Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. |
Publik | |
Kode emiten | Euronext: BOLS |
Industri | Minuman |
Didirikan | 1575 |
Kantor pusat | Amsterdam, Belanda |
Tokoh kunci | Huub van Doorne, CEO |
Produk | Minuman beralkohol |
Pendapatan | €80 juta (2017) |
€15 juta (2017) | |
Pemilik | AAC Capital Benelux |
Karyawan | 68 |
Situs web | www.lucasbols.com |
Lucas Bols N.V. adalah sebuah perusahaan asal Belanda yang memproduksi, mendistribusikan, menjual, dan memasarkan minuman beralkohol. Perusahaan ini mengklaim dirinya sebagai merek penyulingan tertua di dunia.[1] Portofolio mereknya meliputi Bols, Galliano, Vaccari, Pisang Ambon, Gold Strike, serta sejumlah jenever dan likeur Belanda. Perusahaan ini memproduksi sekitar 3 juta kemasan per tahun, dengan pendapatan tahunannya lebih dari 95 juta euro.[2][3]
Pada tahun 1575, keluarga Bols membuka sebuah penyulingan dengan nama T Lootsje di Amsterdam. Penyulingan tersebut terletak di luar tembok kota di jalan pos menuju Haarlem, dan terletak di samping sebuah aliran air. Pada tahun 1612, tembok kota diperluas, sehingga penyulingan menjadi berada di dalam tembok, dan aliran air digali untuk dijadikan kanal yang disebut Rozengracht, karena adanya pembibitan mawar di kawasan tersebut. Pada saat yang sama, sebuah bangunan dibangun untuk menjadi lokasi baru penyulingan. Penyebutan resmi pertama adalah pada tahun 1640 di berita daerah Amsterdam, di mana Pieter Jacobszoon Bols didokumentasikan sebagai operator T Lootsje di Rozengracht.
Lucas Bols lahir pada tahun 1652. Ia hidup di masa keemasan Belanda, saat Belanda masih menjadi sebuah kekuatan kolonial yang memimpin dunia di bidang perdagangan internasional. Dutch East India Company, di mana Lucas menjadi salah satu pemegang saham terbesarnya membawa bumbu, rempah-rempah, dan buah eksotis ke Amsterdam, untuk digunakan sebagai bahan baku dalam menciptakan likeur dan jenever baru.
Selama abad ke-18, keluarga Bols pun menjadi sebuah keluarga yang makmur, namun akhirnya makin tidak terlibat dalam operasi sehari-hari dari penyulingan. Kurangnya kepemimpinan dari keluarga, serta adanya Blokade Kontinental dari Napoleon, akhirnya membuat perusahaan ini melemah, hingga keturunan laki-laki terakhir Herman Bols meninggal pada tahun 1813, perusahaan inipun akhirnya ditawarkan untuk dijual.
Kekalahan Napoleon pada tahun 1815 memunculkan niat untuk membeli perusahaan ini. Pemodal asal Rotterdam, Gabriël Theodorus van 't Wout akhirnya mengakuisisi perusahaan ini dengan syarat bahwa perusahaan ini tetap dapat menggunakan nama Bols. Perusahaan inipun direvitalisasi. Sebuah daftar harga dari tahun 1820 menunjukkan lebih dari 300 jenis likeur, bitter, elixir, dan gin. Ada kemungkinan bahwa tidak semua jenis minuman beralkohol tersebut benar-benar diproduksi oleh perusahaan ini, namun hanya sebagai disinformasi yang ditujukan untuk kompetitornya.
Van 't Wout pun sukses membuat perusahaan ini kembali meraih laba, namun pada tahun 1822, perselisihan dengan mitranya, Coenraad Adriaan Temminck menyebabkan Van 't Wout mengakhiri upayanya di perusahaan ini. Pada tahun 1842, Van 't Wout menulis sebuah manuskrip berjudul Distillateurs- en Liqueurbereiders Handboek door een oude patroon van 't Lootsje, yang kini menjadi arsip Bols.
Pada tahun 1868, perusahaan ini dijual ke Keluarga Moltzer, yang kemudian mengembangkan perusahaan ini secara besar-besaran. Pada tahun 1889, kanal Rozengracht diisi air untuk dapat menyediakan jalan tembus baru ke Amsterdam. Pabrik perusahaan ini pun dipindah ke lokasi baru yang lebih modern dan bertenaga uap di Nieuw Vennep. Fasilitas penyulingan lain juga dibangun di Scheveningen dan Emmerich. Pada tahun 1892, perusahaan ini resmi diubah menjadi sebuah perseroan terbatas.
