Penyakit | COVID-19 |
---|---|
Galur virus | SARS-CoV-2 |
Lokasi | Niger |
Kasus pertama | Niamey |
Tanggal kemunculan | 19 Maret 2020 (4 tahun, 8 bulan, 1 minggu dan 5 hari) |
Asal | Wuhan, Tiongkok |
Kasus terkonfirmasi | 4,740 (per 24 Feb 2021)[1] |
Kasus dirawat | 318 (per 24 Feb 2021) |
Kasus sembuh | 4,250 (per 24 Feb 2021) |
Kematian | 172 (per 24 Feb 2021) |
Pandemi COVID-19 di Niger adalah bagian dari pandemi penyakit koronavirus yang terjadi secara global akibat koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Virus ini dikonfirmasi telah mencapai Niger pada Maret 2020. Atas kejadian ini, Amnesty International melaporkan bahwa beberapa wartawan yang bertugas di sana ditangkap karena memberitakan soal pandemi di negara tersebut.[2]
Pada 12 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa koronavirus adalah penyebab penyakit pernapasan yang terjadi di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok sebagaimana yang dilaporkan ke mereka pada 31 Desember 2019.[3][4]
Rasio kasus kematian COVID-19 lebih rendah dibandingkan kasus SARS yang terjadi pada 2003,[5][6] tetapi penularannya jauh lebih besar dengan jumlah kematian yang signifikan.[7][5]
Kasus positif COVID-19 di Niger pertama kali dikonfirmasi terjadi pada 19 Maret 2020, tepatnya di Niamey. Kasus ini dialami oleh seorang pria berusia 36 tahun asal Nigeria yang sebelumnya sempat berkunjung ke Lomé, Accra, Abidjan dan Ouagadougou terlebih dahulu. Mengikuti pemberitahuan ini, bandar udara yang berlokasi di Niamey dan Zinder kemudian ditutup untuk mencegah penyebaran koronavirus.[8]
Kasus ketiga dikonfirmasi terjadi pada seorang wanita Brasil yang masuk ke Niger pada 16 Maret.[9] Semakin hari, jumlah kasus positif semakin bertambah. Pada 25 Maret 2020, pemerintah Niger kemudian mengumumkan bahwa total ada 7 kasus positif. Sementara kasus kematian pertama terjadi pada 24 Maret 2020 di Niamey pada seorang berkebangsaan Nigeria yang tinggal di sana.[10] Hingga akhir Maret, tercatat ada 34 kasus positif yang terjadi. Tiga di antaranya adalah kasus kematian.[11]
Bulan berikutnya, kasus positif bertambah menjadi 685 kasus baru. Alhasil, total kasus keseluruhan mencapai 719. Selama April, 452 orang dinyatakan pulih sehingga jumlah kasus aktif yang tersisa pada bulan tersebut menjadi 235 kasus.[12]
Pada Mei 2020, stasiun televisi Niger Télé Sahel mengumumkan bahwa Menteri Buruh Niger Mohamed Ben Omar meninggal dunia akibat COVID-19.[13] Sampai akhir bulan, tercatat ada 239 kasus baru sehingga total kasus keseluruhan menjadi 958. Sementara itu jumlah kasus kematian berjumlah 64 orang. Sampai akhir bulan, kasus aktif yang tersisa menjadi 55 kasus karena 387 orang lainnya dinyatakan sembuh.[14]
Pada Desember 2020, pemerintah mencatat ada 1.720 kasus baru sehingga jumlah kasus keseluruhan mencapai 3.268 kasus. Adapun kasus kematian berjumlah 104 kasus, salah satu di antaranya dialami oleh Issaka Assane Karanta, Gubernur Distrik Ibukota Niamey. Ia meninggal dunia dalam usia 75 tahun pada 24 Desember 2020.[15]
Memasuki tahun 2021, jumlah kasus kian meningkat. Pada Januari, kasus baru yang terjadi menyentuh angka 1.249 kasus. Secara keseluruhan, totalnya mencapai 4.517 kasus dengan jumlah kematian mencapai 159 orang.[16] Sementara pada bulan Februari, jumlah kasus keseluruhan mencapai 4.740 dengan jumlah kematian sebanyak 172 orang.[17]
Pandemi COVID-19 yang terjadi menyebabkan Niger terdampak dari segi ekonomi. Menurut laporan berjudul “Niger – Economic and Poverty Update under COVID-19” dari Bank Dunia, pandemi memicu resesi ekonomi di Niger sehingga angka kemiskinan diproyeksikan meningkat dari 40,8% pada 2019 menjadi 42,1% pada 2020. Hal itu kemudian membuat jumlah kemiskinan di Niger bertambah menjadi 270.000 orang sepanjang 2020 yang disebabkan oleh beberapa faktor akibat pandemi, seperti hilangnya pekerjaan dan pendapatan, kenaikan beberapa harga pangan dan gangguan dalam sistem yang memberikan perlindungan sosial dan pemberian layanan dasar, khususnya layanan kesehatan dan pendidikan.[18]