Kukishin-ryū (九鬼神流) | |
---|---|
Bela diri tradisional Jepang | |
Foundation | |
Pendiri | Ryūshin Yakushimaru Kuki |
Tanggal didirikan | Kira-kira abad ke-14 |
Periode didirikan | Periode Nanboku-chō |
Informasi mutakhir | |
Ketua sekarang | Lebih dari satu |
Seni yang diajarkan | |
Seni | Deskripsi |
Taijutsu | Bergulat (tanpa senjata atau dengan senjata kecil) |
Bōjutsu | Seni tongkat |
Naginatajutsu | Seni Tombak mata golok |
Kempō | Seni Pedang |
Hanbōjutsu | Seni tongkat sepanjang tiga kaki |
Sōjutsu | Seni Tombak |
Heihō (兵法 ) | Strategi militer |
Aliran pendahulu | |
Shinden Fujiwara Musō-ryū | |
Aliran turunan | |
Hontai Yōshin-ryū; Aikido; perguruan-perguruan modern lainnya |
Kukishin Ryū (九鬼神流 ) atau Kukishinden Ryū, yang makna sesungguhnya berarti "Perguruan Sembilan Roh Dewa" [1] (juga diterjemahkan sebagai "Perguruan Sembilan Dewa Iblis" oleh banyak grup-grup modern yang mempunyai silsilah berbeda) adalah sebuah Beladiri Jepang diduga didirikan pada abad ke-14 Masehi oleh Kuki Yakushimaru Ryūshin (Yakushimaru Kurando).[1][2] Kukishin Ryū merupakan perguruan sōgō bujutsu, yang artinya perguruan ini mengajarkan beberapa seni/senjata-senjata yang berbeda seperti taijutsu, bōjutsu, naginatajutsu, kenpō, hanbōjutsu, sōjutsu dan heiho. Kukishin Ryu dan pendirinya terdaftar di Bugei Ryuha Daijiten atau "The Encyclopedia of Martial Art Schools", sebuah buku catatan tentang perguruan-perguruan beladiri Jepang modern (gendai) dan silsilah lama (koryu).[3]
Ryushin Yakushimaru, pendiri Kukishin Ryū, adalah anak Dōyu Shirōhōgan di Kumano-Hongu di Prefektur Wakayama lahir pada 1 Januari 1318. Dia dilahirkan kedalam salah satu klan yang berpengaruh di Kumano, yang merupakan keturunan dari klan Fujiwara yang mengabdi selama beberapa generasi bettō, atau “Pengawas Kuil Shinto." Keluarga ini akhirnya terlibat dalam perang Taira-Minamoto dan dipimpin oleh Angkatan Laut Kumano. Ibunda Ryushin adalah Chigusa-hime, yang kakak laki-lakinya bernama Suketomo Dainagon Hino, anggota dari dewan Kekaisaran Selatan. Karena Chigusa-hime mempunyai kesulitan dalam mempunyai anak dia melakukan ziarah ke kuil Enryakuji temple di Gunung Hiei dimana dia berdoa ke Yakushi Buddha (Bhaisajyaguru-Vaiduryaprabha) untuk meminta berkah. Tak lama, dia mengandung dan melahirkan anak laki-laki, yang dia namai Yakushimaru berdasarkan nama sang dewa.
