Negara sisa (dalam bahasa Inggris disebut Rump state) adalah sisa atau bekas dari suatu negara yang dulunya jauh lebih besar, wilayah ini dibiarkan semakin berkurang karena pemisahan diri, aneksasi, pendudukan, dekolonisasi, dan kudeta atau revolusi yang sukses terjadi di bagian bekas wilayahnya.[1] Untuk kasus kudeta atau revolusi, pemerintah tidak melarikan diri ke tempat pengasingan karena pemerintah masih mengendalikan bagian-bagian dari wilayah sebelumnya.
Misalnya pada zaman kuno, Negara Xu, yang awalnya menguasai sebagian besar lembah Sungai Huai,[2] berangsur-angsur dikurangi menjadi daerah di sekitar ibu kotanya saja, mulai dari abad ke 7 SM.
Atau Persemakmuran Polandia-Lithuania dibiarkan menjadi "negara sisa" setelah dibagi-bagi dalam Pemisahan Polandia Pertama oleh Kekaisaran Rusia, Prusia, dan Austria pada tahun 1772.[3] "Negara sisa" ini masih dipartisi lagi pada 1793 dan langsung dicaplok pada 1795. Setelah kemenangan Napoleon dalam Perang Koalisi Keempat pada 1807, ia membuat "negara sisa" Polandia yang baru bernama Kadipaten Warsawa.[4]
Ada pula kasus seperti Tiongkok dengan Republik Tiongkok/Taiwan, setelah kemenangan Partai Komunis Tiongkok di Daratan Tiongkok dalam Perang Sipil Tiongkok, Pemerintah Republik Tiongkok pindah ke Pulau Formosa/Pulau Taiwan dan masih terus mengklaim otoritas atas seluruh Tiongkok yang sebelumnya dikuasai. Sejak itu, beberapa pihak menganggap Republik Tiongkok/Taiwan sebagai "negara sisa",[5] sementara yang lain menganggapnya sebagai pemerintah di pengasingan.[6]
For some time the Truman administration had been hoping to distance itself from the rump state on Taiwan and to establish at least a minimal relationship with the newly founded PRC.
1949: Chiang Kai-shek's Nationalists lose civil war to Mao Zedong's Communist forces, sets up government-in-exile on Taiwan.