Penyakit | COVID-19 (coronavirus) |
---|---|
Galur virus | SARS-CoV-2 |
Lokasi | Sri Lanka |
Kasus pertama | Kolombo |
Asal | Wuhan, Hubei, China |
Tanggal | 27 Januari 2020 – ongoing (4 tahun, 10 bulan dan 1 hari) |
Kasus terkonfirmasi | 1,877[1][2] |
Kasus sembuh | 1,150[1] |
Kematian | 11[1] |
Situs web resmi | |
epid.gov.lk https://hpb.health.gov.lk/ |
Pandemi koronavirus di Sri Lanka dikonfirmasi pertama kali pada 27 Januari 2020 setelah seorang wanita berusia 44 tahun yang berasal dari Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok tiba untuk melakukan perjalanan wisata di Sri Lanka. Wanita tersebut dikonfirmasi positif terinfeksi setelah pada 25 Januari 2020 merasakan sakit dan tidak lama setelah itu dikonfirmasi bahwa wanita tersebut positif terinfeksi koronavirus. Kementerian Kesehatan Sri Lanka mengumumkan kasus pertama koronavirus pada 27 Januari 2020. Akan tetapi, sebelum diumumkannya kasus positif pertama di Sri Lanka, Kementerian Kesehatan sudah memberi arahan pada pihak Bandar Udara Internasional Bandaranaike. Pihak bandara harus melakukan pengecekan terhadap para penumpang yang baru saja tiba, terutama para penumpang yang menunjukkan gejala koronavirus.[3]
Pada 27 Januari 2020, Sri Lanka mengumumkan kasus positif pertama koronavirus yang dialami oleh wanita berusia 44 tahun. Wanita tersebut tiba dari Hubei pada 19 Januari 2020 untuk berwisata bersama kelompok wisatanya di Sri Lanka. Setelah menjalani perawatan, wanita tersebut akhirnya dinyatakan sembuh ada 19 Februari 2020. Akibat dari diumimkannya kasus pertama koronavirus di Sri Lanka, permintaan masyarakat akan masker melonjak drastis dan para penjual memanfaatkan hal tersebut dengan menaikkan harga masker hingga berkali-kali lipat. Dalam menindaklanjuti kasus koronavirus, pemerintah Sri Lanka mulai mengevakuasi warga negara Sri Lanka yang ada di Wuhan dan dikarantina selama 14 hari di bawah pengawasan militer di daerah Diyatalawa. Pada awal Maret 2020, Sri Lanka juga mulai memberlakukan kebijakan karantina selama 14 hari terhadap orang yang baru datang dari Italia, Korea Selatan, dan Iran karena ketiga negara tersebut merupakan negara dengan jumlah orang terinfeksi yang banyak pada saat itu.[4] Pada 10 Maret 2020, Sri Lanka mengumumkan bahwa ada warganya yang dinyatakan positif setelah bekerja dengan beberapa wisatawan Italia. Akibat dari hal itu, pemerintah menangguhkan visa untuk wisatawan.[5]
Pada 28 Maret 2020, pemerintah Sri Lanka mengumumkan kasus pasien koronavirus yang meninggal untuk pertama kalinya. Pasien tersebut adalah seorang pria berusia 60 tahun asal Marawila yang memiliki riwayat penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan pernah melakukan transplantasi ginjal. Pada 30 Maret 2020, diumumkan kasus kematian kedua, yaitu pria berusia 60 tahun dari Negambo. Pada 31 Maret 2020, Sri Lanka mengumumkan bahwa ada penambahan 21 kasus baru, sehingga jumlah kasus positif hingga akhir Maret terdapat 142 kasus. Pada 1 April 2020, kasus naik menjadi 147 kasus dan bersamaan dengan itu, diumumkan pula kasus meninggal dunia menjadi 3 kasus.[6] Sepanjang bulan April, kasus terus bertambah dan pada 23 April 2020, terdapat penambahan kasus. Penyumbang kasus terbesar saat itu adalah para pelaut dari Angkatan Laut dari kamp Walinara yang dikarantina karena ada satu orang yang positif sebelumnya. Pada bulan April, ada kasus ibu hamil yang dinyatakan positif dan mengalami keguguran saat melahirkan bayinya.[7] Sepanjang Mei 2020, kasus orang yang terinfeksi terus bertambah dan terdapat klaster penyebaran virus, yaitu di kamp Angkatan Laut Walinara. Banyak pelaut dan keluarga mereka dikarantina secara bersama dan dilakukan tes. Setelah diumumkannya klaster penyebaran virus di kamp tersebut, pihak Angkatan Laut mengumumkan bahwa kamp tersebut menjadi area terisolasi.[8]
Pada 12 Maret 2020, pemerintah mulai memerintahkan untuk menutup semua sekolah sampai dengan 20 April 2020 hingga berakhirnya semester dan pemerintah menunda dibukanya tahun ajaran baru. Pemerintah akan membuka kembali sekolah-sekolah di Sri Lanka secara bertahap mulai 29 Juni 2020. Akan tetapi, dibukanya sekolah-sekolah tersebut hanya untuk para guru karena pemerintah meminta para guru untuk membuat peraturan dan kebijakan yang ketat tentang kesehatan sebelum sekolah mulai beroperasi kembali. Para siswa diperbolehkan datang kembali ke sekolah mulai 7 Juli 2020.[9]
Pada 16 Maret 2020, Asosiasi Pekerja Medis Pemerintah atau Government Medical Officers Association (GMOA) Sri Lanka meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk menutup semua akses masuk menuju Sri Lanka, seperti pelabuhan dan bandara. Pemerintah mengambil kebijakan untuk memperpanjang masa liburan karena adanya kasus baru yang terus bertambah.[10] Pemerintah Sri Lanka juga mulai melarang kedatangan para wisatawan dari beberapa negara Eropa yang menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak. Wisatawan asing dari Korea Selatan, India, dan Iran untuk sementara juga dilarang masuk ke Sri Lanka. Beberapa maskapai Sri Lanka juga membatalkan jadwal penerbangannya dari negara-negara terjangkit, kecuali jadwal penerbangan untuk kargo. Setelah itu, mulai 22 Maret 2020 hingga waktu yang tidak dapat ditentukan, pemerintah Sri Lanka menutup semua akses kedatangan bagi penumpang kapal dan pesawat.[11] Kebijakan jam malam telah ditetapkan oleh pemerintah mulai 18 Maret 2020. Pemerintah melarang warga Sri Lanka untuk melakukan kumpul-kumpul publik dengan banyak orang selama 14 hari. Pemerintah juga melakukan penutupan terhadap tempat-tempat publik, seperti bioskop, kebun binatang, taman bermain, taman nasional, planetarium, dan kebun raya yang ada di Sri Lanka untuk menekan laju penyebaran virus.[12][13]