Ryushin mempelajari seni beladiri dan ilmu militer (Shinden Fujiwara Musō ryū) yang diturunkan ke keluarganya dari kakeknya Dōjitsu dan Shingu-Bettō Ariie. Setelah mempelajari shugendō (pertapaan di gunung) dari ayahnya Dōyu, Ryushin lalu pergi ke Kyoto dimana dia mempelajari ajaran Buddha aliran mistik dari biksu Buddha bernama Jōkai di kuil Sanmakuin. Dia juga berlatih dalam seni beladiri di Gunung Kurama dan dikatakan menjadi pakar Kuji-hihō dan Onmyo-do.[2]
Pada tahun 1335, ketika Ryushin merayakan ulang tahunnya, dia bergabung ke dewan Kekaisaran Utara dibawah Takauji Ashikaga di sebuah perang melawan dewan Kekaisaran Selatan. Di bulan Juni 1336 Ryushin dan garda terdepannya memimpin sebuah serangan ke benteng dewan Kekaisaran Selatan di Gunung Hiei. Benteng tersebut akhirnya jatuh dan Kaisar Selatan, Godaigo, dan pengikut-pengikut setianya ditangkap dan ditempatkan di istana tua milik mantan kaisar bernama Kazanin. Perlakuan Takauji terhadap para tawanan begitu melecehkan membuat Ryushin seperti dikutip berkata "Adalah hal yang tidak mustahil mengeluarkan kaisar dari perlakuan keras yang dia dapatkan. Saya akan membuat rencana penyelamatan." Dengan konspirator-konspirator lainnya seperti Ooe Gyōbu Daiyu Kageshige, Bessho Saburō Takanori (Kojima Takanori), Hiyoshi Iga Nyudō dan Kisshuin Sōshin Hōgen, Ryushin masuk kedalam istana Kazanin dan meloloskan diri ke Yoshino beserta Emperor Go-daigo.[2]
Tadayoshi Kuragari-Tōge, adik laki-laki termuda Takauji, diperingati akan rencana tersebut dan mengirim sekitar puluhan ribu orang untuk mengejar. Tentara yang dikirim bertemu dengan Ryushin dan para konspirator di Kuragari-Tōge, sebuah ceruk gunung terletak di perbatasan dari dua prefektur yaitu Osaka dan Nara. Di tempat inilah mereka memilih untuk melawan para tentara, masing-masing menggunakan senjata yang mereka kuasai. Kageshige mengambil sebuah pedang, Takatoku sebuah busur dan panah, dan Ryushin sebuah tombak mata golok(naginata). Pada saat mereka benar-benar kalah jumlah, situasi berubah menjadi perang taktik dan penghindaran; pada akhirnya mata golok dari Naginata milik Ryushin terputus. Kemudian Ryushin menggunakan apa yang tersisa dari naginatanya untuk menjatuhkan musuh-musuh yang tak jauh dari dia dan menahan musuh di teluk dengan memutar-mutarkan tongkat di udara, mengeluarkan kuji-kiri seperti yang sudah-sudah. Dikatakan bahwa Bojutsu dalam Kukishin Ryū kemudian disusun berdasarkan teknik-teknik yang Ryushin gunakan pada waktu itu.[1]
Bala bantuan dari Yoshino pada akhirnya tiba dan mereka dapat membawa Kaisar Godaigo dengan aman ke sebuah bangunan kecil mirip kuil yang terletak di Gunung Kinpusen. Ryushin juga berhasil mendapatkan kembali “Tiga Harta Kediaman Kekaisaran” yang dia sembunyikan di sebuah gudang naskah di Yokawa di Gunung Hiei. Kaisar Godaigo memuji dedikasi Ryushin dan bertanya tentang teknik rahasianya. Ryushin menjawab, "Ini adalah teknik rahasia yang diturunkan di keluarga saya. Teknik ini adalah seni rahasia keluarga Kuji." Sang kaisar lalu membuat maklumat sebagai berikut: "Tuhan tahu kesetiaanmu. Kau akan mengubah nama keluargamu dari Fujiwara ke Kuki." Arti "Ku" pada Kuki mengacu ke "Ku" atau “sembilan” dalam bahasa Jepang. "Ki" dapat diucapkan sebagai "Kami" jika penulisannya diucapkan dalam pengucapan bahasa Jepang, yang berarti "Oni-gami"(roh kudus) yang berlawanan arti dengan "Oni" (roh jahat). "Ku-ki" selanjutnya bisa dieja "Ku-kami." Namun, sudah menjadi kebiasaan mengucap Kuki sejak periode Edo.[1]
