Kekristenan di Uzbekistan adalah agama minoritas, hanya 5% dari total populasi. Sebelum kedatangan Islam, Uzbekistan memiliki komunitas yang cukup besar dari golongan Kristen Timur, termasuk Nestorian dan Yakobin. Mulanya ditoleransi oleh para penguasa Muslim, tetapi mereka berada di bawah meningkatnya penganiayaan dan tekanan untuk pindah keyakinan. Sekitar tahun 1400, Tamerlane terlibat dalam kampanye sengit untuk memusnahkan kekristenan dalam kerajaannya. Gereja-gereja Kristen terakhir di Samarkand dan Asia Tengah dihancurkan oleh cucunya, Ulugh Beg.[1]
Kekristenan kembali ke daerah tersebut setelah penaklukan Rusia pada tahun 1867, ketika gereja-gereja Ortodoks Rusia dibangun di kota-kota besar, untuk melayani pemukim Rusia dan Eropa dan perwira.
Menurut Departemen Luar Negeri AS yang drilis pada tahun 2009, sekitar 5% dari populasi Uzbekistan adalah Kristen Ortodoks, yang kebanyakan adalah etnis Rusia.[2] Ada sekitar 4.000 Katolik Roma di Uzbekistan. Paroki baru tidak bisa mendaftarkan diri di pemerintah. Pada tahun 2006, undang-undang mengatur bahwa mencetak buku-buku agama dapat dihukum selama tiga tahun penjara. Pemerintah menjalankan penganiayaan besar-besaran terhadap orang-orang Kristen. Ada tekanan kuat pada orang-orang Kristen dari latar belakang Muslim di daerah terpencil. Uzbekistan termasuk ke dalam daftar negara-negara yang menjadi perhatian khusus dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Protestan memiliki kurang dari satu persen dari populasi. Gereja Lutheran Injili di Uzbekistan memiliki tujuh paroki. Kursi keuskupan berada di Tashkent. Presiden sinode adalah Gilda Razpopova.