Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Muselmann (jamak: Muselmänner; Musulman atau Muslim dalam bahasa Jerman) adalah sebutan untuk tahanan kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II yang menderita kelaparan parah dan keletihan sehingga mereka pasrah menunggu kematian.[1][2] Tahanan Muselmann sangat kekurangan gizi dan lemah secara fisik, tidak peduli dengan nasibnya, dan tidak sadar dengan lingkungan sekitar mereka karena diperlakukan secara tidak manusiawi oleh tentara Nazi dan aparat tahanan.[3]
Sejumlah akademisi berpendapat bahwa istilah ini berasal dari ketidakmampuan seorang Muselmann untuk berdiri karena otot kakinya terlalu lemah sehingga mereka lebih sering meringkuk layaknya posisi sujud seorang Musulman (Muslim).[4]
Pada tahun 1946, psikolog Amerika Serikat, David P. Boder, berusaha mengidentifikasi istilah Muselmann dengan mewawancarai para penyintas di Eropa. Ia meminta mereka menjelaskan, mengeja, dan mengucapkan istilah yang digunakan untuk menyebut para tahanan yang sangat kelaparan sampai-sampai kehilangan semangat hidup.[5][6]
Primo Levi mencoba menjelaskan istilah ini (ia juga menulis Musselman) di catatan kaki If This Is a Man, otobiografi tentang pengalamannya di Auschwitz:[1]
Entah mengapa, kata 'Muselmann' digunakan oleh orang-orang tua di kamp untuk menyebut orang-orang lemah, tidak mampu, yang sudah pasti menjalani proses seleksi [tahanan].
— Primo Levi, If This Is a Man, bab "The Drowned and the Saved".
Dalam bukunya, Man's Search for Meaning, psikolog dan penyintas Auschwitz, Viktor Frankl, mengambil contoh seorang tahanan yang hendak menghabiskan rokoknya (alat barter di kamp konsentrasi) malam itu juga karena ia yakin tidak akan hidup untuk mengikuti Appell (apel) keesokan paginya. Rekan-rekannya mencapnya sebagai seorang Muselmann. Frankl membandingkan fenomena ini dengan perilaku kapo yang tidak manusiawi.[7]
Istilah ini digunakan di judul buku kesaksian tahanan Polandia, Adolf Gawalewicz, yang berjudul Refleksje z poczekalni do gazu: ze wspomnień muzułmana ("Reflections in the Gas Chamber's Waiting Room: From the Memoirs of a Muselmann") dan terbit tahun 1968.[8]
Istilah ini menyebar dari Auschwitz-Birkenau ke kamp-kamp konsentrasi lain. Istilah serupa yang digunakan di kamp konsentrasi Majdanek adalah Gamel (berasal dari gammeln dalam bahasa Jerman yang berarti "membusuk"), sedangkan yang digunakan di kamp konsentrasi Stutthof adalah Krypel (berasal dari Krüppel dalam bahasa Jerman yang berarti "orang cacat"). Saat tahanan sudah mencapai tahap kelaparan parah, mereka diseleksi oleh dokter kamp dan dibunuh menggunakan gas, pistol, atau cara-cara lain.