Setelah perang berakhir ibunda Ryushin yang bernama Chigusa Hino, yang keluarganya berasal dari dewan Kekaisaran Selatan, meratapi kenyataan bahwa Ryushin berpihak pada dewan Kekaisaran Utara. Dia bepergian ke Musashi (saat ini menjadi kota di Tokyo,) dimana keluarga Hino masih tinggal dan dia sampai wafatnya terus menyesali keperpihakan Ryushin kepada dewan Kekaisaran Utara. Setelah meninggalnya sang ibunda, Ryushin menciptakan Kukishin Bojutsu untuk menghormati ibunya, yang dia sebut setia pada "Juji-Roppou-Kujidome" dan dirinya untuk melindungi Kaisar Godaigo
Catatan keluarga Kuki tersimpan di gulungan-gulungan dan transkripsi yang telah jarang ditampilkan, tetapi yang telah dilihat dan dicatat oleh para cendekiawan.[1][4] Dokumen-dokumen kuno tersebut menjadi rahasia umum ketika Miura Ichiro menerbitkan A Study of the Kuki Archives pada tahun 1941. Gulungan-gulungan itu diketahui mengandung catatan tambahan menyangkut zaman mitologi, melengkapi Kojiki dan Nihon Shoki, dua dokumen kuno terkemuka di Jepang. Volume tentang Ko-shinto, seni beladiri dan Kumano Honzan Shugendo juga dicatat. Sampai penerbitan yang dilakukan oleh Miura, satu-satunya yang menyebutkan tentang gulungan-gulungan naskah tersebut ada pada volume kedua dari Sontoku Okina Yawa[4] yang menjelaskan bahwa Kuki Takahiro, kepala keluarga ke-24 Kuki, memberikan "sepuluh volume buku yang berkaitan dengan Shintoisme" kepada cendekia bernama Ninomiya Sontoku. Setelah publikasi dilakukan oleh Miura datang Kuki-shinden-zensho oleh Ago Kiyotaka, seorang tokoh terkemuka dalam bidang sejarah kuno, menjelaskan beberapa isi dari gulungan-gulungan naskah tersebut, termasuk asal muasal dan sejarah Kukishin Ryū.[1]
Ajaran-ajaran dari Ryū termaktub dalam Kukishin Densho (gulungan-gulungan).[1]
Kukishin Ryu menyebarkan tradisi dan pengetahuannya dalam enam ilmu beladiri: Taijutsu, Bōjutsu, Kempō, Naginatajutsu, Hanbōjutsu dan Sōjutsu. Heiho (strategi militer), melengkapi pelatihan ini. Selain ilmu-ilmu utama yang disebut diatas, para praktisi juga belajar senjata-senjata rahasia, ajaran-ajaran tersembunyi dan latihan Onakatomi shinto (Ko-shinto).[1]
Seni ini(jutsu) terdiri atas, pembelitan, mencekik, memukul dan menendang, serta penggunaan senjata kecil seperti shuriken. Teknik Taijutsu dari Kukishin Ryu diubah oleh kepala perguruan ketujuh yang bernama Kiyotaka Kuki, dan diatur oleh anaknya Sumitaka. Ini semata-mata karena teknik Atekomi (memukul) yang bermula pada zaman pelindung tubuh masih sering digunakan dan dikemudian hari menjadi tidak berguna. Teknik-teknik ini dimodifikasi untuk cocok dengan awal edo jidai. Pada era akhir Edo, Soke keduapuluhlima, Takatomo Kuki, merancang Kihongata yang terdiri dari delapan teknik yang digunakan untuk mengajar dasar-dasar seni Ryu untuk pemula- akan tetapi, ulasan ini hanya berpengaruh kecil untuk mengatasi kebrutalan dalam proses belajar dan mengajar Taijutsu. Dalam upaya untuk membuat lebih aman untuk belajar dan mengajar, Takatomo mengubah teknik yang ada supaya para praktisi pemula dapat belajar tanpa mengalami cedera. Takatomo mengabdi ke Istana Nijō di Kyoto, dimana pada 28 Februari 1864 dia mengunjungi Dewan Kekaisaran dan mempertunjukkan metode barunya kepada sang kaisar.[7]
Kukishin Ryū dan Takagi Yōshin Ryū Taijutsu
Ada hubungan yang erat antara taijutsu dari Kukishin Ryū dan Takagi Yoshin Ryū.[8] Menurut Takamatsu Chōsui, kisah campur-baurnya Takagi Ryū Taijutsu ke kurikulum Kukishin Ryū (dan Kukishin Ryū bōjutsu ke kurikulum Takagi Ryū) adalah sebagai berikut:
