Pusaka adalah istilah yang digunakan terhadap benda atau barang yang memiliki nilai khusus yang dimiliki oleh suatu keluarga, kelompok atau negara tertentu yang diwariskan secara turun-temurun dari beberapa generasi, Benda-Benda Replika Barang kuno yang disakralkan juga bisa disebut Pusaka dengan ketentuan Memiliki nilai Isoteri dan Eksoteri yg disakralkan seperti Keris [1][2] Contoh dari pusaka yang diwariskan adalah kitab suci, barang antik, senjata, atau perhiasan. Terdapat perbedaan dalam tata cara pembagian pusaka di berbagai negara atau wilayah, di mana perbedaan ini dilandaskan pada agama, budaya, dan sistem hukum setempat yang dianut masyarakatnya.[3]
Masyarakat Minangkabau membagi harta pusaka (harato pusaka) menjadi dua yaitu harta pusaka rendah dan harta pusaka tinggi.[4] Harta pusaka rendah merupakan harta pribadi yang didapat dari usaha keluarga, di mana harta ini bebas diperjualbelikan atau diwariskan oleh pemiliknya. Sementara itu, harta pusaka tinggi merupakan harta pusaka yang diturunkan secara turun-temurun dari pihak keluarga ibu, di mana suatu keluarga hanya memiliki hak pengelolaan terhadapnya.[5] Pengelolaan harta pusaka tinggi dalam suatu keluarga besar diawasi oleh pihak pemuka adat bernama ninik mamak yang memutuskan segala status terkait dengan harta pusaka tinggi tersebut.[4]
Menurut Hukum Inggris, setiap pemilik pusaka asli dapat mewariskan pusaka ketika pemilik tersebut masih hidup, namun pemilik yang sama tidak dapat mewariskan pusaka secara terpisah dari warisan lain dalam surat wasiat. Jika pemilik pusaka wafat tanpa membuat wasiat, maka pusaka tersebut turun kepada pewaris sahnya secara hukum. Jika pemiliknya membuat wasiat, maka pusaka tersebut turun kepada yang diwasiatkan. Suatu pusaka dalam artian sempit ditentukan oleh adat keluarga, bukan oleh kesepakatan.[6] Barang bergerak yang ditentukan sebagai pusaka dapat dijual di bawah arahan pengadilan, dan uang yang didapat dari hasil penjualan tersebut dianggap sebagai uang modal atau usaha.[7] Pengadilan hanya akan menyetujui penjualan ini jika memang bermanfaat untuk setiap pihak yang terkait, serta jika pusaka yang diajukan untuk dijual memiliki nilai bersejarah atau unik. Pengadilan akan memahami niat dari pihak penjual pusaka dan kehendak dari pihak pembeli.[8]
Kementerian Budaya Jepang menentukan properti-properti budaya di Jepang yang dapat dikelompokkan sebagai pusaka tingkat nasional di negara tersebut.[9][10] Suatu bangunan atau hasil karya tertentu yang memiliki nilai pembuatan dan sejarah yang tinggi atau luar biasa bisa ditetapkan sebagai pusaka national.[11] Terdapat tiga belas kategori pusaka nasional di Jepang, yaitu puri, tempat tinggal, bangunan industri, sekolah, tempat suci, kuil, berkas bersejarah, penemuan arkeologis, kerajinan pedang dan non-pedang, lukisan, pahatan, dan tulisan.[12] Pemilik atau pengelola dari suatu pusaka nasional bertanggungjawab terhadap pengurusan dan perbaikan pusaka, sesuai arahan serta ketetapan dari Badan Urusan Budaya di Jepang.[13]