Merokok di Tiongkok sering dilakukan, terutama karena Tiongkok merupakan konsumen dan produsen tembakau terbesar di dunia:[1] terdapat sekitar 350 juta perokok di Tiongkok [1] dan Tiongkok memproduksi 42% rokok dunia .[1] Perusahaan Tembakau Nasional Tiongkok (中国烟草总公司Zhōngguó Yāncǎo Zǒnggōngsī ) merupakan perusaaah manufaktur produk tembakau tunggal dengan penjualan terbesar di seluruh dunia dan melakukan monopoli tembakau di seluruh Daratan Tiongkok yang menghasilkan antara 7 dan 10% dari pendapatan pemerintah.[2] Dalam sistem guanxi Tiongkok, tembakau merupakan salah satu hadiah yang dapat diterima pada setiap kesempatan, terutama di luar wilayah perkotaan. Undang -undang pengendalian tembakau tetap ada, jarang terjadi penegakan hukum di luar kota-kota urban, seperti Shanghai dan Beijing. Di samping itu, di luar kota-kota terbesar di Tiongkok, merokok dapat diterima secara sosial di mana saja dan kapan saja, bahkan walaupun secara teknis itu melanggar hukum.
Asosiasi Pengendalian Tembakau Tiongkok (中国控制吸烟协会Zhōngguó kòngzhì xīyān xiéhuì ) berperan dalam proses pengendalian tembakau. Pengendalian ini dibantu oleh sukarelawan, termasuk organisasi akademik, sosial dan organisasi massa.[3] Hal ini disebabkan penegakan hukum pengendalian tembakau yang telah ada tidak didukung penuh oleh Pemerintah Tiongkok .[2] Kemajuan pengendalian tembakau mengalami perlambatan karena pemerintah Tiongkok menghasilkan pendapatan pajak yang tinggi dari penjualan tembakau. Selain itu industri tembakau mempekerjakan tenaga kerja yang sangat besar.[4] Sekitar 60% dokter pria Tiongkok adalah perokok, yang merupakan proporsi perokok dokter tertinggi di dunia.[4] Tiongkok tidak memiliki undang-undang untuk menghukum fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan pejabat kesehatan yang telah melanggar larangan merokok, dan sebaliknya lebih mengandalkan media Tiongkok untuk berperan sebagai pengawas.[4]
Merokok adalah kebiasaan sosial di Tiongkok.[1] Kebanyakan orang percaya pemberian rokok di setiap interaksi sosial adalah tanda kehormatan dan keramahan.[1]
Pada tanggal 20 Mei 2009, Kementerian Kesehatan Tiongkok mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan rokok di semua kantor administrasi kesehatan dan fasilitas kesehatan pada tahun 2011.[5] Namun, karena hubungan kompleks pemerintah Tiongkok dengan kebijakan tembakau (contohnya, banyak daerah mengandalkan pendapatan pajak tembakau),[6] ada banyak kekhawatiran tentang praktek penegakan peraturan tersebut.
Pada tanggal 12 Februari 2011, Biro Radio dan Televisi Negara Tiongkok mengumumkan pelarangan adegan merokok yang tidak pantas di film dan acara TV. Peraturan ini melarang adegan yang menampilkan merek rokok, orang merokok di tempat bebas asap rokok, anak di bawah umur membeli dan merokok, dan adegan merokok lainnya yang berkaitan dengan anak di bawah umur.[7]
Mengingat perannya pada tuan rumah World Expo 2010, kota Shanghai kemudian mengeluarkan undang-undang anti-rokok. Kongres Rakyat Shanghai mengeluarkan undang-undang pengendalian merokok pertama di kota itu pada Maret 2010. Undang-undang tersebut melarang orang merokok di 12 jenis tempat umum termasuk merokok di dalam ruangan di sekolah, rumah sakit, stadion olahraga, kendaraan angkutan umum, dan kafe internet. Barangsiapa yang ditemukan merokok pertama kali akan diberikan peringatan dan kemudian didenda 50 hingga 200 yuan jika mereka menolak.
