Puncak Bogor–Cianjur adalah sebuah kawasan wisata pegunungan yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Puncak terletak 70 km sebelah tenggara di Jakarta.[1] Wilayah Puncak terletak di antara kaki dan lereng Pegunungan Gede-Pangrango di sebelah selatan dan Pegunungan Jonggol (sering disebut Hutan Prabu Siliwangi) di sebelah utara. Sebagian besar merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gede Pangrango. Daerah ini terkenal sebagai daerah wisata pegunungan baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Wilayah Puncak dikenal sebagai tempat peristirahatan penduduk Jakarta karena kesejukan dan keindahan alamnya, serta merupakan daerah perkebunan teh yang dibangun pemerintah kolonial Belanda yang saat ini merupakan perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas.
Wilayah Puncak berada di kaki dan lereng utara hingga timur laut pegunungan Gede-Pangrango, yang menyambung ke Pegunungan Jonggol di sebelah utara dan barat lautnya. Wilayah ini berada pada ketinggian rata-rata 700-1.800 m di atas permukaan laut dengan suhu udaranya yang rata-rata mencapai 14-20 derajat Celcius. Selain itu, daerah Puncak juga dikelilingi oleh beberapa gunung lain, yaitu Gunung Kencana (1804 m), Gunung Baud Jonggol atau Puncak Jonggol Tanggeuhan (1884 m) yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Jonggol, serta Gunung Salak (2.221 m) yang berada jauh di seberang barat Wilayah Puncak.
Toponimi Puncak telah disebut-sebut dalam Naskah Bujangga Manik,[2] suatu karya sastra berbahasa Sunda yang diperkirakan ditulis pada abad ke-15. Disebutkan, dalam perjalanan pertamanya, Bujangga Manik sempat beristirahat di suatu tempat bernama Puncak, sambil memandang ke arah "Bukit Ageung", yakni kompleks gunung Gede-Pangrango, yang merupakan "hulu wano na Pakuan" (tempat yang tertinggi di wilayah Pakuan).[2]
Jalur utama jalan negara di wilayah ini kemudian dibangun dengan mengikuti trace jalan tradisional, yakni pada masa pembangunan Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) di bawah perintah Daendels, yang dimulai pada tahun 1808.[3] Khususnya ruas "Tjiceroa tot Tjanjour" (Cisarua hingga Cianjur) memerlukan biaya yang paling mahal dan pekerja yang paling banyak.[3]
Akan tetapi hasilnya tidak mengecewakan. Pembukaan jalur kawasan Puncak hingga Cibodas dan Cipanas memungkinkan eksplorasi kekayaan alam gunung-gunung di wilayah ini,[4][5] serta pemanfaatan wilayah-wilayah ini sebagai tempat percobaan pengembangan tanaman-tanaman subtropis.[6]
Puncak adalah wilayah yang luas di sekitar perbatasan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Adapun kecamatan yang termasuk pada wilayah tersebut adalah:
Daerah Puncak memiliki kontur alam yang unik. Hampir sebagian besar wilayah ini diselimuti perkebunan teh dengan latar belakang pegunungan. Keindahan alam daerah ini memukau Presiden Soekarno, sehingga ia membangun sebuah restoran untuk menikmati keindahan alam Puncak, yang kemudian diberi nama Restoran Riung Gunung. Selain itu, terdapat juga tempat-tempat rekreasi dan agrowisata yang indah, antara lain Perkebunan Teh Gunung Mas dan Gantole (Paralayang). Di daerah Puncak juga terdapat berbagai tempat wisata menarik di antaranya Taman Safari Indonesia, Taman Bunga Nusantara, Kebun Raya Cibodas, Telaga Warna, Taman Wisata Matahari dan terdapat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang khas dan sederhana yaitu Masjid Atta'awun. Di daerah ini juga terdapat banyak sekali villa dan hotel yang dimiliki oleh investor dan warga sekitar untuk tempat beristirahatnya pengunjung.
Daerah Puncak dapat dicapai dari Jakarta dan Bandung melalui Jalan Nasional Rute 8. Selain itu, daerah ini juga dapat diakses melalui Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Bocimi. Jalan menuju Puncak sering mengalami kemacetan setiap akhir pekan dan liburan panjang, sehingga muncul jasa joki "jalan tikus" yang menunjukkan jalur alternatif untuk menghindari kemacetan. Joki tersebut memasang tarif Rp100.000 untuk rute Pandansari-Citengkorak sepanjang 5 km dan Rp300.000 untuk rute Ciawi-Bendungan sepanjang 12 km. Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Muhammad Chaniago tidak menganjurkan pengendara untuk melintasi jalan alternatif karena jalan itu berkelok dan curam serta melewati perkampungan warga.[7]