Kalyāṇamitta

Dalam Buddhisme, kalyāṇamitta (Pali; Sanskerta: kalyāṇamitra) merujuk pada "sahabat baik", "sahabat bajik", "sahabat mulia", atau "sahabat terpuji" sebagai seseorang yang terlibat dalam hubungan yang disebut kalyāṇa-mittatā (Pali; Skt.: -mitratā; Hanzi: 善知識), yaitu konsep Buddhis tentang "persahabatan yang baik" dalam komunitas Buddhis, baik untuk para biksu, biksuni, maupun para perumah tangga (lihat parisā).[1]

Theravāda

[sunting | sunting sumber]

Tripitaka Pali

[sunting | sunting sumber]
Sculpture of the Buddha holding hand on head monk at the right side of the Buddha, the latter monk smiling
Patung di Puncak Burung Nasar, Rajgir, India, menggambarkan Sang Buddha menenangkan Ānanda

Dalam Tripitaka Pali, terdapat Upaḍḍha Sutta (SN 45.2), yang mencatat percakapan antara Sang Buddha dan murid-Nya, Ananda. Ananda dengan antusias menyatakan, “Yang Mulia, ini adalah setengah dari kehidupan suci, yaitu, pertemanan yang baik, persahabatan yang baik, persaudaraan yang baik.” Sang Buddha menjawab:

“Tidak demikian, Ānanda! Tidak demikian. Ini adalah keseluruhan kehidupan suci, yaitu, pertemanan yang baik, persahabatan yang baik, persaudaraan yang baik. Ketika seorang bhikkhu memiliki seorang teman yang baik, sahabat yang baik, saudara yang baik, maka ia dapat diharapkan akan mengembangkan dan melatih Jalan Mulia Berunsur Delapan.[2]

Sang Buddha menguraikan bahwa, melalui persahabatan demikian, seseorang mengembangkan masing-masing faktor jalan melalui keterasingan, kebosanan, dan pelenyapan kedua hal tersebut yang matang dalam pelepasan. Selanjutnya, Sang Buddha menyatakan bahwa umat Buddha dapat terbebaskan dari penderitaan melalui persahabatan spiritual dengan Sang Buddha.

Lebih lanjut, dalam kitab Itivuttaka 1.17, Sang Buddha menyatakan:

"Berkenaan dengan hal-hal di luar diri, Saya tidak melihat hal selain persahabatan bajik yang dapat membantu latihan seorang bhikkhu, yang belum mencapai tujuan utama, tetapi tetap berniat untuk terbebas penuh dari kemelekatan. Seorang bhikkhu yang bersahabat dengan orang-orang yang bajik akan meninggalkan hal yang buruk dan mengembangkan hal yang baik."[3]

Mengenai para umat perumah tangga, Sang Buddha menjabarkan dalam Dīghajāṇu Sutta (AN 8.54):

"Dan apakah pertemanan yang baik? Di sini, di desa atau pemukiman mana pun seorang anggota keluarga menetap, ia bergaul dengan para perumah tangga atau putra-putra mereka—baik yang masih muda maupun yang sudah tua, dengan moralitas yang matang—yang sempurna dalam keyakinan, perilaku bermoral, kedermawanan, dan kebijaksanaan; ia berbincang-bincang dengan mereka dan berdiskusi dengan mereka. Sejauh apa pun mereka sempurna dalam keyakinan, ia akan menyamai mereka dalam hal kesempurnaan keyakinan; sejauh apa pun mereka sempurna dalam perilaku bermoral, ia akan menyamai mereka dalam hal kesempurnaan perilaku bermoral; sejauh apa pun mereka sempurna dalam kedermawanan, ia akan menyamai mereka dalam hal kesempurnaan kedermawanan; sejauh apa pun mereka sempurna dalam kebijaksanaan, ia akan menyamai mereka dalam hal kesempurnaan kebijaksanaan. Ini disebut pertemanan yang baik."[4]

Dalam Aṅguttara Nikāya 7.3, diuraikan tujuh faktor:[5]

Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan teman yang memiliki tujuh faktor. Apakah tujuh ini? (1) Ia memberikan apa yang sulit diberikan. (2) Ia melakukan apa yang sulit dilakukan. (3) Ia dengan sabar menahankan apa yang sulit ditahankan. (4) Ia mengungkapkan rahasianya kepadamu. (5) Ia menjaga rahasiamu. (6) Ia tidak meninggalkanmu ketika engkau berada dalam kesulitan. (7) Ia tidak dengan kasar merendahkanmu. Seseorang seharusnya bergaul dengan teman yang memiliki ketujuh faktor ini

Kitab pascakanonis

[sunting | sunting sumber]

Dalam kitab Vimuttimagga, Arahat Upatissa menjabarkan kebutuhan untuk menemukan "teman baik" atau "teman unggul" untuk mengembangkan "konsentrasi yang unggul". Teman yang baik harus memahami kitab suci Tipiṭaka, karma, "pengetahuan duniawi yang bermanfaat", dan Empat Kebenaran Mulia. Dengan mengutip Aṅguttara Nikāya 7.36, Upatissa, dalam kitab Vimuttimagga, menyatakan bahwa seorang bhikkhūmitto ("teman biksu") harus memiliki tujuh kualitas sebagai berikut:

(1) Ia menginspirasikan cinta. (2) Ia menginspirasikan saling menghormati. (3) Ia menginspirasikan kesetaraan. (4) Ia seorang penasehat. (5) Ia seorang pendengar yang sabar. (6) Ia mampu menyampaikan pikiran yang mendalam. (7) Ia tidak pernah membawa seseorang ke dalam bahaya atau pencarian yang tidak berguna.[6][7]

Dalam kitab Visuddhimagga ("Jalan menuju Pemurnian"), Buddhaghosa juga menyatakan perlunya menemukan "teman baik", yakni menemukan seseorang yang akan menjadi "pemberi subjek meditasi" Anda.[8] Seperti Upatissa, Buddhaghosa mengacu pada tujuh kualitas AN 7.36 dan menambahkan bahwa hanya Buddha yang memiliki semua kualitas ini. Jika tidak dapat bersahabat baik dengan Sang Buddha, maka direkomendasikan untuk bersahabat baik dengan salah satu dari delapan puluh sāvaka agung; jika tidak dapat bersahabat baik dengan salah satu dari delapan puluh sāvaka agung pun, maka hendaknya mencari teman baik yang telah menghancurkan semua belenggu melalui pencapaian semua jhāna dan pengembangan meditasi vipassanā. Jika masih tidak kesampaian untuk bersahabat baik dengan mereka, maka dalam urutan menurun, seseorang dapat memilih: seorang anāgāmi, sakadāgāmi, sotāpanna, atau non-arahat yang telah mencapai tingkat jhāna; seseorang yang mengetahui Tipiṭaka, dua piṭaka, satu piṭaka; atau seseorang yang mengetahui sebuah nikāya beserta penjelasannya dan berhati nurani.[9]

Hubungan guru dengan murid

[sunting | sunting sumber]

Dalam aliran pemikiran Buddhis tradisional, persahabatan spiritual bukanlah persahabatan antara teman sebaya, melainkan persahabatan antara seorang siswa dan guru spiritualnya.[10] Dalam berbagai sutta yang disebutkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Sang Buddha mengemukakan kepentingan memiliki seorang teman spiritual bagi pertumbuhan spiritual. Persahabatan ini dibangun dari rasa hormat yang mendalam terhadap pengetahuan guru dan potensi siswa. Melalui rasa hormat dan persahabatan ini, kedua individu melatih perilaku yang konstruktif. Perilaku konstruktif dalam ajaran Buddha berarti berpikir, berbicara, dan berperilaku dengan cara konstruktif terhadap kehidupan, sehingga dapat membantu menuju kebahagiaan pribadi, dan, kemudian, menuju kecerahan.

