Perdarahan subkonjungtiva

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan yang berasal dari pembuluh darah kecil di konjungtiva atau lapisan mata yang transparan. Kondisi ini menghasilkan bercak merah yang terlihat di bagian putih mata[1]. Pada umumnya, hanya sedikit atau tidak ada rasa sakit dan tidak mempengaruhi penglihatan. Biasanya hanya terjadi pada salah satu mata[2][3].

Penyebab alami karena batuk, muntah, mengangkat beban berat, mengejan saat buang air besar atau saat melahirkan. Kondisi tersebut meningkatkan tekanan darah di sistem peredaran darah menuju retina. Terdapat empat pleksus vaskuler di retina yang disuplai oleh kapiler-kapiler kecil dan halus. Dinding kapiler ini akan pecah jika mendapat tekanan darah secara tiba-tiba. Sedangkan penyebab eksternal dapat berupa cedera langsung akibat benturan benda tumpul. Faktor risiko yaitu penderita hipertensi, diabetes, lansia, dan konsumsi obat antikoagulan. Bayi lahir per vaginam berisiko 2% mengalami perdarahan subkonjungtiva.

Epidemiologi

[sunting | sunting sumber]

Tidak ada pengaruh jenis kelamin pada penderita perdarahan subkonjungtiva. Akan tetapi, kondisi ini lebih sering ditemukan pada laki-laki yang melakukan pekerjaan berat dan cenderung beraktivitas lebih ekstrim. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata insidensi perdarahan subkonjungtiva non traumatik lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Risiko terjadinya perdarahan subkonjungtiva spontan meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah 50 tahun. Individu usia tersebut memiliki komorbid berupa hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus[2].

Patofisiologi

[sunting | sunting sumber]

Perdarahan subkonjungtiva diakibatkan oleh perdarahan pembuluh darah konjungtiva atau episklera yang bocor ke ruang subkonjungtiva. Pembuluh darah dapat aus dan robek seiring waktu. Jaringan elastis dan ikat menjadi rapuh seiring bertambahnya usia. Adanya komorbid meningkatkan risiko terjadinya perdarahan pada lansia. Perdarahan subkonjungtiva traumatik lebih terlokalisasi pada lokasi benturan dibanding perdarahan subkonjungtiva spontan[2].

Histopatologi

[sunting | sunting sumber]

Secara histopatologi, perdarahan terjadi di antara konjungtiva dan episklera, tepatnya di substansia propria. Mata dapat berubah menjadi biru dan kuning karena hemoglobin dan elemen darah lainnya terurai layaknya memar[2].

Tanda dan gejala

[sunting | sunting sumber]

Perdarahan subkonjungtiva pada umumnya tidak menyebabkan rasa sakit, meskipun mempengaruhi kondisi mata menjadi kering, kasar, dan gatal. Perdarahan subkonjungtiva diawali dengan munculnya bercak merah terang di konjungtiva mata. Selanjutnya, perdarahan menyebar dan warna berubah hijau atau kuning. Kondisi ini menghilang dalam waktu sekitar dua minggu[4].

  1. Meningkatnya tekanan pembuluh vena pada kondisi batuk dan bersin hebat, muntah, tersedak, batuk, tercekik, mengejan
  2. Perubahan tekanan eksternal
    • Perubahan tekanan atmosfer, misalnya saat naik pesawat
    • Penggunaan masker yang menekan wajah saat menyelam
  3. Cedera mata atau kepala
  4. Operasi mata
  5. Patah tulang zigomatik
  6. Infeksi mata
  7. Penyakit koagulasi, leptospirosis

Perdarahan subkonjungtiva pada bayi berhubungan dengan penyakit skurvi[5], kekerasan, ataupun sindrom asfiksia[6].

Diagnosis

[sunting | sunting sumber]

Penentuan diagnosis melalui pemeriksaan visual dengan mengamati perubahan warna merah terang yang berbatas dengan sklera atau bagian putih mata. Pada kondisi yang jarang terjadi, darah dapat menetes dari mata.

Penanganan

[sunting | sunting sumber]

Perdarahan subkonjungtiva merupakan kondisi yang dapat sembuh sendiri dan tidak membutuhkan pengobatan, kecuali terjadi infeksi mata atau terdapat cedera mata[2]. Darah akan hilang dalam waktu 1-2 minggu. Pemulihan dapat memakan waktu hingga tiga minggu jika penderita menggunakan antikoagulan. Pembengkakan jaringan dan rasa nyeri dapat ditangani dengan mengompres es maupun obat tetes mata[2]. Obat tetes mata dapat digunakan empat hingga enam kali sehari jika mata terasa kering atau gatal. Diperlukan pemeriksaan lanjut ke dokter spesialis mata jika perdarahan subkonjungtiva disebabkan oleh trauma atau dicurigai adanya trauma intraokular atau retina. Brimonidin encer dan oksimetazolin telah diresepkan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan menurunkan kejadian perdarahan subkonjungtiva setelah tindakan injeksi intravitreal[7][8][9].

