Operasi Castle adalah serangkaian uji coba nuklir berdaya hasil tinggi (energi tinggi) di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Satuan Tugas Gabungan 7 (JTF-7, Joint Task Force-7) di Bikini Atoll yang dimulai pada bulan Maret 1954. Uji coba ini dilakukan setelah Operasi Upshot–Knothole dan mendahului Operasi Teapot.
Sebagai usaha patungan antara Komisi Energi Atom (AEC, Atomic Energy Comission) dan Departemen Pertahanan (DoD, Department of Defense), maka tujuan akhir dari operasi ini adalah untuk menguji desain senjata termonuklir yang dapat dikirim ke pesawat. Semua perangkat yang diuji, dengan berat berkisar antara 6.520 hingga 39.600 pon (2.960 hingga 17.960 kg), dibuat untuk dijatuhkan dari pesawat. Namun, selubung balistik, sirip, dan sistem sekering harus dipasang.
Operasi Castle dianggap sukses oleh pejabat pemerintah karena membuktikan kelayakan desain bahan bakar "kering" yang dapat digunakan untuk senjata termonuklir. Ada kesulitan teknis dalam beberapa pengujian: satu bom memiliki hasil yang jauh lebih rendah dari yang diperkirakan ("gagal"), sementara dua bom lainnya meledak dengan hasil dua kali lipat dari prediksi mereka.
Salah satu pengujian khususnya, Castle Bravo, menghasilkan kontaminasi radiologi yang luas. Dampaknya berdampak pada pulau-pulau terdekat termasuk penduduk dan tentara AS yang ditempatkan di sana, serta kapal nelayan Jepang di dekatnya (Daigo Fukuryū Maru), yang mengakibatkan satu kematian langsung, dan kemudian berlanjut pada masalah kesehatan bagi banyak dari mereka yang terpapar. Reaksi masyarakat terhadap uji coba tersebut dan kesadaran akan dampak jangka panjang dari dampak nuklir telah dikaitkan sebagai bagian dari motivasi Perjanjian Larangan Uji Coba Sebagian pada tahun 1963.