Kemerdekaan Greenland adalah ambisi politik beberapa partai politik di Greenland, seperti partai Inuit Ataqatigiit, Partai Inuit, dan Siumut. Mereka ingin agar Greenland keluar dari Kerajaan Denmark dan menjadi negara berdaulat.
Pada tahun 1953, Greenland mendapat perwakilan di Parlemen Denmark dan diakui sebagai provinsi (amt) Denmark.[1] Kemudian pada tahun 1979 Greenland diberi hak untuk mendirikan pemerintahan dalam negeri, tetapi Denmark masih mengendalikan hubungan luar negeri dan pertahanan Greenland.[2][3]
Pada tahun 2008, rakyat Greenland menyetujui referendum pemerintahan sendiri Greenland dengan 75% mendukung kemerdekaan yang lebih besar.[4] Greenland mengambil alih kendali penegakan hukum, sistem hukum, dan penjaga pantai. Bahasa resmi diganti dari bahasa Denmark menjadi bahasa Greenland pada tanggal 21 Juni 2009 yang merupakan hari nasional Greenland.[5]
Hasil survei pada tahun 2016 menunjukkan bahwa mayoritas (64%) mendukung kemerdekaan Greenland,[6] tetapi menurut hasil survei tahun 2017 banyak yang menentang kemerdekaan (78%) apabila standar kehidupan turun akibat kemerdekaan tersebut.[7]
Mantan perdana menteri Greenland, Kuupik Kleist, secara berulang telah menegaskan perlunya mendiversifikasi ekonomi Greenland yang selama ini bergantung pada perikanan, pariwisata, dan pembiayaan tahunan dari Denmark.[8][9] Pembiayaan tersebut menyumbang sekitar dua per tiga anggaran pemerintah Greenland,[10] atau sekitar seperempat produk domestik bruto Greenland.[11] Di sisi lain, pendukung kemerdekaan mengklaim bahwa eksploitasi sumber daya mineral di Greenland dapat membuat wilayah tersebut berdikari secara ekonomi.[12]
Saat Kim Kielsen terpilih kembali sebagai ketua partai Siumut yang pro-kemerdekaan pada tahun 2017, para pengamat menganggapnya sebagai kemenangan fraksi "kemerdekaan secara perlahan" dalam mengalahkan fraksi "kemerdekaan sekarang juga".[7] Lawannya, Vittus Qujaukitsoq, menginginkan kemerdekaan meskipun itu berarti Greenland tidak akan lagi menerima subsidi dari Denmark.[13]
In 1953, Greenland was established as a province of Denmark.Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan)
|website=
(bantuan)
|website=
(bantuan)
|website=
(bantuan)
It wasn't until 2008 that Greenland's citizens voted in a non-binding referendum for increased independence from Denmark. In a vote of over 75% in favor, Greenlanders voted to reduce their involvement with Denmark. With the referendum Greenland voted to take control of law enforcement, the justice system, coast guard, and to share more equality in oil revenue. The official language of Greenland also changed to Greenlandic (also known as Kalaallisut).Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan)
With regard to a moratorium in the Arctic for oil drilling, he argued that Greenland needs to diversify its economy and in this aspect the mineral resources of Greenland subsoil is one possibility to create an economy, which is not entirely dependent on the annual block grant from Denmark.Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan)[pranala nonaktif permanen]
'We’re trying to develop a more diversified economy, we’re looking at tourism, we’re looking at mineral resources and of course we’re still looking at developing the harvesting of living resources,” Kleist said. “As it is today, we are very vulnerable.'Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan)
He said potential economic independence via the exports of natural resources could guarantee Greenland independence from DenmarkHapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan)