Pembangunan berbasis infrastruktur

Pembangunan ekonomi berbasis infrastruktur menggabungkan kebijakan-kebijakan penting yang diwarisi dari tradisi progresivisme Roosevelt dan ekonomi Neo-Keynesianisme di Amerika Serikat, Gaullisme di Prancis, demokrasi sosial Skandinavia, serta kapitalisme negara ala Singapura dan Tiongkok. Pada dasarnya pembangunan berbasis infrastruktur mengalokasikan banyak sumber daya negara untuk aset-aset jangka panjang seperti transportasi, energi, dan infrastruktur sosial (sekolah, universitas, rumah sakit), demi efisiensi ekonomi jangka panjang (mendorong pertumbuhan di wilayah yang tertinggal secara ekonomi dan meningkatkan inovasi teknologi) dan keadilan sosial (penyediaan pendidikan gratis dan layanan kesehatan yang tidak memberatkan).[1][2]

Walaupun keuntungan dari pembangunan berbasis infrastruktur masih bisa diperdebatkan, analisis terhadap sejarah Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam berbagai keadaan, investasi berbasis infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional maupun daerah. Menurut penelitian D. A. Aschauer,[3] terdapat korelasi positif antara investasi infrastruktur dengan kinerja ekonomi. Selain itu, pembangunan infrastruktur tidak hanya meningkatkan mutu hidup, tetapi juga berdampak positif terhadap produktivitas.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ M. Nicolas Firzli & Vincent Bazi (October 2011). "Infrastructure Investments in an Age of Austerity : The Pension and Sovereign Funds Perspective". Revue Analyse Financière, volume 41, pp. 34-37. Diakses tanggal 30 July 2011. 
  2. ^ T. Rephann & A. Isserman (March 1994). "New Highways as Economic Development Tools" (PDF). West Virginia University Regional Research Institute, Paper 9313. Diakses tanggal 9 Nov 2012. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Aschauer, David Alan (1990). “Why is infrastructure important?” Federal Reserve Bank of Boston, New England Economic Review, January/February, pp. 21-48.