Manapa-Tarhunta merupakan seorang raja di Anatolia barat selama Zaman Perunggu Akhir. Manapa-Tarhunta dikenal melalui arsip raja-raja Hattusa.
Ia adalah putra Raja Muwa-Walwis yang lebih muda dari tanah sungai Seha, lahir pada sekitar tahun 1330-an SM.
Muwa-Walwis meninggal pada sekitar tahun 1323 SM dan meninggalkan kerajaannya ke Manapa-Tarhunta. Saudara-saudaranya, yang dipimpin oleh putra sulung, Ura-Tarhunta, menggulingkan Manapa-Tarhunta dan mengantarnya ke wilayah Karkiya (yang mungkin Karia era klasik). Raja Het yang lemah, Arnuwanda II, dibantu oleh adiknya (masa depan Mursili II), menulis kepada bangsa Karkiya yang meminta suaka untuk raja-pengasingan. Orang-orang di sungai Seha memberontak dan mengundang Manapa-Tarhunta kembali.
Pada kematian Arnuwanda tahun itu, seorang kepala suku yang tidak dikenal bernama Uhha-Ziti memberontak melawan bangsa Het di Arzawa ke selatan sungai Seha. Uhha-Ziti meyakinkan Manapa-Tarhunta untuk bergabung dalam pemberontakan tersebut, namun Mursilis II kemudian mengalahkan aliansi tersebut dan bersiap untuk menghancurkan kota-kota sungai Seha. Manapa-Tarhunta mengarak ibunda beserta keluarganya di hadapan raja Het, air mata mengalir, sehingga Mursilis II menyelamatkan sungai Seha dan meninggalkan Manapa-Tarhunta yang bertanggung jawab.
Segera setelah insiden ini, Manapa-Tarhunta agaknya menulis surat Manapa-Tarhunta.
Setelah pemerintahan baik Manapa-Tarhunta dan Mursilis II, penerus Mursilis Muwatalli II menulis sebuah perjanjian dengan Alaksandu dari Wilusa yang menyebutkan bahwa Manapa-Kurunta sekarang adalah raja di tanah sungai Seha. Tidak ada dokumentasi gangguan dalam suksesi, jadi dianggap bahwa suksesi itu bersifat patrilineal, dan dipindahkan secara damai dari ayahanda ke putra.