Proyeksi kekuasaan[1][2][3] adalah istilah yang digunakan dalam disiplin militer dan ilmu politik yang mengacu kepada kemampuan suatu negara untuk "menerapkan semua atau beberapa unsur dari kekuatan nasionalnya, baik dari segi politik, ekonomi, informasi, dan militer, untuk menggerakkan dan menopang kekuatan tersebut secara pesat dan efektif dari dan dalam lokasi-lokasi yang tersebar untuk merespon suatu krisis, untuk menambahkan deterensi suatu negara, serta untuk meningkatkan kestabilan suatu kawasan.
Kemampuan ini adalah suatu unsur genting dari kekuasaan suatu negara dalam hubungan internasional. Negara yang bisa mengarahkan kekuatan militernya di luar batas wilayahnya dimungkinkan memiliki sebagian kemampuan proyeksi kekuatan di tingkat tertentu, tetapi istilah ini lebih sering digunakan dalam merujuk kemampuan militer dengan jangkauan sedunia (atau setidaknya dalam cakupan yang jauh lebih luas daripada batas negara tersebut). Negara-negara dengan aset kekuasaan keras (seperti tentara siaga dalam jumlah besar) bahkan mungkin hanya menggunakan kekuatannya secara terbatas di suatu kawasan selama negara tersebut tidak memiliki sarana untuk memproyeksikan kekuatan mereka secara efektif dalam skala global. Umumnya, hanya beberapa negara tertentu yang bisa mengatasi kesulitan logistik yang melekat pada pengarahan dan penyaluran angkatan militer mekanis modern.
Walau ukuran tradisional dari proyeksi kekuatan khususnya terfokus pada aset kekuatan keras seperti tank, serdadu, pesawat, atau kapal militer, perkembangan dari teori kekuatan lembut mencatat bahwa proyeksi kekuatan tidak semestinya melibatkan penggunaan aktif dari angkatan bersenjata dalam pertempuran. Aset untuk proyeksi kekuatan bisa sering menyediakan dua penggunaan, yang dicontohkan dalam pengarahan militer dari berbagai negara dalam Bantuan kemanusiaan untuk korban gempa bumi Samudra Hindia 2004. Kemampuan dari suatu negara untuk memproyeksikan kekuatannya ke dalam suatu daerah bisa digunakan sebagai suatu tuas diplomatis yang efektif, yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan dan bertindak sebagai suatu deterensi potensial terhadap perilaku negara-negara lain.