Prasasti Keping Tembaga Laguna | |
---|---|
Bahan baku | Tembaga |
Tinggi | < 20 cm (7,9 in) |
Lebar | < 30 cm (12 in) |
Dibuat | 822 Saka (900 M) |
Ditemukan | 1989 Lumban, Laguna, Filipina |
Lokasi sekarang | Museum Nasional Filipina |
Bahasa | Melayu Kuno, Jawa Kuno, Sanskerta |
Prasasti Keping Tembaga Laguna atau Lempeng Tembaga Laguna ditemukan tahun 1989 di Laguna de Bay, Manila, Filipina. Penanggalan yang tertera menunjukkan tahun 822 Saka, atau 21 April 900. Prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno meskipun banyak kata-kata dari bahasa Sanskerta, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Tagalog Kuno, serta ditulis dengan aksara Kawi.[1][2]
Gulungan tembaga ini agak berbeda pembuatannya apabila dibandingkan dengan gulungan tembaga dari Jawa semasanya. Huruf-huruf pada keping Laguna ditatah pada kepingnya langsung, sedangkan di Jawa ditulis pada keping yang dipanaskan dan menjadi lunak.
Isi prasasti ini mengenai pernyataan pembebasan hutang emas terhadap seseorang bernama Namwaran. Di dalamnya juga menyebutkan sejumlah nama tempat di sekitar Filipina (Tondo, Pila, dan Pulilan), serta menyebut nama "Mdan" (kemungkinan besar Kerajaan Medang di Jawa), serta beberapa tempat yang belum bisa dipastikan seperti Dewata. Prasasti ini menjadi petunjuk mengenai adanya pengaruh Kerajaan Medang di Pulau Luzon pada awal abad ke-10. Sekarang dokumen ini tersimpan di Museum Nasional Filipina.
Swasti Shaka warsatita 822 Waisaka masa di jyotisa. Caturthai Karisnapaksa somwara sana tatkala Dayang Angkatan lawan dengan nya sanak barngaran si Bukah anak da dang Hwan Namwaran dibari waradana wi shuddhapattra ulih sang pamegat senapati di Tundun barja(dii) dang Hawan Nayaka tuhan Pailah Jagadewa.
Di krama dang Hwan Namwaran dengan dang kayastha shuddha nu diparlappas hutang da walenda Kati 1 Suwarna 8 di hadapan dang Huwan Nayaka tuhan Puliran Kasumuran.
dang Hwan Nayaka tuhan Pailah barjadi ganashakti. Dang Hwan Nayaka tuhan Binwangan barjadi bishruta tathapi sadana sanak kapawaris ulih sang pamegat dewata [ba]rjadi sang pamegat Medang dari bhaktinda diparhulun sang pamegat.
Ya makanya sadanya anak cucu dang Hwan Namwaran shuddha ya kapawaris dihutang da dang Hwan Namwaran di sang pamegat Dewata.
Ini grang syat syapanta ha pashkat ding ari kamudyan ada grang urang barujara welung lappas hutang da dang Hwa ...
Swasti. Tahun Saka 822, bulan Waisakha, menurut penanggalan. Hari keempat setelah bulan mati, Senin. Di saat ini, Dayang Angkatan, dan saudaranya yang bernama si Bukah, anak-anak dari Sang Tuan Namwaran, diberikan sebuah dokumen pengampunan penuh dari Sang Pemegang Pimpinan di Tundun (Tondo sekarang), diwakili oleh Sang Tuan Nayaka dari Pailah (Pila sekarang), Jayadewa.
Atas perintahnya, secara tertulis, Sang Tuan Namwaran telah dimaafkan sepenuhnya dan dibebaskan dari hutang-hutangnya sebanyak satu Katî dan delapan Suwarna di hadapan Sang Tuan Puliran Kasumuran di bawah petunjuk dari Sang Tuan Nayaka di Pailah.
Oleh karena kesetiaannya dalam berbakti, Sang Tuan (Yang Terhormat) yang termasyhur dari Binwangan mengakui semua kerabat Namwaran yang masih hidup, yang telah diklaim oleh Sang Penguasa Dewata, yang mewakili Sang Penguasa Medang.
Ya, oleh sebab itu seluruh anak cucu Sang Tuan Namwaran sudah dimaafkan dari segala hutang Sang Tuan Namwaran kepada Sang penguasa Dewata.
(Pernyataan) ini, dengan demikian, menjelaskan kepada siapa pun setelahnya, bahwa jika pada masa depan ada orang yang mengatakan belum bebas hutangnya Sang Tuan ...
A copper plate containing an Old Malay inscription [...] deciphered by the Dutch Ethnographer [sic] Antoon Postma, carries a clear date of Saka 822, a Sanskritized reckoning equivalent to A.D. 900.