Post-Marxisme

Berkas:1583 Design 60.png
Ideologi Post-Marxisme

Post-Marxisme merupakan salah satu sudut pandang teoretis yang mengungkapkan pembagian seksual, ras, kelas, dan etnik dari masyarakat Barat modern.[1] Post-Marxisme juga mempertanyakan ciri Marxisme yang reduktif dan antidemokratis, serta semua gerakan politik yang berupaya menjelaskan segala perubahan dalam sejarah di dalam kerangka peranan satu kelas atau pelaku istimewa tertentu.[2] Post-Marxisme menerima ilham yang datang dari keterlibatan politik Marx, tetapi menolak penekanan Marx bahwa ekonomi adalah aspek yang paling menentukan, atau pada gagasan tentang adanya satu kelas universal.[2] Sekarang Post-Marxisme mengusulkan adanya demokrasi radikal.[2] Demokrasi radikal adalah demokrasi yang bertumpu pada ekuivalensi antar warganya, pada kesetaraan yang terbentuk lewat proses ekuivalensi diskursif (misalnya, pengakuan akan keseluruhan masyarakat sebagai sebuah masyarakat warga).[3] Post-Marxisme menjadi paham intelektual yang sesuai dengan menang atas neo-liberalism dan mundurnya kelas-kelas pekerja.[4] Kemenangan ini senantiasa diawali oleh kaum kiri Amerika latin yang berjuang penuh melawan kapitalisme, selain itu semakin didukung dengan besarnya suara teologi pembebasan yang berdengung di Amerika latin.[4] Secara teoretis, post-marxisme banyak mengubah tradisi dan metode keilmuan yang telah ada sebelumnya, tetapi secara praktis, pemikir-pemikir post-marxisme menolak untuk membuat gerakan masif yang terstruktur. Berbeda dengan marxisme yang menekankan perjuangan kelas dan humanitas kelompok-kelompok yang terepresi, para pemikir post-marxisme mempersoalkan mengenai seksualitas, ras, kelas, pemisahan atau segregasi ras, dan gerakan progresif untuk menentang bentuk-bentuk eksklusivitas sumber daya.[5]

Komponen Post-Marxisme

[sunting | sunting sumber]

Penyokong para pemikir Post-Marxisme adalah kritik yang sistematis terhadap Marxisme dan situasi yang ada.[4] Terdapat lima diskursus yang menjadi penyokong hasil para pemikir Post-Marxisme:

  1. Sosialisme adalah kegagalan dan seluruh teori-teori yang umum dari masyarakat dikutuk di dalam proses ini.[4] Ideologi-ideologi selain Post-Marxisme tidak dibenarkan, karena yang lain itu merefleksikan satu dominasi ide dengan sistem ras kebudayaan.[4]
  2. Marxisme menekankan pada kelas sosial turunan, karena kelas-kelas menghancurkan: poin-poin dari prinsip politik yang berangkat merupakan kebudayaan dan akarnya di dalam identitas yang beragam (ras, gender, etnik, dan pilihan seksual).[4]
  3. Negara adalah musuh dari demokrasi dan kebebasan, serta suatu korup dan tidak sesuai dengan kesejahteraan sosial.[4] Di tempat ini, masyarakat sipil adalah pelaku utama dari demokrasi dan kemajuan sosial.[4]
  4. Perencanaan utama adalah buatan birokrasi yang mana menghalangi pertukaran yang baik di antara para produsen.[4] Pasar dan bursa pasar barangkali dengan peraturan yang terbatas mengizinkan konsumsi terbaik dan distributor yang lebih efisien.[4]
  5. Pergumulan tradisional kaum kiri atas kekuasaan adalah merusak dan membawa kepada rezim otoriter yang mendiamkan suara seorang bawahan.[4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Post Marxist Theory". .
  2. ^ a b c (Indonesia)Lechte, John. 2001. 50 Filsuf Kontemporer. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 269.
  3. ^ (Indonesia) Surajaya, Martin. Materialisme Dialektis: Kajian tentang Marxisme dan Filsafat Kontemporer. Yogyakarta: Resist book. Hal. 229.
  4. ^ Goldstein, Philip (2012-02-01). Post-Marxist Theory: An Introduction (dalam bahasa Inggris). SUNY Press. ISBN 978-0-7914-8402-9.