Prognosis

[sunting | sunting sumber]

Kondisi penglihatan penderita pasca perdarahan subkonjungtiva akan tetap baik dan tidak terganggu. Tingkat kekambuhan perdarahan subkonjungtiva spontan sebesar 10%. Kondisi ini meningkat jika penderita mendapat terapi antikoagulan atau antiplatelet[10].

Komplikasi

[sunting | sunting sumber]

Tidak ada komplikasi pada perdarahan subkonjungtiva karena penyakit ini merupakan tanda adanya penyakit lain, misalnya koagulopati, eksaserbasi asma, ataupun cedera[11].

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "What is a Subconjunctival Hemorrhage?". American Academy of Ophthalmology (dalam bahasa Inggris). 2022-05-16. Diakses tanggal 2023-02-03. 
  2. ^ a b c d e f Doshi, Ricky; Noohani, Tariq (2022). Subconjunctival Hemorrhage. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 31869130. 
  3. ^ Cronau, Holly; Kankanala, Ramana Reddy; Mauger, Thomas (2010-01-15). "Diagnosis and management of red eye in primary care". American Family Physician. 81 (2): 137–144. ISSN 1532-0650. PMID 20082509. 
  4. ^ "Red Eye: Background, Pathophysiology and Etiology, Epidemiology and Prognosis". 2022-10-17. 
  5. ^ "Scurvy Imaging: Practice Essentials, Radiography". 2021-09-24. 
  6. ^ Spitzer, Stephen G.; Luorno, Joseph; Noël, Léon-Paul (2005-02). "Isolated subconjunctival hemorrhages in nonaccidental trauma". Journal of AAPOS: the official publication of the American Association for Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 9 (1): 53–56. doi:10.1016/j.jaapos.2004.10.003. ISSN 1091-8531. PMID 15729281. 
  7. ^ Tarlan, Bercin; Kiratli, Hayyam (2013). "Subconjunctival hemorrhage: risk factors and potential indicators". Clinical Ophthalmology (Auckland, N.Z.). 7: 1163–1170. doi:10.2147/OPTH.S35062. ISSN 1177-5467. PMC 3702240alt=Dapat diakses gratis. PMID 23843690. 
  8. ^ Gonzalez-Saldivar, Gerardo; Pita-Ortiz, Ingrid Yazmin; Flores-Villalobos, Erick Omar; Jaurrieta-Hinojos, Jesús Noel; Espinosa-Soto, Itzel; Rios-Nequis, Geovanni; Ramirez-Estudillo, Abel; Jimenez-Rodriguez, Martin (2019-08). "Oxymetazoline: reduction of subconjunctival hemorrhage incidence after intravitreal injections". Canadian Journal of Ophthalmology (dalam bahasa Inggris). 54 (4): 513–516. doi:10.1016/j.jcjo.2018.09.006. 
  9. ^ Pasquali, Theodore A.; Aufderheide, Adam; Brinton, Jason P.; Avila, Michele R.; Stahl, Erin D.; Durrie, Daniel S. (2013-07). "Dilute Brimonidine to Improve Patient Comfort and Subconjunctival Hemorrhage After LASIK". Journal of Refractive Surgery (dalam bahasa Inggris). 29 (7): 469–475. doi:10.3928/1081597X-20130617-05. ISSN 1081-597X. 
  10. ^ Cagini, Carlo; Iannone, Alessia; Bartolini, Anna; Fiore, Tito; Fierro, Tiziana; Gresele, Paolo (2016-03). "Reasons for Visits to an Emergency Center and Hemostatic Alterations in Patients with Recurrent Spontaneous Subconjunctival Hemorrhage". European Journal of Ophthalmology (dalam bahasa Inggris). 26 (2): 188–192. doi:10.5301/ejo.5000692. ISSN 1120-6721. 
  11. ^ Rodriguez-Roisin, R.; Torres, A.; Agustí, A. G.; Ussetti, P.; Agustí-Vidal, A. (1985-07). "Subconjunctival haemorrhage: a feature of acute severe asthma". Postgraduate Medical Journal. 61 (717): 579–581. doi:10.1136/pgmj.61.717.579. ISSN 0032-5473. PMC 2418323alt=Dapat diakses gratis. PMID 4022890.