Menurut laporan dari Universitas Fudan, 93,5% dari 509 orang yang mereka wawancarai mendukung larangan merokok di semua paviliun Shanghai Expo 2010. Sementara banyak pewawancara menemukan bahwa perokok pasif itu sendiri beracun dan merusak kesehatan warga, alasan utama di balik dukungan populer untuk larangan merokok berkaitan dengan kepedulian warga terhadap citra Shanghai.[8]
Selain membuat larangan merokok, legislator Shanghai telah merancang situs web "Shanghai Bebas Asap" untuk meningkatkan kesadaran anti-merokok.[9] Penyelenggara Expo juga menolak sumbangan 200 juta yuan ($29,3 juta) dari Perusahaan Tembakau Shanghai untuk mempertahankan sikap "Expo sehat" mereka.
Pemerintah kota Beijing memperpanjang larangan merokok di tempat umum pada tanggal 1 Mei 2008 untuk memasukkan tempat olahraga dan semua area dalam ruangan kantor pemerintah, stasiun transportasi, sekolah dan rumah sakit.[10] Larangan tersebut umumnya berdampak kuat, dengan hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas penduduk China (69% dari lebih dari 10.000 responden) "tidak hanya mengetahui larangan merokok di Beijing, tetapi [95% responden] juga berharap bahwa pihak berwenang mempromosikan langkah itu secara nasional."[10]
Pemerintah Beijing juga telah mengadopsi kebijakan persuasi, dikombinasikan dengan denda hingga 5.000 yuan ($ 730) jika melanggar peraturan, dalam upaya untuk lebih mendorong warga untuk mengurangi merokok di tempat umum.
Pada tahun 2007, Guangzhou dan Jiangmen menjadi dua kota pertama di Guangdong untuk wilayah percontohan pelarangan merokok total di beberapa tempat umum.[11] Tempat umum tersebut antara lain restoran, tempat hiburan, sekolah, supermarket, dan kantor pemerintahan. Namun, pada Maret 2010, Kongres Rakyat Kota Guangzhou bersiap untuk mencabut larangan merokok di tempat kerja, termasuk kantor, ruang konferensi, dan auditorium.
Pada tahun 2009, pihak berwenang Kabupaten Gongan berusaha meningkatkan konsumsi rokok produksi lokal, dengan mewajibkan pejabat lokal untuk merokok hingga 23.000 bungkus rokok bermerek Hubei per tahun. Langkah ini dimaksudkan untuk membawa pendapatan yang sangat dibutuhkan bagi perusahaan lokal; kuota ini dikeluarkan oleh otoritas daerah untuk kantor-kantor di bawah yurisdiksinya. Pejabat akan didenda jika mereka gagal mengkonsumsi kuota rokok yang diminta, atau jika mereka kedapatan membeli produk tembakau merek lain. Keputusan ini dibatalkan setelah kemarahan publik dan diliput oleh media internasional.
Kongres Rakyat Hangzhou telah menyetujui peraturan dilarang merokok di tempat umum dan tempat kerja sejak awal tahun 2010; merokok dilarang di beberapa tempat dan pelanggarnya dapat didenda hingga 3000 yuan.[12] Universitas Zhejiang melakukan proyek dan kampanye larangan merokok di dalam kampus yang disponsori oleh Bloomberg Global Initiative untuk larangan merokok di dalam kampus.
Menurut Medical News Today, tujuh ibu kota provinsi di China mengambil langkah untuk melarang merokok di tempat kerja dan tempat umum. Ketujuh kota tersebut adalah Tianjin, Chongqing, Shenyang, Harbin, Nanchang, Lanzhou dan Shenzhen. Meskipun sebelumnya telah ada beberapa larangan merokok di kota-kota ini, pejabat pemerintah telah menyadari bahwa tingkat kepatuhannya rendah dan berencana untuk mengeluarkan larangan yang ketat.
