaman, berbelang-belang kekuningan.[6][7] Kayu terasnya sangat awet (kelas awet I), sedangkan gubalnya lekas rusak dimakan serangga. Kayu johar juga tergolong kuat (kelas kuat I atau II), sehingga disukai dalam pembuatan jembatan dan tiang bangunan. Warna dan motifnya yang indah menjadikan kayu ini digemari dalam pembuatan mebel dan panel dekoratif; sayangnya kayu johar tergolong sukar dikerjakan karena kekerasannya.[8]
Johar menghasilkan kayu bakar yang baik, meskipun banyak mengeluarkan asap. Nilai kalorinya sebesar 4500-4600 Kkal/kg, sehingga kayu ini juga baik dijadikan arang.[6] Pada masa silam, johar dimasukkan dan ditanam secara luas di Afrika untuk diperdagangkan kayunya.[5][7]
Daun-daun johar, bunga dan polongnya yang muda dapat dijadikan pakan ternak ruminansia, namun kandungan alkaloida di dalamnya terbukti toksik (beracun) bagi non-ruminansia seperti babi dan unggas.[5][8][9] Akan tetapi setelah melalui perebusan dan penggantian airnya beberapa kali, daun-daun johar yang muda dan bunganya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam masakan lokal di Thailand dan Srilanka.[7]
Johar juga menghasilkan zat penyamak dari pepagan, daun dan buahnya. Simplisia yang digunakan untuk obat berupa daun, kulit akar, dan biji.[10] Akarnya digunakan untuk mengobati cacingan dan sawan pada anak-anak. Kayu terasnya berkhasiat sebagai pencahar, dan rebusannya digunakan untuk mengobati kudis di Kamboja.[5] Sementara di Jawa Tengah, teh johar yang dihasilkan dari rebusan daunnya dipakai sebagai obat malaria.[8] Daun-daun dan bagian tumbuhan lainnya dari johar mengandung senyawa-senyawa kimia seperti antrakinona, antrona, flavona, serta aneka triterpenoida dan alkaloida, termasuk pula kasiadimina (cassiadimine).[5] Kulit akar mengandung lupeol, betalin, dan, diantrakinon. Bijinya mengandung lemak dan sitosterin.[10]
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang dikutip dari Ipteknet:[10]
Di Cina, johar ditanam sebagai tanaman inang untuk memelihara kutu lak. Sementara daun-daun johar sering pula dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau mulsa.[7]
Asal usul johar adalah dari Asia Selatan dan Tenggara.[5][6] Tumbuhan ini telah dibudidayakan begitu lama, sehingga tanah asalnya yang pasti tidak lagi diketahui.[7] Di Indonesia, johar diketahui tumbuh alami di Sumatra.[8]
Johar dapat tumbuh baik pada pelbagai kondisi tempat; akan tetapi paling cocok pada dataran rendah tropika dengan iklim muson, dengan curah hujan antara 500–2800 mm (optimum sekitar 1000 mm) pertahun, dan temperatur yang berkisar antara 20—31 °C. Johar menyukai tanah-tanah yang dalam, sarang, dan subur, dengan pH antara 5,5—7,5. Tanaman ini tidak tahan dingin dan pembekuan, tidak bagus tumbuhnya di atas elevasi 1300 m dpl.[6]
Perbanyakan terutama dilakukan dengan biji, yang biasanya langsung ditaburkan di lapangan. Biji-biji segar tidak memerlukan perlakuan pendahuluan, namun merendamnya dalam air dingin selama 12 jam akan mempercepat perkecambahan. Cara lain ialah dengan menyemaikannya lebih dulu, dan baru memindahkan anakannya ke lapangan setelah berumur 12-14 minggu (tinggi 25–30 cm). Cara kedua ini meningkatkan peluang keberhasilan tumbuh anakan, terutama dalam menghadapi persaingan dengan gulma.[6]
Untuk kepraktisan pengangkutannya, anakan dapat ditanam dalam bentuk stump; dengan batang yang dipangkas hingga tersisa sepanjang 10 cm dan akar sepanjang 30 cm, maksimal diameter batang adalah 1 cm.[7]