Johar

Johar
Bunga dan daun-daun johar, Senna siamea
Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Rosid
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Spesies:
S. siamea
Nama binomial
Senna siamea
(Lamk.) Irwin et Barneby[1]
Sinonim
  • Cassia siamea Lamk.[2]
  • Cassia florida Vahl
  • Senna sumatrana Roxb.

Johar atau juar adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras yang termasuk suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan). Pohon yang sering ditanam sebagai peneduh tepi jalan ini dikenal pula dengan nama-nama yang mirip, seperti juwar (Btw., Jw., Sd.), atau johor (Mly.). Di Jawa sering juga disebut jati wesi. Di Sumatra, pohon ini dinamai pula bujuk atau dulang. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut dengan beberapa nama seperti black-wood cassia, Bombay blackwood, kassod tree, Siamese senna dan lain-lain. Nama ilmiahnya, siamea, merujuk pada tanah asalnya, yakni Siam atau Thailand.

Pengenalan

[sunting | sunting sumber]

Pohon, tinggi 2 - 20 (-30)m; dengan batang lurus dan pendek, gemang jarang melebihi 50cm.[3][4] Pepagan (kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda; percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat.[5]

Daun menyirip genap, 10–35 cm panjangnya; dengan tangkai bulat torak sepanjang 1,5—3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya; poros daun tanpa kelenjar; daun penumpu meruncing kecil, lk. 1 mm, lekas rontok. Anak daun 4—16 pasang, agak menjangat, jorong hingga jorong-bundar telur, 3–8 cm × 1—2,5 cm, panjang 2—4 × lebarnya, pangkal dan ujungnya membulat atau menumpul, gundul dan mengkilap di sisi atas, dengan rambut halus di sisi bawah.[5]

Polong johar

Bunga terkumpul dalam malai di ujung ranting, panjang 15–60 cm, berisi 10—60 kuntum yang terbagi lagi ke dalam beberapa tangkai (cabang) malai rata. Kelopak 5 buah, oval membundar, 4–9 mm, tebal dan berambut halus. Mahkota bunga berwarna kuning cerah, 5 helai, gundul, bundar telur terbalik, bendera dengan kuku sepanjang 1–2 mm. Benang sari 10, yang terpanjang lk. 1 cm; kurang lebih sama panjang dengan bakal buah dan tangkai putiknya.[3][5]

Buah polong memipih, 15–30 cm × 12–16 mm, berbiji 20—30, dengan tepi yang menebal, pada akhirnya memecah. Biji bundar telur pipih, 6.5–8 mm × 6 mm, coklat terang mengkilap.[5]

Ditanam sebagai peneduh jalan

Johar sering ditanam dalam sistem pertanaman campuran (agroforestri), baik sebagai tanaman sela, tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini acap ditanam sebagai penaung di perkebunan-perkebunan teh, kopi atau kakao. Akan tetapi perakarannya yang luas dapat berpotensi sebagai pesaing tanaman utama dalam perolehan unsur hara dan air, sehingga penanamannya harus dilakukan dengan hati-hati.[6] Sekarang johar juga kerap ditanam sebagai pohon peneduh tepi jalan dan pohon hias di taman-taman, bahkan juga untuk merehabilitasi lahan pertambangan.[5]

Kayu johar termasuk ke dalam kayu keras dan cukup berat (B.J. 0,6—1,01 pada kadar air 15%). Gubalnya berwarna keputihan, jelas terbedakan dari kayu terasnya yang coklat gelap hingga kehitaman, berbelang-belang kekuningan.[6][7] Kayu terasnya sangat awet (kelas awet I), sedangkan gubalnya lekas rusak dimakan serangga. Kayu johar juga tergolong kuat (kelas kuat I atau II), sehingga disukai dalam pembuatan jembatan dan tiang bangunan. Warna dan motifnya yang indah menjadikan kayu ini digemari dalam pembuatan mebel dan panel dekoratif; sayangnya kayu johar tergolong sukar dikerjakan karena kekerasannya.[8]

Johar menghasilkan kayu bakar yang baik, meskipun banyak mengeluarkan asap. Nilai kalorinya sebesar 4500-4600 Kkal/kg, sehingga kayu ini juga baik dijadikan arang.[6] Pada masa silam, johar dimasukkan dan ditanam secara luas di Afrika untuk diperdagangkan kayunya.[5][7]

Lukisan menurut Blanco

Daun-daun johar, bunga dan polongnya yang muda dapat dijadikan pakan ternak ruminansia, namun kandungan alkaloida di dalamnya terbukti toksik (beracun) bagi non-ruminansia seperti babi dan unggas.[5][8][9] Akan tetapi setelah melalui perebusan dan penggantian airnya beberapa kali, daun-daun johar yang muda dan bunganya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam masakan lokal di Thailand dan Srilanka.[7]

Johar juga menghasilkan zat penyamak dari pepagan, daun dan buahnya. Simplisia yang digunakan untuk obat berupa daun, kulit akar, dan biji.[10] Akarnya digunakan untuk mengobati cacingan dan sawan pada anak-anak. Kayu terasnya berkhasiat sebagai pencahar, dan rebusannya digunakan untuk mengobati kudis di Kamboja.[5] Sementara di Jawa Tengah, teh johar yang dihasilkan dari rebusan daunnya dipakai sebagai obat malaria.[8] Daun-daun dan bagian tumbuhan lainnya dari johar mengandung senyawa-senyawa kimia seperti antrakinona, antrona, flavona, serta aneka triterpenoida dan alkaloida, termasuk pula kasiadimina (cassiadimine).[5] Kulit akar mengandung lupeol, betalin, dan, diantrakinon. Bijinya mengandung lemak dan sitosterin.[10]