Bekas koloni Belanda pun menjadi pasar alami untuk produk dari perusahaan ini, dan ekspansi internasional pun cepat dilakukan. Pada awal abad ke-20, Bols memasarkan produknya secara agresif, dan hampir semua dinasti asal Eropa pun menunjuknya sebagai Kontraktor Pilihan. Pada tahun 1873, Bols memenangkan sebuah Fortschritts-Medaille di Weltausstellung 1873 Wien dan setahun kemudian menjadi pemasok untuk keluarga kerajaan di Wina. Keluarga kerajaan lain kemudian mengikuti, seperti sejumlah raja dan ratu dari Belanda, Belgia, Luxembourg, Yunani, Swedia, Denmark, Monako, dan kemudian keluarga kerajaan yang lebih modern dari Ethiopia dan Nepal.
Pasca Perang Dunia I, perusahaan ini membuka fasilitas penyulingan di Prancis (1921), Polandia (1922), Swiss (1929), Kanada (1932), Afrika Selatan (1933), Belgia (1934), Argentina (1935), Spanyol (1935), dan Amerika Serikat (1947).[4] Bols juga tumbuh melalui akuisisi, antara lain dengan mengakuisisi Hoppe dan Wynand Fockink, kompetitor terbesarnya sejak tahun 1679. Pada tahun 1954, anggota keluarga Moltzer terakhir resmi keluar dari dewan direksi perusahaan ini, sehingga Bols Distilleries resmi menjadi sebuah perusahaan publik.
Bols melanjutkan ekspansinya selama beberapa dekade kemudian, hingga dapat eksis di hampir semua pasar geografis di dunia. Manajemen kemudian menyadari bahwa munculnya tren pengurangan konsumsi alkohol, terutama minuman keras, mengancam keberlangsungan perusahaan ini. Jenever masih menjadi salah satu penyumbang pendapatan terbesar bagi Bol, namun agak susah untuk dijual di luar Belanda karena masyarakat global cenderung lebih suka dengan gin bergaya "kering" khas Britania Raya. Perusahaan ini pun akhirnya menerapkan strategi diversifikasi melalui akuisisi, dan pada tahun 1977, dua merek aperitif asal Italia, yakni Cynar dan Biancosarti, resmi diakuisisi, dan pada tahun 1983, perusahaan ini juga mengakuisisi Terme di Crodo, produsen air mineral, bitter non-alkohol, dan soda, termasuk Crodino, serta berbagai macam minuman rasa buah lainnya (merek tersebut kemudian dijual ke Campari Group). Selama dekade 1980-an, Bols terus mengembangkan produk minuman non-alkohol dengan fokus di Italia dan Swiss.
Setelah menjadi produsen minuman beralkohol terkemuka di Belanda, Bols juga menjadi produsen jenever besar dengan mengakuisisi Henkes asal Rotterdam pada tahun 1986. Selain itu, akuisisi tersebut juga memungkinkan Bols untuk melakukan integrasi vertikal, karena Henkes memiliki jaringan gerai minuman keras ritel di Belanda. Pada tahun 1988, Bols resmi mengakuisisi Strothmann Brennereien GmbH & Co AG., sehingga langsung menjadi pemegang pangsa pasar Korn Schnapps terbesar, serta memiliki kanal distribusi dan fasilitas produksi di Jerman.
Pada tahun 1989, Bols membentuk sebuah joint venture dengan Gedistilleerd en Wijngroep Nederland (GWN), unit minuman anggur dan penyulingan dari Heineken, untuk membentuk Bols Benelux B.V. Joint venture tersebut pun menguasai hampir 50% pangsa pasar minuman keras di Belanda, berkat akuisisi yang dilakukan GWN terhadap Bokma, merek jenever terkemuka lain. Joint venture tersebut kemudian berekspansi ke segmen anggur yang cepat tumbuh, dengan membeli 85% saham Consortium Vinicole de Bordeaux (CVBG), yang sebelumnya dimiliki oleh Douwe Egberts. Sejumlah produsen anggur kecil asal Prancis kemudian juga diakuisisi. Perusahaan ini juga mengembangkan bisnisnya di Italia pada tahun 1990, dengan membeli Ottavio Riccadonna, yang memiliki merek Spumante dan Ricadonna.
