Penyakit | COVID-19 |
---|---|
Galur virus | SARS-CoV-2 |
Lokasi | Rapa Nui, Chile |
Kasus pertama | Hanga Roa |
Tanggal kemunculan | 24 Maret 2020 (4 tahun, 8 bulan dan 3 hari) |
Kasus terkonfirmasi | 9 |
Kasus dicurigai‡ | 0 |
Kasus sembuh | 5 |
Kematian | 0 |
‡ Kasus yang dicurigai belum dikonfirmasi karena galur ini sedang diteliti di laboratorium. Beberapa galur lain mungkin telah dicegah. |
Pandemi COVID-19 dikonfirmasi telah tiba di Kepulauan di Chili dan wilayah spesial dari Kepulauan Paskah (Rapa Nui) pada bulan Maret 2020.
Pada tanggal 12 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia mengonfirmasi bahwa novel koronavirus adalah penyebab dari penyakit pernapasan di dalam sebuah klaster orang di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok yang dilaporkan oleh WHO pada tanggal 31 Desember 2019.[1][2] Tingkat fatalitas kasus untuk COVID-19 lebih rendah dari Sindrom Pernapasan Akut Berat pada tahun 2003.[3][4]Akan tetapi, penyakit ini memiliki Penularan penyakit yang lebih tinggi dengan jumlah kematian yang signifikan.[5][3]
Pada tanggal 19 Maret, pemerintah lokal dari Pulau Paskah memerintahkan karantina wilayah pulau dan meminta LATAM Airlines untuk mengevakuasi semua turis yang ada di pulau.[6]
Pada tanggal 24 Maret, kasus pertama di Pulau Paskah dikonfirmasi[7] yang diikuti kasus kedua keesokan harinya. Pada awal April, 5 kasus konfirmasi dilaporkan. Kasus enam dilaporkan di pertengahan April.[8]
Pada tanggal 24 April, kebingungan muncul di Bandar Udara Internasional Santiago terkait hasil positif COVID-19 pada uji yang dilakukan pada warga lokal yang pulau ke Pulau Paskah. Otoritas bandara menyatakan bahwa mereka tidak terlibat dan menteri kesehatan Chili, Jaime Mañalich menjelaskan situasi ini sebagai "kesalahpahaman" karena orang-orang ini telah bebas gejala dan tidak ada uji yang dijadwalkan oleh kementerian kesehatan Chili. Nantinya, diklarifikasi bahwa munisipalitas Rapa Nui yang melakukan uji tersebut. Menurut Pedro Edmunds Paoa, peralatan uji telah dibeli dari Korea Selatan oleh otoritas lokal dari Pulau Paskah dan merupakan bagian dari protokol kesehatan. Kelompok yang berjumlah 20 orang teruji positif di bandara atau melakukan kontak jarak dekat dengan mereka memutuskan tinggal di Santiago untuk melakukan karantina secara relewan selama 14 hari, meskipun ditengah ketakutkan bahwa kepulangan mereka akan mendapatkan diskriminasi, sedangkan sisa 527 penumpang berangkat sesuai jadwal.[9]
Pada tanggal 1 Juli, setelah 100 hari tidak ada kasus COVID-19, sekolah dibuka kembali di pulau. Tindakan keamanan termasuk menggunakan topeng wajah dan temperatur para murid diambil sebelum masuk sekolah.[10]
Pada bulan Agustus, pemilihan dilakukan untuk komunitas lokal Ma'u Henua yang dilakukan di Taman Nasional Rapa Nui. Protokol ketat diterapkan, tetapi foto menunjukkan bahwa tindak pembatasan sosial tidak diikuti dan memicu investigasi oleh otoritas.[11]
Pada tanggal September, sebuah pesawat tiba dengan 262 penumpang dari daratan Chili. Uji PCR dilakukan oleh personil kesehatan dari Rumah Sakit Hanga Roa yang mengonfirmasi empat kasus baru tiba di pulau yang semuanya asimtomatik. Pemerintah menyatakan orang-orang yang tersebut di bawah pengawasan 24 jam dalam satu minggu oleh personil militer untuk mencegah pelanggaran kewajiban karantina.[12]
Pada awal bulan Oktober, kelompok orang lokal Rapa Nui yang berjumlah 25 orang akhirnya bisa kembali setelah tertahan di Tahiti selama enam bulan. Militer Prancis akan membawa kelompok tersebut setelah permintaan oleh otoritas Chili setelah berbulan-bulan menerima permohonan dari para orang lokal yang terdampar. Orang-orang tersebut diletakkan di dalam karantina selama 14 hari dan pesawat diharapkan diharapkan membawa pulang kelompok kedua yang berjumlah 15 orang Bangsa Tahiti yang terdampar di Pulau Paskah.[13]
