Bagian dari seri |
Kristologi |
---|
Kirios atau kurios (bahasa Yunani Kuno: κύριος, translit. kū́rios) adalah kata Yunani yang lazim diterjemahkan menjadi "Tuan" maupun "majikan".[1] Kata ini digunakan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama Septuaginta sekitar 7000 kali,[2] khususnya sebagai padanan nama Orang Bangsawan atau Orang Saleh.[3] dan di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru Yunani Koine sekitar 740 kali, biasanya sebagai sebutan bagi Yesus.[4][5][6][7]
Pada zaman Klasik, kata kirios digunakan di negara kota Atena sebagai sebutan bagi kepala rumah tangga,[8] yakni orang yang bertanggung jawab atas istri, anak-anak, dan kerabat perempuan yang masih gadis. Kirios bertanggung jawab menikahkan para kerabat perempuannya,[9] menyiapkan harta sesan mereka, bila perlu mewakili mereka di hadapan mahkamah,[10] dan menangani semua transaksi ekonomi mereka yang bernilai lebih dari satu medimnos (51,84 liter) jelai.[11] Bilamana seorang warga perempuan Atena menikah, suaminya menjadi kirios barunya.[12] Keberadaan sistem kurioi di tempat lain pada zaman Yunani Kuno masih menjadi pokok perdebatan, dan bukti-bukti yang ada tidak begitu jelas, tetapi Cartledge mengemukakan bahwa sistem kurioi juga diterapkan di Sparta, kendati tampaknya tidak diberlakukan di Gortin.[13]
Istilah "κύριος" masih dipakai di dalam bahasa Yunani Modern dan sepadan dengan istilah "tuan" atau "bapak" (sebutan bagi pria dewasa), "tuan", "empunya", "junjungan", "juragan", "bendara" atau "majikan" (orang yang berkuasa atas sesuatu atau seseorang), dan "tuan", "wan", "den", "pak", "engku" atau "encik" (sapaan hormat bagi kaum pria pada umumnya). Sebagai contoh, frasa "Tuan Basuki" atau "Bapak Basuki" dalam bahasa Yunani adalah "κύριος Μπασούκι" (kirios Basuki).
Kata kirios muncul sekitar 700 kali di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, biasanya sebagai sebutan bagi Yesus.[14] Pemakaian kata kirios di dalam Perjanjian Baru telah menjadi pokok perdebatan di kalangan sarjana modern, sehingga memunculkan tiga aliran pemikiran. Menurut aliran pemikiran pertama, yang berpatokan pada pemakaian kata kirios di dalam Septuaginta, sebutan kirios dipakai dengan maksud menyematkan sebutan untuk Allah dalam Perjanjian Lama pada diri Yesus. Alasannya, pada waktu Septuaginta dikerjakan, umat Yahudi membaca kata "YHWH" dengan mengucapkan kata Adonai (kata Ibrani yang artinya "Tuhan" maupun "tuan", sepadan dengan kata pangeran dan gusti dalam bahasa Jawa), oleh karena itu "YHWH" dan Adonai diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi kirios dan teos sejak abad ke-3.[15] Umat Kristen purba yang mayoritas adalah penutur bahasa Yunani, tentunya sudah sangat tidak asing dengan Septuaginta. Menurut aliran pemikiran kedua, Gereja purba dalam pertumbuhannya terpapar pengaruh-pengaruh Helenistis sehingga melahirkan pemakaian istilah kirios. Menurut aliran pemikiran ketiga, kirios adalah terjemahan dari kata mari, gelar Aram yang diberikan kepada Yesus.[16] Dalam bahasa Aram sehari-hari, mari adalah bentuk sapaan yang sangat takzim, lebih sopan daripada sapaan "guru" dan mirip maknanya dengan kata rabi. Dalam bahasa Yunani, kata ini beberapa kali diterjemahkan menjadi kirios. Jika istilah mari mengungkapkan hubungan antara Yesus dan murid-muridnya semasa hidupnya, maka istilah kirios pada akhirnya ditafsirkan umat Kristen sebagai ungkapan kedaulatan Kristus atas dunia.[17]
Injil Yohanes jarang memakai kata kirios sebagai sebutan bagi Yesus sewaktu masih berkiprah, tetapi menggunakannya sebagai sebutan bagi Yesus pascabangkit, kendati kata vokatif kirie (artinya "tuan", "wan", "bapak" atau "pak") kerap muncul.[18] Injil Markus sama sekali tidak memakai kata kirios sebagai sebutan langsung bagi Yesus, tidak seperti Paulus yang menggunakannya sebanyak 163 kali.[19] Markus hanya menggunakan istilah kirios (misalnya Markus 1:3, Markus 11:9 11:9, Markus 12:11 12:11, dan lain-lain) sebagai sebutan bagi YHWH/Allah. Meskipun demikian, Markus memang menggunakan kata tersebut di dalam beberapa ayat sebagai sebutan yang tidak jelas ditujukan kepada Allah atau kepada Yesus (misalnya Markus 5:19 dan Markus 11:3 11:3).[19]
Kirios adalah unsur utama di dalam Kristologi Rasul Paulus. Sebagian besar sarjana sepakat bahwa kata kirios sudah dipakai untuk menyifatkan ketuhanan Yesus sebelum surat-surat Paulus ditulis, tetapi Santo Pauluslah yang memperluas dan memperdalamnya.[16] Dibanding semua gelar lain, gelar kirios-lah yang paling jelas menyifatkan hubungan antara Yesus dan orang-orang yang percaya kepadanya sebagai Kristus. Yesus mereka sebut kirios karena Yesus adalah Tuhan dan Majikan yang patut dilayani dengan segenap hati mereka dan yang suatu hari nanti akan mengadili segala amal-perbuatan mereka selama hidup.[20]
Gelar kirios bagi Yesus merupakan inti pokok perkembangan Kristologi Perjanjian Baru, karena umat Kristen purba menempatkan gelar tersebut pada pusat pemahaman mereka, dan dari pusat pemahaman inilah mereka berusaha memahami isu-isu lain yang berkaitan dengan misteri-misteri Kristen.[21]
Kirios juga merupakan unsur penting dalam perkembangan doktrin Tritunggal maupun Pneumatologi (ilmu yang mempelajari tentang Roh Kudus) Perjanjian Baru. Di dalam suratnya yang kedua kepada umat Kristen di kota Korintus (2 Korintus 3:17–18), Rasul Paulus mengemukakan sebagai berikut:
Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.[22]
Did dalam bahasa Yunani, frasa "Tuhan adalah Roh" pada ayat 17 adalah Ὁ δὲ Κύριος τὸ Πνεῦμά (Ho dé Kū́rios tó Pneûmá), dan frasa "Tuhan yang adalah Roh" pada ayat 18 adalah Κυρίου Πνεύματος (Kūríou Pneúmatos).
Dalam beberapa kasus, manakala membaca Alkitab Ibrani, orang Yahudi akan mengucapkan kata Adonai (Tuhanku) bila membaca Caturaksara Suci, dan dapat pula mengucapkan kata Kurios bila membaca di hadapan sidang pendengar Yunani. Origenes menyebutkan kedua amalan tersebut di dalam karya tulisnya, ulasan Kitab Mazmur (2.2). Amalan tersebut lahir dari keinginan untuk tidak menyebut nama Allah dengan sembarangan. Contoh-contohnya dapat ditemukan di dalam karya tulis Filo.[23]