Pada tahun 1993, kompetisi dan konsolidasi di industri minuman beralkohol makin kejam. Heineken pun memutuskan untuk fokus di bisnis birnya, dan menjual sahamnya di joint venture dengan Bols seharga 58,6 juta guilder. Royal Wessanen dan Bols juga melihat peluang integrasi horizontal, sehingga akhirnya resmi bergabung untuk membentuk Bols Wessanen. Sejak awal, mengintegrasikan kedua perusahaan tersebut sangat sulit, sehingga menyebabkan penurunan laba. Rapat umum pemegang saham tahun 1995 pun penuh perdebatan[5] dan perusahaan tersebut akhirnya memutuskan untuk memfokuskan pertumbuhannya di sektor makanan. Pada tahun 1997, perusahaan tersebut memindahkan kantor pusat dan fasilitas produksinya ke Zoetermeer.
Pada tahun 1999, tampak bahwa penggabungan tersebut tidak sesuai harapan. Bisnis yang berasal dari Bols cenderung diabaikan, dan manajemen pun ingin memaksimalkan potensi pertumbuhan dan laba dari Bols. CVC Capital Partners kemudian setuju untuk mendanai pembelian manajemen oleh dewan direksi Bols (R.van Ogtrop, M. Emondts and T. Coenen ) untuk membentuk Bols Royal Distilleries. Beberapa saat kemudian, Bols resmi mengakuisisi sejumlah merek milik Diageo asal Britania Raya.[6]
Setelah resmi dibeli oleh manajemennya, tampak bahwa Bols tidak memiliki skala yang cukup untuk berkompetisi secara efektif di industri minuman yang cepat berkonsolidasi. CVC Capital yang sebelumnya telah memiliki hubungan dengan Rémy Cointreau, pun memutuskan untuk menggabungkannya dengan Bols. Pada bulan Agustus 2000, Rémy resmi membeli Bols dengan harga €510 juta,[7] dengan CVC Capital memegang 9% saham Rémy.[8] Pembelian tersebut pun membantu Rémy dan Bols, karena memungkinkan Rémy untuk berekpansi ke produk yang tidak memerlukan penyimpanan dalam waktu lama, sebuah jaringan distribusi di Eropa Timur, dan akses ke kemampuan manajemen dari Bols. Sementara Bols diuntungkan dengan akses ke aliansi distribusi global Maxxium, yang mana Rémy menjadi salah satu anggotanya.[9]
Sinergi antara Rémy dan Bols pun langsung terasa, dengan Rémy berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba yang signifikan,[10][11] hingga tahun 2003 saat nilai tukar dolar melemah dan penjualan Bols Vodka di Polandia menurun akibat masalah pajak dan pemalsuan. Pendapatan pada tahun 2004 juga belum kuat, namun merek vodka dapat tumbuh pesat di seantero Eropa Timur, dan Maxxium berkomitmen memodernisasi citra Bols, antara lain dengan meluncurkan kemasan baru dan menggeser fokusnya ke muda-mudi.[12][13] Bols pun mendapat penghargaan "Best Brand Re-Launch" dari Drinks International Magazine.
Pada tahun 2005, Rémy mencapai kesepakatan dengan Central European Distribution Corporation (CEDC), sehingga CEDC mengambil alih kepemilikan fasilitas produksi Bols di Polandia dan mendapat lisensi untuk menggunakan sejumlah merek dagang milik Rémy di Polandia dan Rusia. Sementara Rémy mendapat 9% saham CEDC.[14][15][16] Kesepakatan tersebut memberi Rémy akses ke jaringan distribusi CEDC, maupun sebaliknya. Rémy juga mendapat jatah satu kursi di dewan direksi CEDC. CEDC kemudian membeli anak usaha dan merek dagang milik Bols di Hungaria.
Lucas Bols BV is the oldest Dutch company still active, and the oldest distillery brand in the world.
Ervan Lucas Bols, Inc., liqueur concern of Holland, wall [sic] have its first American plant in Englewood, N. J., Lawrence W. Pugh, technical director of the company, announced yesterday.
...Diageo sold Asbach, a German brandy, and Metaxa, the world's biggest-selling Greek liquor, to Bols Royal Distilleries, owned by the British buyout firm CVC Capital Partners Ltd.
...Remy reported yesterday a 71 per cent rise in net profits to Euros 94m for the year to 31 March. Sales climbed 26 per cent to Euros 926m. The earnings, which included six months of revenues from Bols, were slightly higher than analysts' forecast...
...a range of different media promotions will be created because the 27 variants of Bols appeal to several distinct target markets...[and] seeks to link the brand more closely with its theme of 'lust for life'
Promotional activity will target women through celebrity magazines such as OK! and Hello!. Women make up a high proportion of Bols drinkers, according to Maxxium.