Penggunaan tembakau oleh dokter Tiongkok telah diidentifikasi sebagai fenomena yang makin populer. Praktek rokok ini kontroversial karena beberapa orang percaya bahwa profesional medis harus menjadi panutan untuk berperilaku sehat bagi pasien mereka. Di lain pihak beberapa orang percaya bahwa dokter harus memiliki hak untuk merokok karena itu adalah masalah pribadi.
Studi yang dirilis pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 23% dari 3.500 orang dokter merupakan perokok tetap. Akan tetapi terdapat perbedaan yang signifikan pada gender subyek penelitian, dengan 41% dokter laki-laki dilaporkan sebagai perokok tetapi hanya 1% dari dokter wanita yang merupakan perokok. Lebih dari sepertiga perokok menggunakan rokok tersebut di depan pasien mereka dan hampir semua dokter tersebut merokok di jam kerja.[13]
Ahli bedah laki-laki ditemukan merokok lebih banyak bila dibandingkan dengan dokter spesialisasi lainnya.[13] Penelitian pada tahun 2004 menemukan bahwa di antara 800 ahli bedah pria Tiongkok, 45,2% adalah perokok dan 42,5% telah merokok di depan pasien mereka sendiri.[14]
Hasil penelitian dari studi independen ini lebih rendah daripada persentase yang dilaporkan oleh surat kabar pemerintah Tiongkok. Artikel tersebut memberitakan bahwa 60% dokter pria Tiongkok adalah perokok.[15]
Tingginya penggunaan tembakau di kalangan dokter dapat dikaitkan dengan beberapa faktor. Dalam budaya Cina, merokok terhubung dengan identitas maskulin sebagai aktivitas sosial yang dipraktekkan oleh pria untuk meningkatkan perasaan diterima dan persaudaraan, yang menjelaskan mengapa lebih banyak dokter pria Cina yang merokok daripada wanita. Selain itu, dokter khususnya dapat menggunakan tembakau sebagai mekanisme koping untuk mengatasi stres sehari-hari yang terkait dengan jam kerja yang panjang dan interaksi dengan kasus pasien yang sulit.[16]
Kebiasaan merokok dokter di Tiongkok telah terbukti mempengaruhi sikapnya terhadap bahaya tembakau. Dokter yang merokok cenderung tidak percaya bahwa merokok memiliki efek yang berbahaya pada kesehatan.[13] Sedikit saja dari perokok yang percaya bahwa dokter harus menjadi panutan bagi pasien mereka dan bahwa merokok di dalam ruangan di rumah sakit harus dilarang.[14] Hampir semua dokter Cina (95%) percaya bahwa merokok aktif menyebabkan kanker paru-paru dan sebagian besar percaya bahwa merokok pasif menyebabkan kanker paru-paru (89%), tetapi perokok saat ini cenderung tidak memegang keyakinan kesehatan ini bila dibandingkan orang yang tidak merokok.
Menurut statistik pada tahun 2014, dua pertiga pria Tiongkok merupakan perokok. Sementara itu pada tahun 2010, merokok telah menyebabkan hampir 1 juta (840.000 laki-laki, 130.000 perempuan) kematian di Tiongkok.[17]
Tiongkok tetap menjadi salah satu dari tiga negara teratas (bersama dengan India dan Indonesia) dalam jumlah total perokok pria, di mana Tiongkok menyumbang 51,4% dari perokok pria di seluruh dunia pada tahun 2015.[18] Tiongkok juga menjadi salah satu dari tiga negara teratas (bersama dengan India dan Amerika Serikat) dalam hal jumlah perokok wanita, meskipun ketiga negara ini hanya menyumbang 27,3% dari perokok wanita seluruh dunia.[18]
...the tobacco industry is one of the largest sources of tax revenue for the Chinese government. Over the past decade, the tobacco industry has consistently contributed 7-10 percent of total annual central government revenues...
In 2010, smoking caused about 1 million (840 000 male, 130 000 female) deaths in China.