November 1828 | |
---|---|
Sutradara | Teguh Karya |
Produser | |
Ditulis oleh | Teguh Karya |
Pemeran | |
Penata musik | |
Sinematografer | Tantra Surjadi |
Penyunting | Tantra Surjadi |
Perusahaan produksi | |
Tanggal rilis |
|
Durasi | 140 menit |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Bahasa Indonesia |
Penghargaan |
---|
Festival Film Indonesia 1979 |
|
November 1828 adalah film drama epos Indonesia produksi tahun 1979 dan disutradarai oleh Teguh Karya. Film ini dibintangi antara lain oleh Slamet Rahardjo, Rachmat Hidayat, El Manik, dan Yenny Rachman.
Film ini memenangkan tujuh penghargaan pada Festival Film Indonesia 1979, termasuk Film Terbaik.
Film ini menceritakan tentang sebuah kelompok penduduk desa di Jawa yang memberontak melawan pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Film ini mengandung tema loyalitas dan pengkhianatan.
Jalinan kisah November 1828 ini dimulai ketika Kapten van der Borst, disertai pasukannya, berusaha mengorek informasi tentang lokasi persembunyian Sentot Prawirodirdjo, tangan kanan Pangeran Diponegoro. Jayengwirono, seorang demang gila jabatan, memberitahukan bahwa Kromoludirolah yang mengetahui informasi tersebut. Kromoludiro pun ditangkap, ditawan di rumahnya sendiri, dan dengan berbagai upaya dipaksa membuka mulut.
Sepanjang proses interogasi dan mata rantai peristiwa yang ditimbulkannya, terlihat bahwa dibalik konflik antara Belanda dan rakyat Jawa ini sebenarnya berkecamuk konflik internal yang tak kalah dahsyat dalam diri tokoh-tokohnya. Film ini mengingatkan bahwa permusuhan atau sikap agresif berlebihan terhadap orang lain sering kali merupakan ungkapan yang tak disadari dari ketegangan dalam diri orang itu sendiri.
Hal kontras yang menarik juga diperlihatkan dalam sosok Kapten de Borst dan Letnan van Aken. Kapten de Borst pada film ini banyak disulut oleh ambisi pribadi. Ia gerah karena perwira lain yang lebih muda dari dia, ternyata sudah meraih pangkat lebih tinggi. Alasannya karena ia merasa mereka orang Belanda tulen, dan van Aken hanya seorang Indo. Sebaliknya, Letnan van Aken, yang juga seorang Indo, diam-diam bersimpati terhadap rakyat Jawa, dan menolak untuk menghalalkan segala cara.
Kalau dicermati, pihak-pihak yang berkonflik secara frontal adalah para bawahan. Para atasan—dalam hal ini Belanda dan Pangeran Diponegoro—hanya berada di latar belakang. Di pihak Belanda, sebenarnya bahkan tidak ada orang Belanda; hanya ada sejumlah perwira Indo dan yang lainnya adalah prajurit bayaran. Pangeran Diponegoro sendiri hanya diperbincangkan; yang muncul di layar adalah orang kepercayaannya, Sentot Prawirodirjo. Itu pun ia ditampilkan dalam citra mesianis: muncul pada detik-detik terakhir untuk memetik hasil perjuangan gotong-royong
Tahun | Penghargaan | Kategori | Penerima | Hasil |
---|---|---|---|---|
1979 | Festival Film Indonesia | Film Terbaik | November 1828 | Menang |
Sutradara Terbaik | Teguh Karya | Menang | ||
Pemeran Utama Pria Terbaik | Maruli Sitompul | Nominasi | ||
Pemeran Pendukung Pria Terbaik | El Manik | Menang | ||
Rachmat Hidayat | Nominasi | |||
Penulis Skenario Terbaik | Teguh Karya | Nominasi | ||
Penata Suara Terbaik | Suparman Sidik | Menang | ||
Pengarah Sinematografi Terbaik | Tantra Surjadi | Menang | ||
Penyunting Gambar Terbaik | Nominasi | |||
Penata Artistik Terbaik | Benny Benhardi | Menang | ||
Penata Musik Terbaik | Franki Raden, Sardono W. Kusumo, Slamet Rahardjo | Menang |
Penghargaan dan prestasi | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Jakarta Jakarta (1978) |
Film Bioskop Terbaik (Festival Film Indonesia) 1979 |
Diteruskan oleh: Perawan Desa (1980) |