Ozonolisis adalah suatu reaksi organik yang melibatkan pembelahan ikatan tak jenuh pada alkena, alkuna, atau senyawa azo dengan menggunakan ozon. Alkena dan alkuna membentuk senyawa organik dengan gugus karbonil menggantikan ikatan karbon-karbon rangkap.[1][2][3] sementara senyawa azo membentuk nitrosamina.[4] Hasil reaksi ini bergantung pada jenis ikatan rangkap yang dioksidasi serta kondisi saat berlangsungnya reaksi.
Ozonolisis ditemukan oleh Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1840. Sebelum penemuan teknik spektroskopi modern, ozonolisis merupakan metode penting untuk penentuan struktur senyawa organik. Seorang kimiawan akan mengozonisasi suatu alkena yang tidak diketahui untuk menghasilkan fragmen yang kecil dan mudah untuk diidentifikasi. Ozonolisis alkena terkadang disebut sebagai "ozonolisis Harries", karena beberapa mengatributkan reaksi ini pada Carl Dietrich Harries.[5]
Alkena dapat dioksidasi dengan ozon untuk menghasilkan alkohol, aldehida atau keton, atau asam karboksilat. Dalam prosedur yang khas, ozon digelembungkan ke dalam larutan alkena dalam metanol pada suhu −78 °C sampai larutan menghasilkan warna biru khas, yang disebabkan oleh ozon yang tak bereaksi. Warna biru tersebut menandakan alkena telah dikonsumsi seluruhnya. Sebagai alternatif, berbagai bahan kimia lain dapat digunakan sebagai indikator titik akhir untuk mendeteksi keberadaan ozon. Jika ozonolisis dilakukan dengan menggelembungkan aliran ozon yang diperkaya dengan oksigen ke seluruh campuran reaksi, gas yang menggelegak keluar dapat diarahkan melalui larutan kalium iodida. Ketika larutan telah berhenti menyerap ozon, ozon dalam gelembung mengoksidasi iodida menjadi iodin, yang dapat dengan mudah diamati oleh warna ungu yang dihasilkan.[6][7]
Setelah penambahan pereaksi selesai dilakukan kemudian penambahan ozon dilakukan kembali untuk mengubah zat antara ozonida menjadi turunan karbonil. Kondisi reduktif jauh lebih umum dibandingkan kondisi yang oksidatif. Penggunaan trifenilfosfina, tiourea, serbuk seng, atau dimetil sulfida menghasilkan aldehida atau keton sementara penggunaan natrium borohidrida akan menghasilkan alkohol. Penggunaan hidrogen peroksida menghasilkan asam karboksilat. Pada tahun 2006, telah diketahui bahwa penggunaan N-oksida telah dilaporkan menghasilkan aldehida secara langsung.[8] Gugus fungsional lain, seperti benzil eter, dapat pula dioksidasi oleh ozon. Telah diusulkan bahwa sejumlah kecil asam dapat dihasilkan saat reaksi oksidasi pelarut, sehingga piridina sering kali digunakan untuk menyangga reaksi. Diklorometana terkadang digunakan sebagai pelarut dengan rasio 1:1 untuk memfasilitasi pembelahan ozonida. Asam azelaat dan asam pelargonat diproduksi dari ozonolisis asam oleat dalam skala industri.
Sebagai contoh reaksi ini adalah ozonolisis eugenol yang mengubah alkena terminal menjadi aldehida:[9]
Dengan secara cermat mengendalikan kondisi reaksi, produk asimetris dapat dihasilkan dari alkena simetris:[10]
Ozonolisis alkuna secara umum menghasilkan produk anhidrida asam atau diketon,[11] fragmentasi tidak sempurna seperti halnya alkena. Suatu agen pereduksi tidak dibutuhkan pada reaksi ini. Mekanisme pasti pada reaksi ini tidak secara pasti diketahui.[12] Jika reaksi dilakukan dengan adanya air, anhidrida terhidrolisis untuk menghasilkan dua asam karboksilat.