Hubungan sesama umat

[sunting | sunting sumber]

Persahabatan spiritual penting untuk membangun keeratan antara sesama umat dalam komunitas Buddhis. Terdapat empat macam sahabat yang dipandang berhati tulus (suhada), yaitu:[11]

  • sahabat penolong (upakaromitto):
    • Ia yang menjaga dirimu sewaktu lengah;
    • Ia yang menjaga dirimu sewaktu engkau lemah;
    • Ia yang menjaga dirimu sewaktu dalam ketakutan;
    • Ia memberi bantuan lebih daripada yang engkau perlukan.
  • sahabat pada waktu senang dan susah (samanasukha dukkhomitto):
    • Ia menceritakan rahasia-rahasia dirinya kepadamu;
    • Ia menjaga rahasia-rahasia dirimu;
    • Ia tidak meninggalkan dirimu sewaktu engkau berada dalam kesulitan;
    • Ia bahkan bersedia mengorbankan hidupnya demi kepentinganmu.
  • sahabat yang memberi nasehat baik (atthakhayamitto):
    • Ia mencegah dirimu berbuat jahat;
    • Ia menganjurkan dirimu untuk berbuat benar;
    • Ia memberitahukan apa yang belum pernah engkau dengar;
    • Ia menunjukan jalan ke alam yang lebih berbahagia.
  • sahabat yang bersimpati (anukampakamitto):
    • Ia tidak merasa gembira terhadap kesengsaraanmu;
    • Ia merasa senang atas kesejahteraanmu;
    • Ia mencegah orang lain berbicara jelek tentang dirimu;
    • Ia membenarkan orang lain memujimu.

Hubungan guru dengan murid

[sunting | sunting sumber]

Dalam aliran Vajrayana, hubungan guru dan murid dianggap sangat penting untuk membimbing murid dalam jalan tantra yang benar, serta untuk menghindari konsekuensi berbahaya yang merupakan akibat dari kesalahpahaman dan praktik yang keliru.[12]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Collins, Steven (1987). Kalyāṇamitta and Kalyāṇamittatā Diarsipkan 2021-10-13 di Wayback Machine., Journal of the Pali Text Society 11, 55
  2. ^ "ID translation of SN 45.2, "Setengah Kehidupan Suci"". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  3. ^ "(PDF) Inilah para siswa Buddha, - ehipassiko.or.id · Saṅgha adalah Permata ketiga dari Tiga Permata (Tiratana). Buddha, Dhamma, dan Saṅgha masing-masing memiliki kualitas luhur. Kualitas-kualitas". pdfslide.net. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  4. ^ "SuttaCentral". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  5. ^ Anggara, Indra. "AN 7.36: Paṭhamamittasutta (terjemahan bahasa Indonesia)". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-11-11. 
  6. ^ Upatissa, Arahant (1995). The Path of Freedom (Vimuttimagga). Diterjemahkan oleh N.R.M. Ehara; Soma Thera; Kheminda Thera. Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society. hlm. 48–50. ISBN 955-24-0054-6. 
  7. ^ The actual Pali associated with this sutta is "Piyo ca hoti manāpo ca, garu ca, bhāvanīyo ca, vattā ca, vacanakkhamo ca, gambhīrañca kathaṃ kattā hoti, no ca aṭṭhāne niyojeti."padamutidasarana dalam Tisarana.net. "Kalyanamitta dan Akalyanamitta". Diakses tanggal January 21, 2023. 
  8. ^ Buddhaghosa, Bhadantācariya; Bhikkhu Ñāṇamoli (trans.) (1999). The Path of Purification: Visuddhimagga. Seattle, WA: BPS Pariyatti Editions. hlm. 90. ISBN 1-928706-00-2. 
  9. ^ Buddhaghosa & Ñāṇamoli (1999), pp. 98-99.
  10. ^ Alexander Berzin. "StudyBuddhism.com". Diakses tanggal June 16, 2016. 
  11. ^ padamutisarana. "Kalyanamitta dan Akalyanamitta (Sahabat Baik dan Sahabat Palsu) | Tisarana.Net". Diakses tanggal 2023-01-21. 
  12. ^ Berzin, Alexander. Relating to a Spiritual Teacher: Building a Healthy Relationship. Ithaca, Snow Lion, 2000