Kematian sebelum waktunya sang pewaris bernama Sadataka Kuki menjadikan Kukishin Ryū sebuah perguruan tanpa garis keturunan. Karena itu anak tertua dari Yoshitaka Kuki, bernama Kihei, menjadi penerus. Selama masa menjabat sebagai kepala perguruan, kesehatan Kihei amatlah buruk dan sering terbaring di tempat tidur. Pada akhirnya dia menjadi lebih kuat dan mampu menjalankan tugasnya sebagai kepala perguruan, bahkan menjadi pertapa gunung dan berkeliling ke tempat yang jauh di Jepang. Sesaat pada salah satu perjalanannya Kihei secara tidak sengaja bertemu dengan anak dari Gennoshin Takagi di Akou (sekarang menjadi Prefektur Hyōgo), bernama Umanosuke. Selama tinggal bersama, mereka membandingkan keunggulan dari kedua ryu. Dikala Takagi unggul dalam Taijutsu, teknik Bōjutsu milik Kihei lebih jumawa. Akhirnya Pada kesepakatan yang dibuat, mereka mengubah format dasar dari kedua ryū. Sejak itu dasar Taijutsu dari Kukishin Ryū adalah Takagi Ryū sementara teknik Bōjutsu, Tombak dan Naginata tetap tinggal di Kukishin Ryū.[3]
Teknik bōjutsu dari Kukishin Ryu paling tepat digambarkan sebagai metode yang digunakan untuk mengalahkan/menipu praktisi pengguna senjata selain bōjutsu. Teknik ini mempunyai cara menyerang yang khusus yang memungkinkan Bō seolah-olah mengarah menjauhi sasaran dengan cepat dan mengarah kembali ke sasaran awal; sebuah metode spesial "memutar-mutar" (Bofurigata) dirancang untuk membingungkan lawan dan menjaga mereka tetap di teluk; dan teknik menusuk yang berhubungan dengan melemparkan tongkat sebagai proyektil (nagebō). Aspek-aspek dari Bōjutsu diperoleh dari dua senjata yang ada di perguruan: naginata dan tombak.[9]
Bōjutsu, Sensudori dan Kaiden-Gata
Sebenarnya ada tiga ukuran dari bō yang dapat dikategorikan sebagai bōjutsu di dalam kurikulum Kukishin Ryū: Rokushaku-bō (panjang), Han-bō (sedang) and the Tan-bō (pendek). Namun, apa yang disebut 'Bōjutsu' di Kukishin Ryū mencakup penggunaan Rokushaku-bō, meskipun demikian, cara ini hanya sebagai permulaan latihan Bōjutsu. Han-bō secara tadisional diajarkan terpisah dari teknik lainnya, yang secara formal mengandung apa yang dimengerti sebagai 'Sensudori,' tingkatan teratas dari ajaran perguruan (Kaiden-gata). Sebagai tambahan Han-bō digolongkan sebagai 'Tessenjutsu' dan diajarkan sebagai bagian dari Taijutsu sebagai senjata jarak dekat. Di Sensudori, dasar dari strategi Kukishin Ryū yaitu "Gō, Ri, Hō, Chi, Shin" dijabarkan. Praktisi pemula akan menggunakan tongkat sepanjang 180 cm, lalu 90 cm dan akhirnya yang berukuran 26 cm. Hal ini bersamaan dengan ideologi Gō, Ri, Hō, Chi, Shin dalam aplikasi teknik.[9]
Kanji untuk aksara ini berarti "hukum pedang" (bukan "hukum kepalan"). Teknik ini terdiri dari penghindaran, memotong, menusuk, menghalangi dan serangan balik. Juga termasuk di dalamnya penggunaan bo shuriken. Salah satu gerakan khas Kukishin Ryu Kempo adalah memotong keatas. Kepala keluarga Kuki kesembilan, Yoshitaka Kuki, turut serta dalam perang melawan Korea dibawah Hideyoshi Toyotomi. Dalam pertempuran laut di lepas pantai Ulusan, Yoshitaka yang terluka di bagian perut melompat keatas kapal musuh dan memotong keatas bagian selangkangan admiral musuh dengan pedangnya. Setelah itu, teknik ini menjadi amat terkenal. Teknik Kenpō ini juga memasukkan penggunaan 'Token-jutsu', atau metode melempar belati atau pedang (shurikenjutsu). Meski mengajarkan penggunaan bōshuriken, teknik ini juga dianggap metode alternatif menggunakan belati dan pedang panjang.[10]