Pada awal bulan November, munisipalitas mengumumkan Festival Tapati 2021 diadakan tanpa pengunjung dari daera luar untuk pertama kali. Waktu perayaan ke 52 dari festival budaya tahunan tersebut akan dipotong dan hanya berlangsung selama seminggu yang biasanya dua minggu setelah rencana untuk tidak merayakannya ditolak komunitas tersebut. Festival ini dijadwalkan dimulai pada tanggal 29 Januari 2021.[14]
Ketika pemerintah Chili mengumumkan rencana untuk membuka negra ke wisawan lagi pada tanggal 23 November 2020, pemerintah minisipal berkata bahwa Pulau Paskah akan tetap tertutup ke semua orang, kecuali warga setempat.[15]
Ketakutan bahwa sistem kesehatan pulau yang hanya memiliki satu rumah sakit.[16] dengan hanya tiga alat bantu pernapasan yang dengan cepat kewalahan yang menyebabkan penutupan cepat pulau yang membuat 1000 turis terdampar di pulau. Pemerintah lokal dan beberapa hotel menyediakan tempat tinggal dan makanan gratis untuk orang yang kehabisan uang sampai akhirnya para pengunjung dievakuasi ke daratan utama Chili melalui penerbangan yang telah disiapkan. Akantetapi, bagi mayoritas warga di pulau yang ekonominya sangat tergantung dengan pariwisata, mereka takut kembalinya jumlah wisatawan seperti sebelumnya tidak akan terjadi dalam waktu dekat.[17]
Sebagai bentuk perlawanan terhadap krisis, para warga lokal pulau menggunakan tradisi nenek moyang Polinesia, yaitu Tapu (asal mula kata taboo dalam bahasa inggris) yang menyebabkan penerimaan budaya atas karantina wilayah dan isolasi mandiri dari keluarga yang terdampak. Selain itu, banyak warga lokal yang sumber mata pencahariannya adalah pariwisata mulai bertani untuk menumbuhkan makanan mereka.[18] Tradisi Tapu mengambil dasar dari pemahaman"sustainabilitas dan penghormatan" sehingga berpotensial membantu mengurangi penurunan pendapatan dari pariwisata sekaligus menjaga lansia dari penyakit ini yang sangat menghargai tradisi lokal dan juga rentan terhadap COVID-19.[19] Hal ini dicapai dengan menggunakan tradisi Tapu untuk menerapkan karantina dan membatasi kontak sosial. Kemudian, pemerintah membawa prinsip kuno, Umanga, yang mengajak " Pekerjaan timbal balik antar tetangga". Meskipun beberapa orang menolak perubahan tersebut, orang lain melihat situasi yang luar biasa ini bahwa pulau yang ketergantungan makanan dari daratan utama Chili dan pendapatan dari sekitar 100.000 turis per tahun sebagai insentif dari rencana "turbocharge" untuk membuat pulau menopang dirinya sendiri dan bebas sampah pada tahun 2030. Implementasi modern dari Umanga dilakukan melalui skema pemberian kerja yang dikenal dengan nama Pro Empleo Rapa Nui yang mempekerjakan 700 warga pulau. Hasil yang didapatkan pada akhir bulan Oktober 2020, termasuk peningkatan inisiatif daur ulang dan berita menggunakan bahasa lokal Bahasa Rapa Nui. Program ini direncanakan berjalan sampai Desember 2020 dan menghabiskan biaya bagi pemerintah sekitar 2.5 milyar peso.[20]Pemerintah provinsi juga membuat rencana untuk melawan kembali kehilang ekonomi dan kurangnya persediaan. Rencana tersebut, seperti bantuan keuangan, pekerjaan pembangunan publik dan rncana untuk memperkuat pertanian lokal dengan mendistribusikan benih. Mereka juga memastikan persedian dari luar yang pulau gantungkan bisa sekali lagi mencapai Rapa Nui menggunakan kapal kargo. Selain itu, ada juga pembicaraan dengan Angkatan Udara Chili dan Angkatan Laut Chili terkait bantuan ketika kasus krisis persedian yang mungkin terjadi.[21]