Kopi jawa (Java coffee) adalah kopi yang berasal dari Pulau Jawa di Indonesia. Kopi ini sangatlah terkenal sehingga nama Jawa menjadi nama identitas untuk kopi. Kopi Jawa Indonesia tidak memiliki bentuk yang sama dengan kopi asal Sumatra dan Sulawesi, cita rasa juga tidak terlalu kaya sebagaimana kopi dari Sumatra atau Sulawesi karena sebagian besar kopi jawa diproses secara basah (wet process). Meskipun begitu, sebagian kopi Jawa mengeluarkan aroma tipis rempah yang khas. Kopi Jawa memiliki keasaman yang rendah dikombinasikan dengan kondisi tanah, suhu udara, cuaca, serta kelembaban udara.
Ragam kopi jawa yang paling terkenal adalah Jampit, Ciwidey, Malabar dan Blawan. Biji kopi Jawa yang tua (disebut old-brown) berbentuk besar, dan rendah kadar asam.[1] Di Jawa Timur, produksi kopi jawa arabika berpusat di sekitar daerah Gunung Ijen, di bagian ujung timur Pulau Jawa, dengan ketinggian permukaan tanah 1400 mdpl. Sementara di Jawa Barat, produksinya berpusat di Pangalengan (Bandung), Sukamakmur (Bogor) dan Bayongbong (Garut). Kopi ini dibudidayakan pertama kali oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad 18 pada perkebunan besar di Kabupaten Cianjur.
Pada tahun 1696 Wali Kota Amsterdam Nicholas Witsen memerintahkan komandan VOC di Pantai Malabar, Adrian van Ommen untuk membawa bibit kopi ke Batavia (sekarang Jakarta). Bibit kopi tersebut diuji coba pertama kali di lahan pribadi Gubernur-Jendral VOC Willem van Outhoorn di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Pondok Kopi, Jakarta Timur. Hasil panen pertama di Pondok Kopi langsung dikirim ke Hortus Botanicus Amsterdam. Kalangan biolog di Hortus Botanicus Amsterdam kagum akan mutu kopi Jawa. Menurut mereka mutu dan cita rasa kopi Jawa itu melampaui kopi yang pernah mereka ketahui. Para ilmuwan segera mengirim contoh kopi Jawa ke berbagai kebun raya di Eropa. Kebun Raya Kerajaan milik Louis XIV salah satunya yang menerima contoh kopi Jawa. Orang-orang Prancis segera memperbanyak contoh kiriman dan mengirimkannya ke tanah jajahan mereka untuk dibudidayakan, termasuk Amerika Tengah dan Selatan. Perdagangan kopi sangat memang menguntungkan VOC, tetapi tidak bagi petani kopi di Indonesia saat itu karena diterapkannya sistem tanam paksa. Daerah dengan produksi kopi jawa pertama adalah Cianjur yang mulai mengirim hasil kopi ke Batavia di tahun 1711.[2] Seiring berjalannya waktu, istilah a Cup of Java muncul di dunia barat, hal ini mengesankan kopi Indonesia identik dengan Kopi Jawa, meskipun masih terdapat kopi nikmat lainnya seperti kopi Sumatra dan kopi Sulawesi. Kopi yang ditanam di Jawa Tengah pada umumnya adalah kopi Arabika. Salah satu kopi Jawa yang ada di Jawa Tengah berasal dari Tawangmangu, di mana kopi yang ada type S line atau asli peninggalan Belanda. Kopi jawa yang dikembangkan diperkirakan ada sejak Tawangmangu dipilih oleh orang-orang Belanda yang memilih lereng Gunung Lawu sebagai tempat untuk bermukim sekaligus mengembangkan usaha perkebunan teh dan kopi. Saat ini populasi kopi Arabika Tawangmangu masih tersisa sekitar 4 hektar dan mulai ada pengembangan oleh Mahadri Coffee. Sedangkan di Jawa Timur, kopi jenis Kayu Mas, Blewan, dan Jampit pada umumnya adalah kopi Robusta. Di daerah pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi Arabika dan Robusta. Jember sudah dikenal dunia sebagai daerah penghasil kopi Jawa yang berkualitas dan nikmat. Produksi kopi Jawa dari jenis Kopi arabika yang terkenal di dunia telah membuat banyak pengusaha Jawa sukses berdagang kopi.[3][4] Harga kopi arabika yang banyak diproduksi di Jawa lebih mahal daripada kopi robusta.[5] Bahkan banyak negara di dunia terutama Amerika dan Eropa menyebut kopi identik Jawa.[6][7] Produksi kopi dari Indonesia merupakan terbesar ke-3 di dunia.[8]