Naginata milik perguruan Kukishin Ryū mempunyai panjang keseluruhan 225 cm. Naginata ini mempunyai dua mata pedang yang membunyai panjang 21 cm dan terpasang pada poros dengan kawat. Hal ini digunakan untuk memangkas, menangkis, menyerang, menikam dan membelokkan; bilah golok juga digunakan untuk mengait musuh dan menangkap. Naginata adalah sebuah senjata dengan kegunaan yang sangat penting di perguruan Kukishin Ryū sebagaimana Bōjutsu yang berasal dari Naginata. Naginata menjadi salah satu ciri khas senjata yang ada di Kukishin Ryū dan mungkin dasar dari pendirian ryu itu sendiri.[11]
Hanbō dari Kukishin Ryū digunakan untuk menangkis, menyerang, menghancurkan dan menusuk. Teknik ini juga mengintegrasikan taijutsu. Teknik Hanbō ini berhubungan erat dengan tombak dan tongkat, namun pengaruhnya tidak terlalu besar. Boleh dikatakan bahwa meskipun tombak pada kenyataannya merupakan asal-muasal dari hanbō itu sendiri, teknik hanbō lebih banyak berasal dari pedang. Ukon Kuriyama diperkirakan menciptakan dan mengenalkan teknik hanbō ke Kukishin Ryū sewaktu periode Azuchi-Momoyama. Menurut legenda dia dikenal dengan talentanya dalam mengayunkan tombak pendek. Kuriyama turut serta dalam pertempuran Nagashino pada 4 Mei 1575, di pihak Nobunaga Oda. Ketika berperang melawan jenderal Katsuhisa Tangonokami Suzuki, tombak milik Kuriyama terbelah menjadi dua. Kuriyama terus berperang dengan sisa tombaknya dan akhirnya mengalahkan Suzuki. lalu dikatakan bahwa dia melanjutkan pertempuran, melampaui musuh-musuhnya yang bertempur menggunakan pedang dan secara cermat mengalahkan mereka. Dari legenda ini, dipercayai kalau Hanbō sebenarnya teknik yang resmi dimasukkan dalam kurikulum Kukishin Ryū pada masa awal era Edō.[12]
Tombak perguruan Kukishin Ryū mempunyai panjang 270 cm. Mata tombak sepanjang 36 cm sampai 45 cm terhubung terhubung ke poros dengan kawat, dan memiliki tiga tepi atau "pisau." Hal ini digunakan untuk menangkis, memangkas, menusuk, menyerang dan menghilangkan keseimbangan lawan.[13]
Teknik tombak di Kukishin Ryū mengintegrasikan segudang variasi kompleks dan nuansa yang mungkin menyebabkan senjata ini menjadi teknik yang sulit dipelajari dalam kurikulum yang ada. Teknik ini mempunyai sejumlah sasaran yang bisa dijangkau baik dari jarak panjang maupun pendek dan pada setiap jarak, sebuah perbedaan kecil dalam cara menggunakan senjata diperlukan agar membuat serangan menjadi efektif. Hal ini menjadikan tombak menjadi senjata yang paling rumit dan kompleks, tergantung sepenuhnya pada jarak dan waktu bagi praktisi untuk melatih teknik ini secara cermat.
Saat ini ada beberapa cabang yang lebih tua dan yang lebih modern dari ryū tersebut yang masih berjalan. Keluarga Kuki menjaga silsilah utama, yang disebut "Kukishinden Tenshin Hyoho", dipimpin oleh Eichoku Takatsuka dibawah pengawasan Soke ke-28 terkini, Ietaka Kuki. Perguruan Bujinkan mengajarkan cabang dari silsilah utama bernama Kuki Shinden-Ryū Happō Biken dibawah Masaaki Hatsumi dan Unsui Manaka dari Jinenkan juga Shoto Tanemura dari Genbukan yang masing-masing dapat dirunut dari silsilah utama. Sebuah garis silsilah juga muncul di dalam Hontai Yoshin-ryu dibawah Munenori Kyoichi Inoue. Cabang-cabang ini memelihara silsilah mereka sendiri, teknik-teknik dan sejarah, yang biasanya mengakar keluar dari silsilah utama.
|isbn=
(bantuan).
|isbn=
(bantuan).
|isbn=
(bantuan).