Berikut ini adalah beberapa penelitian yang dikutip dari Ipteknet:[10]

  • Menurut penelitian Salim Hanggara (1991) dari UGM bahwasanya efek hipoglikemik air rebusan daun johar, pada tikus putih jantan, dibandingkan dengan tolbutamid. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata air rebusan daun johar dosis 2,5, 5,0, dan 10,0 g / kg bb mampu menurunkan LDDK (Luas daerah di bawah kurva) kadar glukosa darah terhadap kontrol negatif, pada kelompok tikus normal yang diberi beban glukosa (DMTTI - UTGO = Diabetes melitus tidak tergantung insulin. Uji toleransi glukosa oral). Pada kelompok tikus normal yang tidak diberi beban glukosa (DMTTI), air rebusan daun Johar dosis 10,0 g / kg bb mampu menurunkan LDDK kadar glukosa darah sebesar 15.06% terhadap kontrol negatif.
  • Juga, menurut penelitian C. Yudhi Setyandarta (1993) dari UI, pengaruh hepatoprotektif infus daun johar pada tikus putih yang diberikan karbon tetraklorida. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata infus daun johar mempunyai pengaruh hepatoprotektif. Daun johar mengandung senyawa yang dapat menghambat peningkatan aktivitas GPT-plasma dan kerusakan jaringan hati akibat CC14 dan terdapat hubungan antara dosis dan efek.
  • Selanjutnya, menurut penelitian Aan Risma Uli N. (1994) dari univeristas yang sama bahwa pengaruh antimikroba dari infus daun johar terhadap beberapa bakteri dan jamur penyebab penyakit kulit. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata infus daun johar mempunyai pengaruh antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Proteus vulgaris, tetapi tidak menunjukkan aktivitas antijamur terhadap Candida albicans, Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum canis.

Di Cina, johar ditanam sebagai tanaman inang untuk memelihara kutu lak. Sementara daun-daun johar sering pula dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau mulsa.[7]

Ekologi dan perbanyakan

[sunting | sunting sumber]

Asal usul johar adalah dari Asia Selatan dan Tenggara.[5][6] Tumbuhan ini telah dibudidayakan begitu lama, sehingga tanah asalnya yang pasti tidak lagi diketahui.[7] Di Indonesia, johar diketahui tumbuh alami di Sumatra.[8]

Johar dapat tumbuh baik pada pelbagai kondisi tempat; akan tetapi paling cocok pada dataran rendah tropika dengan iklim muson, dengan curah hujan antara 500–2800 mm (optimum sekitar 1000 mm) pertahun, dan temperatur yang berkisar antara 20—31 °C. Johar menyukai tanah-tanah yang dalam, sarang, dan subur, dengan pH antara 5,5—7,5. Tanaman ini tidak tahan dingin dan pembekuan, tidak bagus tumbuhnya di atas elevasi 1300 m dpl.[6]

Perbanyakan terutama dilakukan dengan biji, yang biasanya langsung ditaburkan di lapangan. Biji-biji segar tidak memerlukan perlakuan pendahuluan, namun merendamnya dalam air dingin selama 12 jam akan mempercepat perkecambahan. Cara lain ialah dengan menyemaikannya lebih dulu, dan baru memindahkan anakannya ke lapangan setelah berumur 12-14 minggu (tinggi 25–30 cm). Cara kedua ini meningkatkan peluang keberhasilan tumbuh anakan, terutama dalam menghadapi persaingan dengan gulma.[6]

Untuk kepraktisan pengangkutannya, anakan dapat ditanam dalam bentuk stump; dengan batang yang dipangkas hingga tersisa sepanjang 10 cm dan akar sepanjang 30 cm, maksimal diameter batang adalah 1 cm.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Irwin, H.S. & R.C. Barneby 1982. The American cassinae : a synoptical revision of Leguminosae tribe Cassieae, subtribe Cassiinae in the New World. Mem. New York Bot. Gard. 35: 1-918.
  2. ^ Lamarck, J.B. 1785. Encycl. 1: 648.
  3. ^ a b Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 226 (sebagai Càssia siàmea Lamk.).
  4. ^ Jensen, M. 1999. Trees Commonly Cultivated in Southeast Asia: an illustrated field guide. 2nd Ed.[pranala nonaktif permanen] FAO - RAP Publication: 1999/13
  5. ^ a b c d e f g h i j E-Prosea Detail: Senna siamea (Lamk) Irwin & Barneby Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.
  6. ^ a b c d e f FACT Sheet: Senna siamea - a widely used legume tree Diarsipkan 2012-01-18 di Wayback Machine.. FACT 99-04, June 1999.
  7. ^ a b c d e f ICRAF Agroforestry Tree Database: Senna siamea Diarsipkan 2012-01-17 di Wayback Machine.
  8. ^ a b c d Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 926-927.
  9. ^ FAO–AGPC: Senna siamea (Lam.) Irwin & Barneby Diarsipkan 2017-07-08 di Wayback Machine.
  10. ^ a b c "Johar". IPTEKnet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-08. Diakses tanggal 7 April 2013. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]